Sudah dua hari sejak kejadian kata 'I love you', Ruben semakin sering mengirimi Yolan pesan dan memulai untuk pedekate dengannya. Tetapi cewek berambut ikal itu tetap seperti cacing kepanasan yang mempejuangkan bukti bahwa dia tidak sengaja menulis kalimat itu.
"Rou, si Ruben makin ga waras nih. Gue risih disms-in terus sama dia".
"Lo biasa aja deh, kayak ga pernah pacaran aja sih lo".
"Bukan gitu, Rou. Gue mau buktiin kalo kalimat itu bukan buat dia". Yolan mengelap keringatnya. Mereka baru selesai pelajaran Penjas.
"Ya udah bilangin ke dia. Emangnya kenapa sih lo nulis kalimat itu di topi dia? Curiga gue"
"Please deh lo percaya sama gue. Kemarin gue bosen banget siap upacara, kebetulan kita lagi pelajaran Kimia. Nah kan topi lo gue pegang juga kemaren, terus gue coretin dengan kalimaat itu, eh ga taunya itu topi Ruben. Ya mana gue tahu lah kan gue lagi ngelamunin seseorang", jelasnya panjang kali lebar sama dengan luas.
"Idiih, lo lesbi? Kok nulis I love you-nya di topi gue?"
"Kalimat itu gue tulis buat orang yang gue suka lah. Gila lo. Gue ga sengaja. Kirain itu topi lo". Yolan memperhatikan Rou yang dari tadi sibuk main hape. "Rou!"
"Apaan? Nemenin lo ke kelas Ruben?", Rou menebak. Yolan mengangguk cepat. "Nanti ya pulang sekolah".
***
Ruben menyalakan keretanya di parkiran sekolah. "Tuh anak belagu banget harus di kejar sampe ke parkiran", Rou kesal karena harus ikut berlari dengan Yolan yang mngejar Ruben hingga ke parkiran. Yolan menepuk bahu Ruben. "Hei", Yolan meninggalkan Rou yang sudah lelah berlari di belakangnya. Cewek itu masih tertunduk dan menumpukan kedua telapan tangan pada lututnya.
Ruben melihat cewek itu. Dia semakin jatuh cinta. Senyumnya tersungging
"Capek larinya?"
"He-eh", Yolan belum berdiri tegak. Pasalnya dari kelas mereka, parkiran itu cukup jauh lalu dia harus melewati kumpulan siswa yang berhamburan keluar kelas dan tidak ada satupun yang memberi mereka jalan luas untuk mengejar sosok Ruben hanya untuk membuktikan bahwa kalimat di topi itu bukan ditujukan pada Ruben (sungguh berlebihan).
"Nih, lap keringat lo", Ruben menyodorkan sapu tangannya. Yolan melihat sapu tangan coklat itu. 'Gue butuh banget nih sapu tangan, tapi kalo gue ambil ntar dia pikir gue cinta sama dia. Ogah ah' . Yolan tetap keras kepala. Dia berdiri tegak. "Gue ga butuh sapu tangan lo. Itu salah satu bukti kalo gue ga cinta sama lo. Terus kalimat yang gue tulis itu bukan buat lo, itu buat cowok yang gue suka waktu SMP dulu sampe sekarang dan kemarin topi Rou ada di meja juga, so gue pikir gue nulisnya di topi Rou. anyway, gue lagi melamun cowok itu kemarin jadi lo..."
Ruben mengelap peluh Yolan membuat cewek cerewet itu diam seketika. Ruben sedikit menarik hidung Yolan dengan sapu tangannya. "Gue yang cinta sama lo, mau jadi pacar gue?", Ruben memang terlalu frontal. "Lo yakin banget cinta sama gue, lo playboy ya!". "Gue bukan playboy. Makanya lo pacaran dulu sama gue biar lo kenal gue gimana".
"Lo tuh ngeselin banget ya. Sok keren lo"
"Mau ga jadi pacar gue?", Ruben masih tersenyum.
"Kagaaaaaaak. Puas lo", Yolan beranjak pergi. Dan Rou baru saja tiba di parkiran itu. "Hiperaktif banget sih gebetan lo", Rou memarahi Ruben sambil mengatur napasnya yang hampir habis itu. "Kalo dia sah jadi pacar gue, gue pastiin hiperaktifnya berkurang". Rou mengerutkan kening "Maksud lo?"
"Bantuin gue ya jadi pacar Yolan", Ruben membujuknya. "Bantuin gimana maksud lo?".
"Terserah lo, bilang gue ganteng kek, baik, sayang sama dia". Rou menganga mendengar percaya diri yang berlebihan itu. "Ciiih.. Pede banget lo. Seandainya pas pacaran lo jahatin dia, gimana?". "Heei, Rou. Gue itu jatuh cinta sama Yolan. Gue ga mungkin jahatin dia. Kalo buat dia sakit hati nantinya atau cemburu, itu wajar dong. Kan gue manusia", jelasnya.
YOU ARE READING
Bukan Sahabat
Teen FictionKepada kalian yang akan atau baru lulus SMA, mungkin kita sama, kita akan merindukan masa SMA itu. Cerita ini bukan tentang cinta dan persahabatan. Menurut penulis ini cerita tentang Teman Sepermusuhan. Selamat Membaca, dear!