Tring....tring.
Bunyi dentingan itu bersumber dari meja makan. Dua pasangan sedang menikmati sarapan pagi ditemani keheningan yang biasa terjadi setiap harinya.
Mata hitam pekat menatap tajam sosok di depannya,tatapan itu sangat menohok uluh hati yang ditatapnya. Tatapan yang selalu ia lihat setiap harinya,ingin ia pergi meninggalkan rumah mewah yang tak ada cinta di dalamnya. Namun apalah daya,janji yang terikat tak mungkin ia ingakri hanya untuk keegoisan dirinya sendiri.
"Prill nanti berangkatnya sekalian sama Ali ya."ucap lelaki yang berusia sudah lebih dari empat kepala itu.
"Eh...eh...eh,ngga bisa. Ali harus nganterin mamah ketemu sama Marinka hari ini pah."bantah wanita bertubuh sintal bernama Desi itu.
"Bertemu Marinka?untuk apa?sudahlah mah,jangan kau paksakan Ali untuk bersatu dengan Marinka."
"Memaksa?lalu DIA,dia masuk keluarga ini karena kemauan mu sendiri HERMAWAN.kau memaksa Ali untuk menikahi gadis kampung ini."ucap Desi,dengan nada penuh penekanan disetiap kata tertentunya. Suasana di meja makan kini semakin menegang saat perdebatan penuh amarah kini mulai memanas.
"STOP....STOP."teriak Ali,langsung menghentikan perdebatan antara kedua orangtuanya itu.
"Pah,Prilly naik kendaran umum aja gakpapa ko,biar Ali nganterin Mamah aja."tukas Prilly dengan lembut.
"Pura-pura baik."grutu Desi,sembari mengerlingkan matanya malas.
"Diam kamu."ucap Hermawan tegas pada istrinya.
"Nak. Papah gak mau kamu kenapa-kenapa,pokoknya Papah mau kamu berangkat sama Ali,ya."pinta Hermawan memelas.
"Ng....."
"Tidak ada bantahan."tukas Hermawan memotong ucapan Desi.
Ali hanya diam menikmati sarapannya tidak perduli dengan perdebatan di antara kedua orangtuanya kini.
"Ali cepat berangkat nanti kalian telat."pinta Hermawan pada Putra tunggalnya itu.
Ali langsung bangkit dari duduknya,dia langsung melengang pergi meninggalkan Papahnya setelah memberikan salam padanya. Desi langsung meraih tas yang berada disamping dirinya,lalu pergi menyusul Ali yang sudah lebih dulu memaskui mobilnya.
"Prill...susul Ali nak."ucap Hermawan lembut dengan senyum tulusnya.
Prilly pergi meninggalkan Hermawan setelah mencium punggung tangan Papah mertuanya. Prilly lebih memilih duduk di kursi jok belakang karena di depan sudah ditempati Mamah Ali. Ia memang tidak pernah bermimpi untuk merasakan duduk berdampingan dengan Ali.
Tidak pernah dianggap. Hanya kata-kata itu yang bisa menggambarkan perasaanya saat ini. Suasana di dalam mobil mewah ini tidaklah sepi,karena Desi asyik bercerita tentang Marinka wanita cantik yang gagal menjadi menantunya dengan anak kesayangannya.
Prilly pura-pura menulikan telinganya,ia mencoba menyibukan diri dengan bermain ponsel miliknya. Ia tidak ingin terlalu serius untuk mendengarkan cerita tentang Marinka mamah mertuanya itu. Mobil Ali berhenti di pelataran rumah mewah yang ia tau itu adalah rumah Marinka.
Tiba-tiba keluar seorang gadis berbalut dress merah muda dengan rambut tergerai yang curlly diujung rambutnya. Gadis itu terlihat sangat cantik dia tinggi,berhidung mancung,berkulit putih mulus dengan rambut ombreannya. Desi langsung menyambut Marinka dengan pelukan hangatnya,pelukan yang belum pernah Prilly rasakan sekalipun saat menikah dengan Ali.
Tak lama mobil Ali berjalan keluar meninggalkan pelataran rumah Marinka. Prilly berpindah tempat duduk karena Mamah mertuanya kini duduk berdua di kursi belakang bersama Marinka.
Tak ada hentinya kata-kata pujian terlontar dari mulut Desi kepada Marinka. Sedangkan Prilly yang kini duduk disamping Ali untuk pertama kalinya hanya diam,menatap ramainya jalanan ibu kota dari jendela mobil.
"Duh Inka sayang,kamu makin cantik aja deh. Sayang Ali dipaksa NIKAH bukan sama kamu."sindir Desi,seraya melirik Prilly yang berada di samping Prilly.
Prilly yang merasa sakit hati dengan ucapan mamah mertuanya itu hanya bisa diam membisu,seraya menyetuh cincin yang berada di jari manisnya. Tanpa Prilly sadari,Ali melirik Prilly dengan ekor matanya saat mendengar ucapan sang mamah.
"Ali,Inka tambah manis ya?"tanya Desi.
"Ah tante,udah ah jangan muji-muji Inka terus,ngga enak sama istri Ali tan."tutur Inka. Ali hanya menganggukan kepalanya menjawab pertanyaan sang mamah.
"Udah ngga usah perdulin dia,anggep aja ga ada dia."bisik Desi,pada Inka.
"Ali,sekarang sibuk banget ya kerjanya tan,sampe ga pernah ngajak Inka makan lagi sekarang."ucap Inka.
"Duh,iya sayang Ali sekarang mimpin perusahan Papahnya jadi sibuk banget. Oh iya nanti kapan-kapan kita makan malam dirumah ya In sama Tante,Om,dan Ali."
"Boleh tante. Inka mau,nanti kabarin aja ya. Oh iya,kita mau kemana sih tan?"tanya Inka.
"Tante mau ajak kamu main ke kantor Ali,biar kamu tau Ali kerjanya ngapain aja sayang."
Deg....
Bagai ada belati tajam yang menusuk hatinya,kini entah rasa sakit apa yang Prilly rasakan saat ia tahu jika wanita bernama Marinka itu akan diajak kekantor Ali. Ingin sekali Prilly berteriak menolak ucapan sang Mamah mertua namun apa daya lidahnya keluh tak dapat mengucapka kata apapun selain hanya diam sekuat tenaga ia berusaha tenang di dalam mobil yang penuh dengan perasaan kecemburuan terhadap tiga orang di dalamnya yang bisa mendapatkan cinta tulus dari seseorang.
"Ilfah."panggil Prilly dalam hati,saat melihat teman sekantornya melintas dihadapan kafe yang berada di sebrang kantornya.
Prilly ingin menghentikan mobil Ali,namun apa daya tidak ada keberanian diri untuk mengatakan itu,sampai mobil Ali berhenti tepat didepan pelataran kantor miliknya. Ali melemparkan kunci mobil miliknya kepada security kantor untuk bertugas memarkirkan mobilnya.
Prilly yang sudah turun lebih cepat dari mobil Ali,masih berdiri di depan pintu masuk kantor sedangkan Ali,Desi,dan Marinka sudah memasuki ruangan kantor megah itu.
Ali yang berjalan sedikit jauh di belakang Desi dan Marinka,mencoba menengok kearah Prilly,karena wanita itu tidak segera masuk mengikuti langkah dirinya. Manik cokelat itu terus melirik ke kanan dan kiri mencari sesuatu yang ia cari.
"Ily...."
Prilly langsung membalikan badannya,saat ada tangan kekar menyentuh bahunya.
"Dilan."sahut Prilly,disertai senyuman manisnya.
"Ngapain disini?ayo masuk."ajak Dilan,seraya memgenag lengan tangan Prilly.
"Bentar lan. Ilfah masih belum sampe tuh."ucap Prilly,seraya menunjukan jari telunjuknya kearah Ilfah yang sedang berjalan kearahnya.
"Ciee yang nunggu tuan putri dateng hehe."ledek ilfah,saat sudah sampe dihadapan Prilly dan Dilan. Mereka melenggang pergi memasuki ruangan kantornya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KALI KEDUA
Non-FictionKetika semua orang tak berpihak kepadaku. Apakah masih ada cinta yang tulus untukku?