Pertemuan Pertama

230 3 0
                                    

Rose

"Katanya dia tampan lho!."
"Sudah pasti tampan, Big Boss kita aja wajahnya tampan apalagi anaknya yang masih muda."
"Dia lulusan universitas ternama dari luar negeri"

Begitulah kasak kusuk para karyawati yang membicarakan calon bos baru kami, putra big boss. Rendy Wijaya putra tunggal Radith Wijaya akan menggantikan ayahnya memimpin perusahaan tempatku bekerja. Dia baru pulang dari menempuh pendidikan di luar negeri. Hari ini dia baru pulang dan ayahnya akan langsung memperkenalkan di kantor. Kenapa sepertinya aku tau banyak tentang dia? Aku tersenyum miring. Ya, aku memang tau tentang dia meski kami belum pernah bertemu.

"Hahh..." lagi-lagi aku mendesah. Kulirik jam tanganku lalu merosot di tempat dudukku. Seharusnya hari ini aku ikut menjemput Tommy di bandara. Tommy, kakakku satu-satunya yang sudah sangat kurindukan hari ini pulang setelah menyelesaikan kuliahnya di london. Tapi, karena acara perkenalan bos baru yang mendadak ini maka aku tidak jadi pergi. Bisa saja aku minta ijin untuk pergi, pak Radith pasti memberi ijin. Namun karena posisiku sebagai sekertaris maka aku harus ada hari ini. Mana mungkin aku tidak mengenal bos baruku di hari pertamanya di perusahaan. Tidak etis bukan jika sampai hal itu terjadi.

Suara derap kaki dan bisik-bisik para karyawan membawaku kembali dari lamunan. Aku menoleh pada sumber suara, dan di sana aku melihatnya. Seorang laki-laki dengan pakaian santai celana jeans dan kemeja putih. Berjalan beriringan dengan pak Radith menuju ruanganya. Sepanjang perjalanan pak Radith terus memperkenalkanya pada beberapa karyawan. Memang tidak ada acara perkenalan secara resmi. Pak Radith bilang itu permintaan putranya. Karena itu hari ini beliau hanya mengajaknya berkeliling dan memperkenalkan pada beberapa karyawan.

Langkah mereka semakin dekat ke arah ruang kerja pak Radith. Dan itu berarti juga semakin dekat dengan tempatku. Entah kenapa detak jantungku pun semakin cepat. Pandanganku tak lepas dari mereka. Bukan, pandanganku tak lepas dari calon bos baruku. Aku merasa gugup, mempersiapkan diri menunggu saat kami diperkenalkan. Aku merasa gugup, menanti dia melihat ke arahku.

Rendy

Aku mengikuti papa berjalan memasuki gedung perusahaan yang sebentar lagi akan aku pimpin. Sepanjang perjalanan menuju ruang kerjanya papa mengenalkanku pada beberapa karyawan. Semakin mendekati ruang kerja papa, aku merasa ada yang memperhatikanku. Aku mencoba melirik ke beberapa sudut untuk menemukannya. Dan ternyata orang yang memperhatikanku adalah wanita yang berdiri di meja sekertaris papa.

Apa mungkin itu sekertaris papa? Kelihatan sangat muda untuk seorang sekertaris yang sangat dipercaya papa. Papa memang sering menceritakan sekertarisnya. Katanya wanita itu akan sangat membantu jika aku menggantikan papa di perusahaan ini. Tapi kenapa muda sekali? Dan kenapa dia terus memperhatikanku?.

Langkah kami semakin dekat dengan ruangan papa. Semakin dekat pula dengan wanita itu. Aku bisa lebih jelas melihatnya. Rambutnya hitam diikat dan dibiarkan sedikit menjulur ke arah bahu kananya. Pakaianya rapi dan serasi dengan setelan kerja wanita berwarna biru. Tingginya tak jauh dari tinggi badanku, mungkin hanya beberapa cm di bawahku. Dan wajahnya cantik. Tunggu, apa aku baru berpikir dia cantik? Sejak kapan aku menilai kecantikan wanita yang akan bekerja denganku? Tapi memang tidak kupungkiri aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari matanya. Ya, mata itu entah kenapa seakan menawanku di dalamnya.

"Nah Rendy ini dia karyawan terakhir yang perlu kamu kenal hari ini. Ini sekertaris papa yang akan membantu kamu selama kamu menggantikan papa. Namanya Rosssa, dan Rossa ini atasan baru kamu Rendy" ucap papa panjang lebar mengembalikanku dari lamunan.

"Saya Rossa, selamat datang di perusahaan ini pak" ucap gadis itu seraya mengulurkan tangan.

Selama beberapa detik aku terpaku, mendengar suara gadis itu entah kenapa membuat jantungku berdebar tak karuan. Setelah tersadar aku menyambut uluran tangannya seraya mengucap terima kasih. Baru beberapa langkah aku dan papa menuju ruangan papa gadis itu memanggil.

"Pak Radith" aku dan papa menoleh.
"Ya Rose, ada apa?" jawab papa. Rose? Itu panggilanya? Bukankah artinya bunga mawar yang cantik, secantik wajahnya? Oh tidak, apa yang kupikirkan.
"Emm. . Bisakah saya pergi sekarang?" tanyanya ragu.
"Tentu Rose, silahkan. Aku tidak akan menahanmu. Oya sampaikan salamku untuk keluargamu ya" ucap papa sambil tersenyum.
"Terima kasih pak, akan saya sampaikan" jawab gadis itu bersemangat sambil tersenyum.

Apa? Dia mau pergi? Ini kan baru menjelang jam makan siang. Sekertaris seperti apa yang meninggalkan kantor di siang bolong begini. Lagi pula papa bilang dia sekertaris hebat yang bisa diandalkan. Lalu siapa yang akan menyelesaikan pekerjaanya kalau dia pergi. Dan senyum itu, kenapa aku ingin melihatnya lagi. Jadi aku marah-marah dalam hati karena dia meninggalkan pekerjaan yang menumpuk atau karena tidak bisa melihat senyum itu lagi. Aku mendesah, sayangnya aku harus mengakui alasan kedua adalah alasan sebenarnya.

Please vote and coment

Bagian ini terlalu pendek gak? Mau ditambahin gak?
Bakalan direvisi atau ditambahin lagi kalau yang baca belum puas wkwkwkwk

ROSEWhere stories live. Discover now