Dia.

33 2 0
                                    

Pagi. Berawan.

Seperti biasa aku bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Itulah rutinitasku dari Senin sampai Jum'at. Bangun pagi dan menyiapkan semua keperluan untuk sekolah.

Hari ini aku cukup semangat. Entah kenapa.

Seperti biasa aku menggunakan angkot untuk sampai ke sekolahku yang berjarak sekitar 3km dari rumahku.

Aku sengaja duduk menyamping menghadap jendela angkot.

Dengan memasang earphone, terputar lagu dari band kesukaanku, 5 Second Of Summer yang berjudul Never Be. Aku terus memandang kearah luar.

Berharap hari ini beruntung melihat Dia. Iya, Dia.

Dia. Seseorang yang sedikit membuat hati ini bergetar. Dia yang aku kenal dari sahabatku. Dia yang mengendarai motor jenis Ninja dengan plat nomor motor yang sudah aku hapal. Sekaligus suara deruan motornya.

Dia yang selalu memakai jaket abu-abu saat berangkat ke sekolah. Walau aku pernah melihat Dia tidak menggunakan jaketnya pada hari Rabu.

Dia yang mempunyai senyuman termanis yang pernah aku lihat.

Saat kelulusan, aku diberi pilihan untuk memilih SMA. SMA pertama memang sudah terpandang bagus. Namun aku enggan masuk ke sana. Dikarenakan peraturannya yang sangat ketat. Bukannya aku anak yang tidak patuh terhadap peraturan. Namun rasanya SMA itu bukan impianku.

Akhirnya aku memilih SMA kedua. SMA tersebut masih terbilang baru. Aku masuk dalam angkatan ke-3. SMA ini pun bukan termasuk dalam impianku. Namun aku tidak mau mengecewakan orang tuaku.

Semilir angin masuk melalui jendela angkot yang terbuka. Aku tetap mengamati ke arah luar.

Jalan mulai ramai dengan kendaraan bermotor yang berlalu lalang. Dari mulai mengantar sang anak ke sekolah, berangkat bekerja, pergi ke pasar, bahkan ada yang hanya untuk menikmati pagi yang cerah dengan motornya. Ditambah lagi banyaknya angkot yang berhenti di pinggir jalan dengan sembarangan untuk menunggi penumpang. Hal itu membuat jalan macet. Terkadang dari mereka pun menancap gas secepat-cepatnya karna tidak ingin telat sampai tempat tujuannya.

Aku terus memandang ke arah luar. Namun Dia juga masih belum kelihatan.

Ke mana Dia?

Angkot yang aku naiki sampai di gang yang Dia selalu lewati. Namun aku tidak menemukan keberadaannya.

Rasa resah mendominasiku.

Di mana Dia?

Sudahkah sampai sekolah?

Atau Dia masih dijalan?

Aku hanya bisa menghela nafas. Lalu membuat keputusan.

"Hari ini, aku tidak menemukannya."

DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang