Fio_ One

10 5 0
                                    

Aku memandang gerbang didepanku, gerbang sebuah sekolah menengah atas dimana hampir 3th menjadi tempatku menimba ilmu.

Kalo kalian bertanya siapa aku? Aku hanyalah gadis SMA biasa dengan tubuh kurus yg mempunyai kulit putih dan rambut coklat panjang yg lurus sepunggung yg sering kupaikan jepit jepit lucu ataupun bando warna warni.

Aku bukan termasuk golongan murid  populer yg suka nongkrong gajelas di kantin bukan juga golongan nerd yg sukanya di pojokkan kayak toilet. Aku berada diantara mereka, seseorang yg tidak akan di kenal setelah lulus.

Melangkahkan kaki seirama, aku mulai membayangkan apa yg harus kulakukan setelah lulus nanti. Aku memang bermimpi bisa menjadi chef yg bisa memasak di dapur restaurannya sendiri tapi untuk mencapai semua itu apa aku bisa melanjutkan studi ke Italy dan meninggalkan dia disini.

Dia adalah Fabian Anggara. Seorang lelaki yg telah mengunci hatiku hanya karena sebuah sapu tangan biru yg dia berikan padaku saat aku terluka. dimana orang lain hanya bersikap tak acuh padaku, dia dengan senyum indahnya berlutut sembari memberikan sapu tangannya.

Aku mempercepat laju langkah kakiku saat kelasku mulai terlihat. Karena hal pertama yg kuinginkan sedari menginjakkan kaki di sekolah adalah meletakkan tas yg beratnya hampir mengalahkan tas orang bepergian. Percayalah beban murid kelas 3 itu bukan hanya di otak tapi juga di otot yg harus memikul begitu banyak buku dan puluhan lembar soal latihan.

"Fioooo "

Kutolehkan kepalaku kebelakang, disana terlihat seorang gadis sedang berlari menghampiriku.

Dia adalah Mentari Indah, gadis manis berlesung pipi yg mempunyai rambut sebahu. Dia adalah teman sekelasku yg merangkap menjadi sahabatku sejak kelas 1SMA. Meski aku lupa bagaimana kami bisa menjadi sahabat.

"Hosh.. hosh.. Fio tunggu Fi hosh hosh.. " ucap Tari yg sudah berdiri dihadapanku.

Segera kuambil botol minum dari dalam tasku dan kuserahkan padanya.

"Wah, makasih Fioo."

"Makanya gausah lari lari bel masuknya juga belom bunyi kok." Ucapku sambil mencubit pipinya

"Hehe biar masuk kelasnya bisa barengan sama kamu, yuk!"

Sesampainya dikelas kuedarkan pandanganku untuk mencari tempat duduk dan...

Gotcha ketemu

Kutarik lengan Tari agar mengikutiku ke deret keempat baris nomer tiga dan empat. Disana sudah ada dua lelaki yg selama ini sudah kita klaim menjadi teman dudukku dan juga Tari.

"Hai cello.." sapaku pada lelaki di baris ketiga.

Dia adalah Marcello Orion, lelaki berwajah baby face yg menjadi temanku karena memiliki perasaan lebih kepada Tari. Dia hampir selalu menempel didekat Tari dimanapun kami berada *such a annoying boy* sehingga lama kelamaan teman Tari menjadi temanku juga.

"Hallo princess Tari.. " ucap Cello melenceng.

Plakk

"Aww, apaan sih! Kalo aku jadi bego gimana ?" Cello mengusap kepalanya sambil menggerutu.

"Emang kapan kamu pinter?" Tanyaku sebal "lagian aku nyapa bukannya di jawab malah sok sok.an cari muka ke Tari, jijik tau!"

" Terserah aku dong, sirik aja."
" Tar, sini duduk mau bel masuk tuh.." Ucap Cello dengan muka songong ke aku dan muka imut ke Tari.

Sialan dasar muka bayi

Menghela nafas perlahan, kuputuskan untuk segera duduk di barisan keempat. Karena daripada terus terusan sebal dengan si Cello yg hanya memberi dampak negatif mending juga ngeliatin lelaki tampan sebelah aku yg pastinya memberi dampak double positif.

Setelah meletakkan tas di meja, kusanggah kepalaku dengan tangan kiri sambil menghadap ke arah lelaki tampan sebelahku. Lelaki yg telah menjerat hatiku selama ini. Meski aku tak tau bagaimana perasaannya aku akan tetap berada sisinya toh *cinta datang karena terbiasa*

"Hai hubby."

"Hm"

"Hubby udah makan?"

"Hm"

"Hubby udah ngerjain pr?"

"Hm"

Astaga cowok ini, untung sayang coba kalo engga udah pasti dapet tabokan cantik dari tanganku.

"Hubby udah... " Kalimatku terpotong oleh cerocosan Cello yg secara tiba tiba

"Pliss Fio berisik, gausah ganjen deh pagi pagi. Kasian telinga Bian dong terkontaminasi sama suara jelek kamu!"

"Gausah re... "

Kringg kringg

"Sek... " Ucapku yg terpotong oleh suara bel masuk.

Kulirik Cello yg sedang tersenyum mengejek kearahku. Andaikan bel belum berbunyi kupastikan kepala Cello mendapat jitakanku.

Setelah pelajaran menyiksa selama tiga jam, waktu istirahatpun tiba. Kuambil kotak bekal di dalam tas.ku yg berisi beberapa pancake untuk kumakan bersama. Kucolek bahu Cello juga Tari agar menoleh.

"Hubby, Tari, Cello makan bareng yuk aku bawain banyak pancake loh." Ucapku seraya tersenyum kepada mereka

"Buat sendiri?" Tanya Tari

"Iyaa dong, kan aku harus pinter masak supaya hubby Bian makin sayang." Jawabku sambil mengedipkan mata ke arah Bian.

"Lumayanlah bisa dimakan." Ucap Cello yg tanpa malu langsung mengambil 2 pancake sekaligus.

"Enak kok, makasih yaa." Ucap Bian singkat dengan senyum.

Aku mengangguk menanggapi ucapan Bian. Menurutku dia mau memakan makananku saja sudah membuat hatiku senang apalagi bila di tambah dengan komentar singkatnya ini astaga hatiku mau meledak rasanya.

"Em, Fio nanti jd pulang bareng?"

"Jadi dong Tar, tapi ntar temenin aku cari sesuatu dulu yaa?"

"Iyaa."

"Sip deh, dan Cello gaboleh ikutan!!" Ucapku judes memelototi Cello yg mau bicara sesuatu.

"Ih Fio belom jg ngomong apa apa.."

"Bodo, udah terlihat jelas apa yg mau kamu omongin."

Setelah perdebatan kecil tadi. Aku membereskan kotak bekal yg isinya telah habis dan memasukkannya kedalam tas. Kulirik Bian yg sedang mengeluarkan buku untuk pelajaran selanjutnya. Dan kembali duduk dengan tenang.

Aku mengikuti apa yg Bian lakukan. Dan mumpung guru selanjutnya belom datang, kugunakan kesempatan itu untuk memandangi calon masa depanku dengan penuh cinta.

Oh Tuhan betapa aku menyukai makhluk ciptaanmu ini...

Tbc

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 24, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

(un)Perfect journeyWhere stories live. Discover now