**
Ruangan bernuansa biru gelap itu tampak temaram seperti biasanya, tirai yang sengaja ditutup rapat dan pintu kecoklatan yang seolah ikut membisu, menyembunyikan sosok yang sedang berbaring dengan posisi terbalik diatas peraduannya.
Kedua kakinya yang masih terbalut jeans hitam itu bersilangan sengaja bertumpu didinding diatas sandaran tempat tidur, salah satu lengannya tertekuk menyangga kepalanya yang masih tertutupi kupluk berwarna biru gelap nyaris hitam.
Tanpa mengenakan atasan membuat siluetnya makin tampak menggoda menunjukkan otot ototnya yang terpahat dengan sempurna, dada bidangnya bergerak dengan pelan seiring dengan hembusan nafasnya.
Mata tajam yang dihiasi bulu mata yang cukup lentik bagi seorang pria itu tampak terpejam saat menghembuskan kepulan asap dari bibirnya yang sedikit menghitam hingga menyentuh langit langit kamar. Tidak peduli abu dari batangan mematikan yang terselip diantara jemari panjangnya yang mengotori lantai disisi tempat tidurnya.
Pintu yang terbuka hingga cahaya menyilaukan dari luar membuat kesenangannya terusik, kedua matanya terbuka pelan. Menoleh, melemparkan tajam kearah siluet yang cukup berani membuka kamarnya dan kini bersandar dengan bahunya di ambang pintu seraya bersidekap.
"Ada apa?"
Suara berat kasar itu mengalun tanpa penekanan, membuat sosok yang hanya menunjukkan raut sama datarnya itu balas menatapnya dengan tenang."Kau mematikan ponselmu."
"Lalu?"
"Aku tidak bisa menghubungimu."
Mata segelap malam itu berkilat dengan tajam sebelum beranjak dari tempat tidur empuknya hingga membuat ukiran romawi kuno dipunggungnya terlihat lebih jelas."Sepertinya cukup penting."
Bisiknya melangkahkan kaki panjangnya menghampiri gadis berambut keemasan yang kini membuang tatapannya kearah lain."Kau dan aku harus kebandara, Ayah sedang menunggu."
Bisikan itu membuat langkahnya terhenti menatap gadis itu dalam dalam seolah mencari celah kebohongan dimata keemasannya."Sedang berusaha jadi anak baik?"
Ia menyeringai, kembali menghisap dalam dalam batang mematikan yang berada diantara jemarinya . Masih dengan tatapan yang tidak lepas dari sosok dengan tindik berlian dihidung mungilnya."Menurutmu?"
Bisikan pelan itu kembali mengalun, berniat menjauh dari ruangan menyeramkan yang membuat siapapun akan lebih memilih mati dari pada terjebak disana sebelum suara rendah itu kembali mengalun."Anna Sopia Grayen."
Gadis itu menoleh, masih memunggungi pria dengan garis tegas di wajahnya dan pahatan sempurna di setiap jengkal tubuhnya."Arash Stevano Grayen."
Mendengar bisikan dengan nada yang sama itu membuat seringaian di sudut bibir panas itu terlihat dengan jelas."Tunggu aku."
"I'll be waiting."
**
Seorang gadis tampak menggerakkan kepalanya menyusuri setiap sudut di bandara, ia mendesah gusar belum mendapati sosok wanita paruh baya yang sudah membesarkannya hingga saat ini.
Rambut hitam sepunggungnya tampak bergerak pelan saat tubuh mungilnya melangkah cepat kearah lain berharap segera menemukan Ibunya yang entah dimana saat ini.
"Oh Damn! Dia benar benar tampan!"
"He's really fucking hot."
"Shit! Siapa gadis disampingnya!?"
"Oh Bitch! Mungkin dia kekasihnya, mereka terlihat serasi."
"Aku tidak peduli! Aku benar benar menginginkannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Complex [COMPLETED]
Teen Fiction|| Kisah anak manusia yang hidup dalam kegilaan pelik dari benang kusut yang mengikat darah dan menjerat takdir mereka. 'Beautyfull Destiny?' 'Bullshit!' 'I'll be waiting.' || Copyright©2016 by SieraGrayen