Don't Be Gone From My Life

348 38 4
                                    

Author : minsoo kim
Pairing : Kookmin and vmin
Rate : 15+ (T)
Length : 800+ words
Genre : Angst, Romance, Drama

Disclaimer. I do not own either of these cast, theyre belong to their own families, god and girlfriend (if theres any). The storyline and ideas came purely from my mind and brain.

Warning! Typo dimana-mana.
.
.
.
Author P. O. V

"Kau mau kemana?" Jimin menoleh dan melihat Taehyung yang berkata dengan mata terfokus pada televisi di depannya. "Mencari angin." Jawabnya seadanya dan melenggang keluar rumah Taehyung.

Jimin merentangkan tangannya untuk menikmati angin sore yang menerpa wajah dan tubuhnya dengan lembut. Ia memejamkan mata sebentar dan melihat sekitar. Matanya menangkap kehadiran sesosok pria yang tengah duduk di sebuah kursi panjang taman, tempat ia berada kali ini.

Dengan riang, Jimin melangkahkan kakinya mendekati pria tersebut dan duduk di sampingnya. "Pemandangan yang indah, bukan?" Ucapnya, lebih tertuju kepada dirinya sendiri karena tak ada tanggapan dari -inginnya+ lawan bicaranya.

Bibirnya mengerucut, merasa diacuhkan, ia menoleh untuk melihat paras tampan lelaki di sebelahnya. Sejenak, ia terkesima melihat kesempurnaan wajah lelaki itu, dengan hidung mancung, bibir kecil dan mata yang indah -yang terus menatap lurus, entah apa yang dilihatnya, begitu mengagumkan sosok di sebelahnya ini.

Lamunannya terbuyar saat ia mendengar suara halus yang bertanya padanya, "Kau siapa?" Dengan kepala yang menoleh padanya dan menatapnya, tetapi dengan tatapan kosong ia sadari.

"Namaku Jimin." Perkenalan dirinya yang disambut dengan, 'oh' dari sosok yang tadi bertanya padanya, sosok yang kembali mengalihkan pandangannya dan menatap lurus ke depan.

Jimin merasa kejanggalan dan ia membuka mulutnya untuk berbicara, menunjukkan sejumlah jari di depan wajah lelaki di sampingnya. "Aku sedang mengangkat jariku di depan wajahmu, kira-kira aku menunjukkan berapa jari?" Tanyanya, ia terlihat seperti orang bodoh, tetapi ia hanya bermaksud untuk menyakinkan dirinya bahwa ia tak salah persepsi.

"3." Jawab lelaki di sampingnya.

Jimin sontak mengatupkan bibirnya dan mengigit bibir setelahnya. "Kau tidak bisa melihat?" Kembali bertingkah bodoh, ia bertanya.

"Tidak." Singkat, dan jelas, lelaki itu menjawab. "Kau bisa pergi sekarang."

Ucapannya sontak membuat Jimin menyatukan alis dan menatapnya bingung. "Kenapa aku harus pergi?" Dengan polos, ia kembali mengutarakan pertanyaan.

Lelaki itu menoleh, berusaha menunjuknya -yang gagal karena ia menunjuk ke lain arah, "Karena manusia 'normal' sepertimu tak akan mau mendekatiku, bukan?" Nada bicaranya sangat terdengar bergetar seakan ia berusaha untuk tidak menangis.

Jimin memandangnya tak percaya, "Mengapa manusia 'normal' sepertiku tidak mau mendekatimu? Kau bicara apa? Lagipula aku bukan manusia..," Lirihnya pelan dan sedikit menunduk untuk menyadari kenyataan bahwa ia memang tidak berasal dari dunia yang ia pijaknya kali ini. "Tidak bolehkah aku berteman denganmu? Tidak bolehkah aku mendekatimu?" Jimin mengangkat kepalanya untuk mendapati wajah tegang lelaki di sampingnya yang mengeras dan tak percaya akan ucapannya.

Lelaki itu menggeretakkan giginya -gigi kelincinya, "Kau gila? Tak ada satupun orang yang mau berteman denganku dalam kondisiku seperti ini, tak bisakah kau lihat bahwa aku buta, hah? Aku tak bisa melihat! Dan kekurangan ini yang membuat aku dengan mudahnya ditipu orang." Ucapnya tanpa menyadari bahwa lelehan air mata tak kunjung dapat ia tahan.

Jimin melihatnya iba dan memeluk lelaki itu secara lembut. "Aku ingin berteman denganmu, sungguh. Aku tulus ingin mempunyai teman sepertimu dan aku tak akan membohongimu." Lelaki yang berada direngkuhannya itu masih terisak dan menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Jimin. "Aku akan menjagamu, oke. Kau jangan khawatir, aku akan melindungimu dari orang-orang yang berusaha menyakitimu." Ia merasa bahwa lelaki yang ia peluk itu melingkarkan tangannya pada tubuh Jimin.

"Aku Jungkook. Terima kasih kau seperti malaikat."

