Ini dia, cerpen pertamaku yang juga telah memenangkan lomba dari salah satu ekstrakulikuler di IPB (walau ga juara 3 besar sih, hehe)
Tinggalkan jejak ya kalau sudah dibaca ;)
Bayang-bayang Kakakku
“Kamu itu harus belajar! Coba lihat kakakmu itu. Gara-gara dia pintar, dia dapat beasiswa di luar negri. Nah kamu?” kata papa membentak ketika melihatku masih sibuk menggambar.
“Sya,kamu dengar tidak? Kamu itu tidak sopan ya, papa lagi ngomong kamu malah asik main game. Dasar anak kurang ajar.” Seketika itu juga kemarahan papa memuncak setelah aku tak acuh terhadap omongannya.
“Terserah papa mau ngomong apa. Ini Marsya dengan kehidupan Marsya sendiri, bukan Marsya sebagai bayangan kakak!” kataku sambil meninggalkan laptopku dan pergi keluar rumah unutk menghilangkan kejengkelanku.
Bosan diriku, kalau setiap hari hanya kakak, kakak, dan kakak. Aku benci kakak. Aku berharap tidak mempunyai kakak seperti dia. Kakak selalu lebih dimata orang. Kakak lebih cantik, pintar, dan menarik, sedangkan aku? Mungkin tidak sampai 5 kali aku mendapat prestasi.
***
Hari ini, kakak libur musim panas dan akan berlibur ke Indonesia. Sungguh penyambutan yang berlebihan menurutku. Papa sampai menambah para pekerja rumah sementara untuk membereskan rumah. Aku sama sekali tidak dipedulikan. Sungguh, hanya kakak, kakak, dan kakak. Mungkin keluargaku tidak pernah mengharapkan kelahiranku.
“Hai Marsya!! Apa kabar? Bagaimana prestasimu di sekolah? Bagus kah?” kata kakak sesampai di rumah.
“Bagus bagaimana? Lihat saja dia hanya bisa mendapatkan peringkat 5 di kelas. Masih jauh dengan kamu.” Kata papa menyela.
“Makanya dek, klo mau seperti kakak, kamu harus belajar giat.”
“Kakak terus yang papa puji. Kapan papa memuji hasil kerja kerasku. Aku memang tidak bisa sesempurna kakak. Aku memang tidak bisa sepintar, secantik, dan semenarik kakak. Tapi aku mau jadi diriku sendiri. Aku engga mau hidup dalam ayang-ayang kakak.” Kataku setengah menjerit karena tak kuat menahan amarah yang selama ini memendam di hatiku.
“Diam kamu!!! Sekarang kamu pergi ke kamar! Dan jangan ganggu kakakmu yang baru saja sampai!” teriak papa. Saya berlari kecil menuju kamar. Kukunci kamar. Rumah menjadi hening dan tegang seketika.
Tok..tok..tok..
Suara ketukan pintu kamarku.
“Siapa?” tanyaku sambil sebisa mungkin menahan isakku.
“Ini kakak, dek.”
“Mau apa lagi kakak? Hah? Mau pamer kepintaran dan kelebihan kakak lagi? Bosan aku kak! Aku sudah tahu kok kalau kakak sempurna, jadi engga usah pamer segala. Apa elum puas dengan pujian yang dieluk-elukan papa setiap saat? Mending kakak pergi!!!”
“Kakak akan pergi sebentar lagi, tapi kakak cuma ingin beritahu kamu kalau sebenarnya kakak ini tidak sesempurna yang kamu bayangkan. Malah, jika boleh memilih, kakak lebih ingin menjadi kamu. Kakak sayang kamu, dek!”jawab kakak. Kudengar derap langkah ringan menjauh dari kamarku. Ringan, ringan, dan semakin ringan hingga lenyap.
Aku tidak tahu apa maksud kakak. Tapi, itu hanya akal-akalan kakak saja biar aku ikutan memuji-muji kehebatan bahkan kebaikkan kakak. Dasar orang cerdik! Tapi sayangnya aku tidak akan bisa diohongi.