"Cieeee Hani jadian sama Ryan"
"Harus traktir pokoknya. Titik"
Candaan yang ditujukan pada Hani itu sukses membuat teman dekat Vaya dan Nadine tersipu malu. Walau Hani masih menyangkal kenyataan bahwa dirinya memang sudah resmi menjadi pacar dari Ryan.
Nadine yang melihat Vaya berusaha bercanda dengan Hani, hanya tersenyum miris mengetahui bahwa teman dekatnya itu tengah menyembunyikan perasaannya yang sesungguhnya. Nadine harus mengakui bahwa acting Vaya memang bagus. Untuk mendukung aksi 'menyembunyikan perasaan sebenarnya' yang dilakukan Vaya, Nadine ikut-ikutan bercanda dengan Hani yang terus mengelak dengan wajah yang sudah merah padam.
"Kalian apaan sih, ngga ada yang mau traktir kalian, ngga ada yang jadian juga" elak Hani.
"Udahlah Han, jangan ngelak terus" timpal Nadine.
"Iya nih, pokoknya harus traktir. Apalagi gue yang jadi Mak Comblangnya" sambung Vaya yang membuat Nadine dan Hani tertawa.
'Mak comblang yang terjebak niatnya sendiri' batin Nadine.
***************
Langit terlihat begitu mendung. Tidak secerah hari biasanya. Namun, suasana masih terasa panas yang membuat keringat terus bercucuran. Beberapa murid kelas XI-2 yang sedang duduk manis dibangku masing-masing berusaha mengipasi dirinya sendiri dengan alat seadanya. Seperti menggunakan buku, yang tengah dilakukan Nadine contohnya.
Dengan tenang, Nadine sibuk mengipasi dirinya menggunakan buku. Guru Matematika yang seharusnya mengajar hanya memberikan tugas karena harus pergi menjemput anaknya disekolah.
Tiba-tiba, Nadine teringat akan permasalahan yang dialami teman sebangkunya, Vaya.
"Jadi gimana, Vay?" Tanya Nadine, to the point.
Vaya yang tengah mencoret-coret bukunya menegakkan tubuhnya. Menghirup oksigen dan menghembuskannya dengan kasar. Lalu, ia menolehkan kepalanya untuk menatap Nadine.
"Ngalah aja deh"
Nadine tidak terkejut sama sekali. Ia sudah menduganya. Vaya tidak akan sejahat itu untuk merebut Ryan yang sekarang menjadi pacar sahabatnya sendiri. Walau kemungkinan besar laki-laki itu masih menyimpan rasa pada Vaya. Siapa yang tahu, bukan?
"Lagian masih ada yang lain" ucap Vaya.
Pada akhirnya, Vaya memilih untuk mengalah. Lagi pula, perasaanya pada Ryan belum tentu benar adanya. Mungkin ia hanya sebatas terbawa perasaan karena sikap laki-laki itu yang terlalu perhatian padanya. Ia pun tidak mau jikalau hubungan pertemanannya dengan Hani akan kandas begitu saja hanya karena kenyataan bahwa dirinya terperangkap pada perjodohan yang dibuatnya. Vaya lebih memilih untuk membuang jauh-jauh perasaannya pada Ryan.
Merelakan Ryan untuk bersama dengan Hani.
Vaya memang sedikit jahat pada Ryan karena telah menolak mentah-mentah perasaan laki-laki itu dan malah menjodohkannya dengan teman dekatnya sendiri. Vaya menyadari itu. Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Semuanya sudah terjadi. Ucapannya atau yang bahkan bisa disebut sebagai janjinya pada Hani untuk menjodohkannya dengan Ryan sudah terucap dari mulutnya sendiri. Vaya tidak mungkin tidak menepatinya.
"Makanya, kalo ngomong hati-hati, Vay" saran Nadine.
Vaya menatap Nadine dengan sebelah alisnya yang terangkat.
"Berarti emang bener ya, kalo kita mau comblangin seseorang itu kita nya juga ikut terlibat" ucap Nadine yang disambut kekehan dari mulut Vaya.
Semuanya berakhir. Mengalah dan merelakan adalah dua hal yang dipilih Vaya. Karena hanya dua hal itulah yang bisa dilakukannya. Demi menyelamatkan hubungan pertemanannya agar tidak rusak. Perasaannya yang mungkin tidak mungkin menyukai Ryan bukanlah hal yang salah. Karena perasaan memang tidak pantas untuk disalahkan. Niat baiknya untuk menjodohkan Ryan dengan Hani pun bukanlah sesuatu yang salah meskipun Vaya harus mengorbankan hatinya yang menyimpan perasaan pada Ryan.
Itu semua bukanlah sesuatu yang diinginkan oleh Vaya. Semua terjadi akan kehendak Tuhan. Yang perlu dilakukan adalah menjalaninya dan menanggung konsekuensi yang ada. Mengalah bukan berarti menyerah. Namun mengalah berarti merelakan bagi seorang Kavaya Shabila.
***************
Hari demi hari berlalu seiring berjalannya waktu. Perasaan Vaya terhadap Ryan sudah hilang bagai terbawa angin. Benar dugaannya. Ia hanya terbawa perasaan karena Ryan yang selalu memberikan perhatian lebih padanya. Vaya bersyukur karena dirinya tidak memilih pilihan yang salah dengan memutuskan untuk mengorbankan perasaannya. Perasaan yang tidak berarti apa-apa.
Bicara soal perasaan, Vaya teringat akan perasaannya pada seseorang yang sudah lama ada dihidupnya. Cinta pertamanya. Seseorang yang selalu membuat jantungnya berdegup kencang saat berada didekatnya. Seseorang yang selalu membuatnya terbang keatas awan. Dan juga, seseorang selalu menyakitinya.
Vaya tersenyum miris mengingat sosok itu.
Bagaimana bisa dia masih terus berharap pada orang yang sudah pernah menyakitinya? Tunggu. Vaya masih berharap? Entahlah. Vaya sendiri bahkan tidak tahu bagaimana perasaannya pada orang itu. Dan bagaimana perasaan orang itu terhadap Vaya. Semuanya masih abu-abu.
Lo mau balikan sama gue?
Gue masih sayang sama lo
Dua kalimat itu selalu saja terngiang di otak Vaya. Membuat dirinya semakin diliputi kebingungan. Sampai sekarang, ia belum menjawab pertanyaan dan pernyataan dari orang itu. Itu semua karena dirinya yang masih belum siap disakiti untuk yang ke sekian kalinya. Ia masih belum siap jika hatinya yang sudah penuh luka itu harus menerima luka lagi. Luka yang dilakukan oleh orang yang sama.
"Udahlah Vay, lo jangan ngarepin Rehan lagi. Belum tentu juga dia ngarepin lo. Bisa aja kan dia peduli cuma karena kasian sama lo yang notabenenya adalah temen deket sejak SD. Udah cukup lo disakitin terus!"
Ucapan Hani, teman dekat Vaya yang mengetahui kisah lika-liku Vaya dengan Rehan terngiang di kepala Vaya. Senyum miris tersungging di bibir gadis itu. Ucapan Hani memang benar adanya. Ia memang pernah berpikir seperti itu. Berpikir bahwa Rehan hanya kasihan padanya. Semua perlakuan Rehan padanya yang sangat manis itu hanya sebatas karena 'kasihan'.
Tapi, pernyataan Rehan yang mengaku masih menyayanginya serta permintaan laki-laki itu untuk kembali menjalin hubungan yang kandas antara dirinya dan Rehan membuatnya sempat melupakan kemungkinan kecil bahwa Rehan hanya kasihan padanya.
Yang pasti, Vaya tidak mengerti dengan perasaannya terhadap Rehan. Hatinya masih belum siap untuk menerima goresan luka lagi. Ia masih belum yakin dengan pernyataan Rehan yang masih menyayanginya. Takut semuanya hanya bohong semata. Takut jika ia kembali menjalin hubungan dengan Rehan, hatinya akan kembali tersakiti. Menambah luka baru diantara luka lama yang tak kunjung sembuh.
[a/n] Vote and comments please~ See you in the next chapter!
KAMU SEDANG MEMBACA
EVERYTHING IS GREY
Teen FictionHanya tentang bagaimana memiliki perasaan yang kerap kali menimbulkan luka dan bagaimana perjuangan melupakan tanpa harus kembali bertahan. [Based On True Story]