Aku memang... malaikat.
.
.
Jimin melihat Taehyung yang bercermin pada kaca di depannya dan berucap pada dirinya sendiri, berucap seperti, 'Kau memang tampan, Taehyung.', 'Tidak salah kalau banyak wanita yang mengejarmu.', 'Kau sempurna.'

Cih, demi kolor Taehyung yang baru ia jemur tadi pagi ia ingin muntah mendengar self-praisenya Taehyung yang berlebihan.

Taehyung yang menyadari bahwa ia sedang diperhatikan segera menoleh untuk melihat Jimin yang menatapnya dengan pandangan tidak suka. "Apa lihat-lihat? Kerja!" Ia berucap dengan tegas.

Untuk kesekian kali, bibir Jimin mengerucut. "Jahat sekali orang ini, seperti ibu tiri saja~" Gumamnya pelan dan melanjutkan aktifitas membersihkan rumah Taehyung dengan tak niat.

Taehyung tersenyum kecil melihat Jimin yang seperti anak kecil, sudah menjadi kebiasaan untuk dirinya mengerjai Jimin, sungguh lucu menurutnya untuk melihat bibir Jimin mengerucut seperti saat ini.

"Taehyung~" Baik Taehyung dan Jimin terpelonjak mendengar teriakan dari pintu masuk rumahnya -rumah Taehyung, Taehyung mengerjapkan matanya beberapa kali. Mati aku! Pikirnya dalam hati, mengetahui dengan jelas suara siapa yang sedang berteriak memanggil namanya itu.

Ia menoleh pada Jimin, "Jangan berani kau ke bawah! Awas kau!" Ucapnya tegas pada Jimin yang masih tidak menyadari situasi yang sedang terjadi.

Taehyung memberanikan diri mendekati wanita yang sedang berkacak pinggang di depannya saat ini. "Ibu..." Ia menghambur ke pelukan seseorang yang ia panggil dengan sebutan 'ibu' itu. "Aku merindukanmu."

Sosok wanita itu membalas pelukannya dan berkata, "Aku juga merindukanmu, anakku..," Sebelum dirinya mendapati sesosok lelaki berposturtubuhkan cukup kecil sedang menatapnya dan Taehyung yang berpelukan. "Eh, kau siapa?"

Taehyung melepas pelukannya setelah mendengar ibunya bertanya, ia segera menoleh untuk melihat Jimin yang memandang ke arahnya dengan tatapan blank. Matilah aku.., pikirnya.

Nyonya Kim mengalihkan pandangannya kepada Taehyung yang melihat Jimin gugup. "Siapa dia, Tae?" Ia ganti bertanya pada Taehyung.

Taehyung gelagapan, terpaku di tempatnya, tak tau harus menjawab apa. "Itu... anu..."

Jimin menunduk hormat. "Aku tidak mempunyai tempat untuk aku tinggal, Nyonya. Jadi, Taehyung mempersilahkanku untuk tinggal di sini selama beberapa waktu. Jangan salahkan dia, Nyonya. Apabila kau tidak suka dengan kehadiranku, aku akan angkat kaki dari rumah ini." Tanpa menghilangkan rasa kehormatannya, Jimin berucap dengan pasti. Ia menyadari bahwa dia tidaklah pantas untuk tinggal di rumah mewah milik keluarga Taehyung yang bahkan ia tak pernah kenal sebelumnya.

Taehyung membelalakan matanya mendengar Jimin mengutarakan setiap kata tanpa adanya keraguan.

Nyonya Kim mengangguk paham. "Baik. Kau tau posisimu dimana. Jadi tinggalkan rumah ini secepatnya."

Taehyung menatap ibunya tak percaya. Ada perasaan sedih saat ibunya mengusir Jimin. Jika Jimin pergi, tak ada lagi seseorang yang dapat ia ajak bicara saat ia merasakan kesepian sendiri di rumah karena kesibukan orang tuanya. Tidak, ia tidak ingin melihat Jimin pergi, tidak boleh.

"Tidak." Jimin yang sedang menunduk hormat, memahami perkataan ibu Taehyung yang jelas menyuruhnya pergi itu mengangkat kepalanya saat mendengar Taehyung berteriak. "Aku tidak memperbolehkan Jimin untuk pergi."

Baik ibu Taehyung dan Jimin menatapnya tak percaya, 'Apa?'

Taehyung meraih tangan ibunya, "Bu, kumohon, biarkan Jimin untuk tinggal di sini. Ia... ia dapat membersihkan rumah, jadi ia tidak tinggal secara percuma..," Terdengar begitu parau, ia berucap, meyakinkan ibunya bahwa Jimin berguna, "Dan ia juga dapat menemaniku yang sendiri selama kau pergi." Lirihnya menunduk.
.
.
.
Suga's mixtape is lifeu~ ma bae, anyang kapan ane ketemu ente beb, jaat kan bikin ane nangis, mas yoyong hrs tanggung jawab hueee *uglycries

Give this a big thumps up by voting and commenting, hatur nuhun~

Peace and love,
Kimmie.

Blinded LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang