Chapter 3 :「Distressed」

151 25 4
                                    

"Baiklah, sekarang cari kelompok kalian dan diskusikan tentang..

Diskusi. Mengapa selalu berdiskusi? Apa kau pikir dengan berdiskusi pembelajaran menjadi lebih efektif? Kau pikir setiap individu di dalam kelompok akan bekerja semua? Mustahil.

Lihat saja, bahkan salah satu di antara mereka memiliki robot untuk dipekerjakan. Dan yang lain akan bermain atau mengobrol menunggu hasil pekerjaan si robot.

Bahkan guru pun hanya diam saja ketika jelas-jelas mereka tertawa terbahak-bahak. Aku benar-benar membenci mereka.

Tanpa sadar aku meremas kertas tugasku hingga ada bagian yang sobek. Sial. Aku menelangkupkan kedua tanganku lalu memijat dahiku, frustasi. Sekarang bagaimana dengan tugasku? Jika aku tak mengerjakannya maka aku tak mendapatkan nilai.

"Aku akan sekelompok denganmu, oke?"

Aku yang sedang memijat dahiku tiba-tiba mendengar suara seorang gadis dari dekat, ku rasa aku mengenalnya. Ya, suara si gadis selai kacang. Ia pasti sedang meminta berkelompok dengan para gadis berdandan mencolok itu.

"Aku ingin sekelompok denganmu, Levi."

Tunggu sebentar. Berikan aku waktu beberapa menit untuk mencerna kalimat barusan. Seseorang menyebut namaku? Ingin sekelompok denganku? Tidak mungkin. Aku hanya sedang berhalusina..

Seorang gadis menarik tanganku hingga aku menyadari sejak tadi ia berbicara denganku. Gadis bodoh itu.

"Kau ini tak sopan sekali, dari tadi aku berbicara denganmu tapi kau malah menutupi wajahmu."

Masalah apalagi yang ingin kau buat denganku, bodoh?

"Hei, kau tak perlu merasa frustasi begitu karena tak punya kelompok. Aku akan di sini bersamamu, oke?"

Ada apa dengan gadis ini? Sebegitu besar rasa pedulinya, kah? Dan apa katanya, aku merasa frustasi karena tak punya kelompok? Anak baru ini, salah paham rupanya. Kau tak tahu, aku memang selalu sendirian, sialan. Lagipula siapa yang membutuhkan kelompok bodoh itu.

"Leviiiii, jawab aku! Kau benar-benar tak sopan! Pantas saja kau selalu sendirian dan tak mempunyai teman."

Persetan dengan mempunyai teman. Aku tak butuh mereka. Pergilah dari hidupku, selai kacang sialan.

"Leviiii.... kenapa kau diam saja? Ayo cepat kita kerjakan tugas bodoh ini..."

"Tch, berisik. Kau kerjakan dulu bagianmu, jika sudah selesai berikan padaku."

Gadis bodoh itu terdiam agak lama. Ada apa dengannya? Jangan katakan jika dia sedang menahan buang air besar.

"A-ano, aku tidak bisa mengerjakannya, kau mau mengajari-"

"Tidak." Spontan, aku menolak. Kau bercanda? Aku mengajari seseorang? Lebih baik aku mengepel seluruh lantai di sekolah ini.

"Haaaaa, kau jahat sekaliiiiii..." teriaknya.

Seketika kelas menjadi hening dan semua pandangan tertuju pada kami. Aku dan gadis bodoh ini.

"Apa yang kau lakukan padanya, Ackerman?" Tanya guru padaku.

"Senseiiii, Levi tak mau mengajariku, padahal aku tak mengerti sama sekali. Bukan kah, dia sangat kejam?"

Gadis sialan ini.

"Levi, ajarkan dia. Dan ingat, kau harus lebih akrab dengan semua teman kelasmu."

Kenapa? Aku selalu mencoba untuk menjadi tak terlihat. Kenapa guru itu bahkan tahu jika aku tak mau berteman? Jadi selama ini dia memperhatikanku? Peduli padaku? Dan apa yang salah dengan kesendirian? Aku benar-benar.. argh, aku harap aku segera lulus dari kehidupan sekolahku ini.

-

Saat ini sedang istirahat dan aku berada di atap. Ucapan guru tadi terus terngiang di otakku. Sepenting apa sebenarnya bersosialisasi itu? Saling membutuhkan bantuan orang lain? Bukan kah menjadi mandiri lebih baik? Aku benar-benar tak mengerti dengan apa yang orang-orang berjiwa sosial itu pikirkan.

"Levi, maafkan aku telah membuatmu dimarahi oleh guru." Lagi-lagi gadis bodoh ini datang, ia menyodorkan minuman berkaleng kepadaku. Aku hanya mengabaikannya.

"Levi, kau marah? Ah, gomen, aku tak tahu jika kau tipe orang yang penyendiri. Sangat penyendiri, ku rasa."

Lalu apa pentingnya bagimu mengetahui jika aku tipe orang penyendiri? Kau mau membicarakanku dengan gadis-gadis itu, bukan? Lakukan saja. Aku sudah terbiasa mendengarnya.

"Aku akan menghilangkan ekspresi dinginmu itu dan membuatmu mudah berteman dengan siapa pun!"

"Tida-"

"Levi, kau harus dapat beradaptasi di kelas. Jika hal buruk terjadi padamu dan kau tak memiliki satu pun teman, siapa yang akan menolongmu, huh?"

Hal buruk? Kenapa ucapan gadis bodoh ini membuatku sedikit takut? Dan bukan kah itu terdengar seperti memanfaatkan seseorang?

Berteman hanya untuk memanfaatkan kelebihan seseorang. Aku sudah sering melihatnya. Tapi ku rasa gadis selai kacang ini memang tulus membantuku, ah, maksudku, dia benar-benar bodoh.

Lihatlah wajahnya sekarang yang sedang memohon-mohon padaku. Apa yang sebenarnya ia harapkan? Jika dia membantuku untuk bisa berteman dengan orang lain, ia tak akan mendapatkan keuntungan apa pun. Dan lagi, seandainya aku menjadi seorang penghianat, maka aku akan meninggalkannya dan yang ia dapatkan hanyalah kerugian berupa kehilangan seorang teman, yaitu diriku.

Tunggu, barusan aku menganggapnya sebagai teman? Argh, kenapa aku jadi memikirkannya sejauh ini?

"Jadi, Levi, ijinkan aku membantumu untuk dapat berteman, oke?" Mata gadis itu berbinar-binar--yang malah terlihat melas bagiku.

"Terserah." Jawabku malas menanggapinya dan berlalu pergi.
.
.
.
.
.
.
.
.
To be continue..

Call Your NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang