.
.
.
"Jisoo?"
"Oh, Seungcheol." Setelah memberikan senyuman manisnya, Jisoo kembali menatap ke depan dan meletakkan buku-buku di tangannya ke rak besar di hadapannya. Seungcheol perlahan berjalan menghampiri Jisoo dengan matanya yang tidak pernah lepas memandangi wajah manis Jisoo yang selalu berhasil meneduhkan hatinya.
"Sejak kapan kau jadi petugas perpustakaan?" tanyanya setelah berada di samping Jisoo.
"Tadinya aku hanya ingin mengembalikan buku, tapi Ny. Jung sepertinya kerepotan mencatat buku baru yang masuk. Jadi, aku menawarkan bantuan untuk menaruh buku-buku yang telah dipinjam ke tempatnya semula." Jawab Jisoo tanpa menatap Seungcheol dan masih sibuk dengan buku-bukunya.
"Kau tidak datang ke lapangan. Aku menunggumu." Jisoo tertawa kecil lalu menatap Seungcheol sejenak.
"Menungguku? Menunggu Jihoon maksudmu?" Jisoo berbalik dan mendorong kereta dorong kecil yang mengangkut buku-buku pinjaman ke tempat lain.
"Ya biasanya kan aku menunggu Jihoon bersamamu...." Seungcheol mengikuti dari belakang.
".....saat kau sedang menunggu Wonwoo juga." Tambahnya. Langkah Seungcheol berhenti saat Jisoo yang ada di depannya juga berhenti. Sementara Jisoo ber-hmm-ria merespon ucapan Seungcheol.
"Lalu, kenapa kau bisa sampai disini? Kau kan paling tidak suka dengan perpustakaan, karena menurutmu tempat ini membosankan."
"A-Aku..." Seungcheol gelagapan. Tidak mungkin kan dia bilang ke Jisoo kalau dia sudah mencari Jisoo ke seluruh penjuru sekolah termasuk ke atap, taman belakang sekolah, bahkan kamar mandi untuk menemukannya sebelum dia ingat kalau tempat yang paling tidak disukainya ini adalah kemungkinan terbesar menemukan Jisoo, yang justru sangat menyukai tempat yang kelewat tenang dan sepi ini.
"Ah!"
"Kenapa?" Tanya Seungcheol yang melihat ekspresi Jisoo dengan dahi mengerutnya.
"Bukunya terletak di atas. Terlalu Tinggi. Aku tidak sampai." Jisoo menatap buku di tangannya dan rak paling atas secara bergantian.
"Cheol-ah, tolong ambilkan tangga di dekat pintu masuk ya. Kau kan punya otot yang besar dan tenagamu juga lebih kuat daripada aku." Jisoo memiringkan kepalanya, menatap Seungcheol dengan senyuman super manisnya dan jangan lupa kedua tangannya yang disatukan seperti memohon. Oh sungguh demi apapun, jangankan tangga, bahkan ia rela membawakan bendera di halaman depan sekolah bersama tiangnya yang mencapai 20 meter kalau melihat tatapan manis (menggoda) Jisoo seperti ini (?). Namun, sepertinya Seungcheol punya rencana (modus) yang lebih baik daripada menuruti permintaan Jisoo. Seungcheol pun berjongkok di depan rak bertinggi 3 meter di depannya.
"Cheol? Kau sedang apa?" Jisoo menaikkan sebelah alisnya melihat tingkah Seungcheol.
"Naiklah ke pundakku. Aku malas harus jalan kesana."
"Ta-Tapi aku berat."
"Sudah cepat naik. Seperti yang kau bilang. Aku itu kuat." Karena Seungcheol yang terus mendesak, akhirnya Jisoo dengan ragu melingkarkan kaki jenjangnya di sekitar pundak Seungcheol.
"Pegangan."
"Eh, pegang apa? Kyaa!"
"AAKH!" Jisoo refleks menjambak rambut Seungcheol dengan kedua tangannya saat Seungcheol mulai berdiri.
"Jisoo rambutku!"
"Turunkan aku, Cheol-ah! Aku takut!"
"Tidak-ah-apa. Jangan jambak rambutku, Soo! Aku tidak akan membiarkanmu jatuh. Percaya padaku." Perlahan, Jisoo membuka matanya yang sedari tadi tertutup. Ia melonggarkan genggaman tangannya di rambut Seungcheol dan mulai tenang.

KAMU SEDANG MEMBACA
TEMAN
FanfictionApakah Seungcheol dan Jisoo merasa cukup hanya sebagai 'teman'? (Cheolsoo-Jicheol-Wonsoo)