Beberapa bulan berlalu, kini Shikamaru dan Ino sedang berjalan menuju sebuah cafe di salah satu mal untuk mengisi perut mereka di jam makan siang. Saat sampai di kursi yang mereka tuju, ada pelayan yang datang untuk memesan makanan pelanggannya. Dengan segera Ino membuka buku yang berisi makanan dan minuman yang dibuat oleh cafe itu dengan semangat. Setelah dirasa cukup, pelayan itu pamit lalu pergi meninggalkan mereka.
Shikamaru yang memesan wajah heran membuka suaranya. "Ino, kenapa kau mengajakku kesini? Bukankah lebih baik kita makan siang di rumah? Kasihan Kaa-chan dan Kaa-san."Ino tersenyum. "Jangan menjauhkan nenek dari cucunya, Shika-kun! Mereka sendiri kan yang minta," jawab Ino santai. Shikamaru merasakan maksud aneh Ino. "Ia pasti merencanakan sesuatu," innernya.
Setelah pesanan datang, mereka makan tanpa bersuara. Baru setelah mereka menghabiskan hidangan masing-masing, Ino mengawali sebuah kalimat perintah. "Katakan siapa yang kau maksud seseorang yang mengingatkanmu pada langit!"
Shikamaru speechless. Ia ingin tertawa keras. Namun, hal itu ia tahan. Ia tidak ingin membuat Ino mengomelinya lagi. Sudah cukup ia diomeli setiap hari karena masalah sepele, menurutnya. Ia ingin menjadikan momen ini romantis sedikit.
"Pikir saja sendiri!" Perintahnya balik. Ino cemberut. "Katakan kepadaku Shika atau kau tidak akan dapat jatahku!" Kata Ino tidak mau kalah. Shikamaru paham apa yang dimaksud jatah oleh Ino. Jika ia tidak dapat malang nasibnya. Oh, Kami-sama! Inikah cobaan orang yang jatuh cinta?
"Tentu saja kau," kata Shikamaru memberi jawaban kepada Ino. "Benarkah? Eh, arigatou, Shika," sahut Ino dengan gembira dan mata berbinar. Shikamaru hanya mengangguk. "Tidak jadi kan hukumannya?" Tanyanya. "Jadi, jika kau tidak menjelaskan alasannya kepadaku," jawab Ino serius. "Mendokusai!" Keluh Shikamaru dengan kata keramatnya. "Ayo, katakanlah!" Desak Ino.
"Karena matamu sebiru langit," kata Shikamaru. Ino masih setia mendengarkan dan rasa ingin tahunya. "Karena kau langit kau menopang segalanya dan tempat terjadinya dua waktu yang penting bagi manusia. Siang dan malam. Langit adalah kubah besar yang melindungi bumi di bawahnya. Tuhan Maha Adil. Dia menciptakan Bumi dan langit untuk manusia. Lalu gunung-gunung dan yang lainnya," kata Shikamaru.
Ino termenung. Meresapi kata-kata Shikamaru yang memuat banyak pengajaran di dalamnya.
"Namun, apa kau tahu gunung dapat dikalahkan?" Tanya Shikamaru menguji Ino. "Ya. Gunung dapat dikalahkan dengan besi, lalu api, air, dan angin. Kemudian yang terakhir adalah manusia," jawab Ino yakin. Shikamaru tersenyum,"Kau benar. Namun, kau tahu kenapa gunung yang kokoh dapat dikalahkan?" Tanya Shikamaru lagi. "Karena segala sesuatu punya kelemahan masing-masing," jawab Ino.
Shikamaru menghela napas. "Kau tidak salah tapi kurang tepat." Ungkapnya. "Maksudmu?"
"Gunung, besi, api, air, angin dapat dikalahkan karena mereka tidak dapat memikul amanah Kami-sama, yaitu cinta," jawab Shikamaru. Ino tercengang. Ia tidak menyangka selain kepandaian Shikamaru dalam bidang akademik, di bidang spiritual dan filsafat juga tidak kalah hebat juga.
"Di awal zaman, gunung-gunung bersatu dengan langit, bergetar hebat. Lalu runtuh dan hancur berkeping-keping. Mereka tidak dapat memikul beban berat, yaitu cinta. Setelah itu, gunung-gunung itu berubah menjadi pantai pasir yang luas. Padang pasir."
"Besi dapat dileburkan oleh api menjadi lelehan yang akan dibentuk menjadi sesuatu yang baru lagi. Api dapat dipadamkan dengan air. Air dapat dikalahkan dengan angin. Dan, angin hanya dapat dikalahkan oleh cahaya. Cahaya itulah refleksi cinta. CintaNya Kami-sama kepada hambaNya. Cinta para pecinta yang tak berlidah kepada kekasihnya. Cinta Sang Bumi kepada Langitnya. Karena cinta yang mengubah segalanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
99 Selamat Datang untuk Cintaku
FanfictionPerjalanan cinta Yamanaka Ino dan Nara Shikamaru yang dipenuhi oleh berbagai intrik akibat ramalan leluhur yang membuat mereka tidak bisa bebas layaknya orang lain. Hingga takdir yang menghancurkan kepercayaan orang tua mereka terjadi. "Ramalan itu...