Kita

49 2 2
                                    

Kita mengamati dari jauh butiran salju yang turun dari langit. Jatuh dengan anggun seperti bulu bidadari. Menyapa lembut hamparan putih di bawahnya.

Kita suka. Kita sangat suka musim ini. Dingin yang menusuk seakan membangunkan mayat dari tidurnya. Putih yang menghampar dari ujung hingga ujung. Rasa beku yang mungkin dapat mengukung sepanjang siang.

Namun itu hanya angan Kita. Semua yang ia impikan untuk terjadi. Seperti saat ini.

Kita melihat proyektor hologram 3D berukuran 3×2 meter itu dengan adrenalin terpacu. Lihatlah salju itu! Begitu lembut untuk ditangkap. Begitu rapuh untuk digenggam. Lihatlah putih itu! Putih yang suci membasuh dunia. Menghamburkan cahaya penuh pelita.

Terlebih lagi ketika mata kita menangkap bayangan yang sangat dikenalnya. Kegirangan Kita memuncak. Ia tidak sabar menantikan melihat cahaya matahari yang terpantul dari salju yang menghampar di ketinggian 10 meter lebih.

"Aku mau ke sana!" Pekik Kita semangat.

Beberapa perawat yang melewati ruang rawat Kita sempat terkaget. Lelaki itu pun juga sama. Lelaki yang menginap di ruang rawat Kita sejak semalam itu bahkan sempat hampir terlonjak di kursinya. Ia sedari tadi memperhatikan binar bahagia Kita sembari tersenyum. Ia tak menyangka video yang dibawanya dapat membuat semangat Kita kembali menggebu. Dengan sayang ia mengusap kepala Kita.

"Kalau begitu, kamu harus giat belajar. Biar nggak nyusahin orang lain untuk ke sana."

Kita cemberut mendengar balasan orang itu. Setahun tidak bertemu malah membuat orang ini semakin menyebalkan.

"Kakak nyebelin!"

"Lah, dia marah. Maaf deh..."

"Humph... " Suara itu terdengar tatkala Kita menggembungkan pipinya.

Kita memang memiliki pipi yang tembam. Matanya yang besar nan cerah semakin membuatnya imut. Ditambah lagi kulit langsat khas asia. Rambutnya bergelombang cokelat.

Jangan tertipu!

Kita adalah anak yang tomboy. Dia sangat aktif dan berani. Keberaniannya bukan dalam bentuk berbicara di depan umum -itu malah salah satu kelemahannya. Ia sangat berani memanjat tempat-tempat tinggi. Hampir setiap pohon di halaman rumahnya sudah ia panjat.

Dua malam lalu Kita mencoba memanjat pohon kelapa yang berada di sudut gang rumahnya. Karena tidak ada cekungan untuk berpegangan, pada meter ke tiga Kita terjatuh. Dan di sinilah dia sekarang. Ruang rawat inap melati dibRumah Sakit Embun Pagi. Kakinya yang-untunglah -hanya patah dibalut gips.

Sebenarnya pagi hari setelah ia jatuh, kakinya masih tidak apa-apa. Tapi kemudian Kita mencoba memanjat pohon itu untuk kedua kalinya dan terjatuh lagi.

Mendengar Kita sakit Dia, kakak Kita, langsung kembali ke Rumahnya setelah satu tahun bersekolah di luar negeri sambil menangis mengkhawatirkan adiknya.

Kita memang anak yang aktif. Dan Kita juga aktif dalam menangis dan membuat orang menangis.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 01, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Merry Go RoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang