31072016
Penulis: cmrrra-, depurple, acrizzely, Ryn_vitrian, Rarezia, Pratiwi_04, Novitarl, Haliersite, HeySkyller.
###
Aku duduk di beranda, ditemani secangkir kopi pahit sambil melayangkan pikiranku pada seseorang. Seseorang yang sudah lama tidak kupikirkan lagi. Wajahnya terlintas begitu saja, mengusikku.
Aku kembali memandang lekat secangkir kopi yang mengepul ke wajahku. Secangkir kopi yang mengingatkanku padanya, saat-saat kebersamaan kami. Lima tahun berlalu, namun bayang semu wajahnya selalu melekat di relung jiwa.
Sekarang dia entah pergi ke mana. Hanya meninggalkan seberkas luka yang cukup mendalam. Hanya perih dan pahit yang bisa dicecap jiwa. Hanya kelam dan gelap yang mampu ditangkap pandang.
"Ayah!" Panggilan itu membuyarkan lamunanku.
Seorang anak perempuan manis mendekat ke arahku sambil duduk di kursi rodanya.
"Eh?" Aku menatap bingung anak perempuan yang wajahnya sangat familiar. Dengan menatap dan tersenyum kepadaku.
"Kamu sudah minum susunya, Sayang?" tanyaku seraya mengelus puncak kepalanya lembut.
"Sudah, Ayah." Dia tersenyum lembut, senyum yang selalu mengingatkanku akan bidadariku. Bidadari yang telah melahirkan putri kecil nan imut ini. Apa kabarnya dia?
"Sayang, ayo, masuk! Sudah waktunya tidur," kali ini suara istriku yang membuyarkan lamunanku.
"Mama sudah menyuruh kamu untuk tidur. Ayo, masuk," ucapku pada Rara sambil berlutut dihadapannya.
Bidadari kecilku tersenyum lebar, memamerkan sederetan gigi putihnya yang kembali mengingatkanku pada dia, bagian jiwaku.
Semoga bidadari kecil di hadapanku ini bisa tumbuh menjadi gadis yang kuat, pikirku sambil membalas senyumannya.
***
Pagi menyambut dengan dingin yang menusuk seperti biasa, tapi tidak menyulutkan nyaliku untuk beranjak mencari nafkah. Demi mereka aku rela bermandikan keringat. Di bawah lampu merah kuberdiri dengan membawa 'gitar kotak'. Semoga siapapun yang melihatku, tak memberi tahu istriku.
Bukan maksudku membohongi istriku, aku hanya ingin dia tak malu memiliki suami yang hanyalah pemain gitar kotak di persimpangan.
"K-kak Wahyu??"
Demi Tuhan, ini masih pagi, dan ... dan kenapa pula dia melihatku?
Aku langsung mempercepat langkahku untuk menghindarinya, tiba-tiba dari arah samping becak melintas dengan kecepatan tinggi. Hanya sebuah teriakkan memanggil namaku yang terdengar, sampai gelombang hitam mengambil alih kesadaran.
Perlahan mataku mengerjap, sepi, hanya putih yang terlihat mengelilingi. Tiba-tiba terlihat wajah bidadari yang aku rindukan selama ini, dia mendekat ke arahku.
"Kamu harusnya lebih berhati-hati," katanya. Ada sebuah ringisan senyum di bibirnya. "Masa ditabrak becak? Nggak elit."
Aku ikut tertawa pelan, rasanya aku ingin ikut saja dengannya agar selalu bisa melihat senyum itu.
"Rara membutuhkanmu," ucapnya lagi seakan mengingatkanku akan buah hati kami.
Rasa penyesalan langsung menyelungsup, membuat dadaku sesak, dan kejadian itu berkelebat bagai awan hitam. Ah, andai saja saat itu aku mendengar ucapannya, pasti kami masih bisa bersama.
Aku langsung menariknya ke dalam pelukkanku. Pelukkan hangat yang selama ini aku rindukan. Tiba-tiba aku merasa tubuhku seperti tertarik, bidadariku hilang, dan perlahan mataku terbuka.
"Ayah...."
Dengan mata yang masih meredup, terdengar suara gadis kecil itu memanggilku.
"Ayah gak akan tinggallin Rara sama seperti Bunda, kan?" tanyanya penuh kepolosan, membuat dadaku meringis perih.
Aku tersenyum, walau sedikit dipaksakan, "Nggak, Sayang. Ayah di sini.... Menemani Rara dan Mama," ujarku dan dibalas dengan sebuah senyuman dari istriku.
"Bapak sudah sadar?" Sebuah suara lembut menginterupsi. Seorang perempuan berpakaian putih tersenyum pada kami. Betapa terkejutnya aku melihat sosok itu, sosok yang sama dengan sosok yang kulihat tadi.
"Kamu...," ucapku tertahan karena masih terkejut, "Vita?"
Perempuan itu mengernyit, "Istri Bapak tadi juga menanyakan hal yang sama. Malah dia sampai pingsan dan berteriak saya hantu. Memangnya ada apa ya, Pak?"
Aku menatapnya lekat-lekat. Dia sangat mirip dengannya. Apakah dia masih hidup? Apakah ini benar dia?
"Dia mirip sekali dengan Vita, Kak," sahut istriku sambil meneteskan air mata membuatku merasa bersalah.
"Maaf, aku belum bisa melupakannya. Maaf, aku telah memyebabkan sahabatmu pergi jauh, Sayang."
Aku kembali menoleh pada perempuan itu. Aku tidak bisa bohong, melihat sosok yang mirip dengan Vita, membuat hatiku ingin meluapkan semua rindu yang terpendam. Maafkan aku, Novi.... Ternyata aku masih belum bisa mencintaimu. Hatiku tetap bergetar untuknya....
"Bukan salahmu, Kak. Tuhan yang telah memanggilnya, meninggalkanmu, anak kalian, dan juga aku. Mungkin aku yang salah karena telah menerobos masuk dalam hubungan kalian. Aku tahu Kakak masih mencintainya," ucap istriku.
Aku baru saja ingin berucap, saat menyadari kalau Rara terus saja menatap perempuan itu tanpa berkata apapun. Aku melihat tangannya bergetar.
"Rara?"
Perempuan itu berlutut di samping kursi roda Rara.
"Adik kecil, kenapa menangis?" tanya suster itu.
"Bunda?" tanya Rara di tengah isakannya.
Ya Tuhan, bahkan Rara mengira ia adalah Bundanya.
"Rara sayang-"
"Ayah, Bunda pulang. Bunda bener sayang sama Rara," ucap gadis kecilku, menoleh padaku.
Aku tidak mampu melanjutkan kata-kataku lagi. Melihat cahaya dari tatapan matanya, membuatku sungguh tidak tega. Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan?
Tiba-tiba, Novi bergerak mengambil tasnya lalu berjalan cepat.
"Mau ke mana?" tanyaku.
"Aku pergi. Maaf," ujarnya sambil menangis sesenggukan membuatku mengernyit tak mengerti maksudnya.
Saat itu, kukira, dia hanya pergi menebus obat untuk lukaku. Namun, tidak. Dia benar-benar pergi meninggalkanku dan Rara.
Inilah aku....Sesosok pria yang kembali ditinggalkan wanitanya.
~The End~
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Kisah Kehidupan
Short StoryKumpulan Kisah Kehidupan adalah hasil dari kegiatan SamKal Infinity Authors. Kegiatan ini diadakan sebagai pengisi Quality Time di group dengan maksud melatih member IA dalam hal mengimajinasikan suatu kisah, menuangkan imajinasi dalam kata-kata, k...