Air Mata Pertama

617 52 6
                                    

Erza gemetar hebat di tempat duduknya. Sorot kebenciannya tak bisa disembunyikan dari matanya. Dilihatnya lelaki bernama Siegrain itu berjalan memasuki cafe tempatnya berada. Erza hanya diam dan menunduk. Berharap Siegrain tak menyadari keberadaannya.

"Erza, kenapa kau?" tanya Jellal setelah dia kembali dari toilet. Erza hanya menggeleng.

"Bisa kita pulang sekarang? Masih banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan." ucap Erza dingin. Jellal hanya tersenyum dan mengangguk.

###

Mentari sore berwarna jingga menyelimuti Tokyo. Erza segera membereskan ruang kerjanya untuk bergegas pulang. Tiba-tiba ponsel gadis itu bergetar.

"Mavis, ada apa?" tanya Erza saat tahu yang menghubunginya adalah adik perempuan Lucy. Tak lama setelah mendengar ucapan Mavis, raut muka Erza langsung pucat.

"Apa?! Ayah kambuh? Baiklah, aku akan segera ke RS sekarang." Erza menutup telfonnya dan buru-buru berjalan keluar kantor tanpa mempedulikan apapun. Ia khawatir dengan kondisi ayahnya.

Sesampainya di RS, sudah ada Mavis yang duduk di ruang tunggu Unit Gawat Darurat.
"Mavis, bagai mana keadaan ayah?" tanya Erza khawatir. Mavis hanya tersenyum lemah.

"Paman baik-baik saja. Tapi harus opname untuk beberapa hari. Kurasa dia hanya kecapekan saja." jawab Mavis. Erza menghela napas lega. Setidaknya, sesuatu yang buruk tidak menimpa ayahnya.

"Apa kau sudah memberi tahu Lucy soal ini?" tanya Erza. Mavis hanya menggeleng.

"Kurasa dia akan sedih jika tahu paman kambuh lagi."

"Ya... Dia memang paling paranoid soal ini." Erza duduk di samping Mavis dan menepuk pundaknya pelan.

"Pulanglah. Lucy nanti mencarimu." ucap Erza pelan.
"Erza-nee gak papa di sini sendiri?"

"Aku putrinya. Sudah sepantasnya aku menjaganya."
Mavis tersenyum lalu beranjak berdiri.

"Erza-nee hebat ya?! Selalu tampak kuat."

Erza mengerutkan keningnya. Tak paham dengan ucapan Mavis.

"Habisnya... Dalam situasi apapun, nee selalu berwajah datar. Bahkan dengan kondisi paman yang sekarangpun... Erza-nee tak tampak sedih. Itu artinya Erza-nee kuat kan?"

Erza tertegun dengan ucapan Mavis. Sementara gadis pirang itu berjalan pergi meninggalkan Erza yang hanya diam terpaku. Tiba-tiba seorang perawat datang menghampiri Erza.
"Anda keluarga pasien yang terkena serangan jantung tadi?" tanya perawat itu.

"Benar." jawab Erza.

"Pasien sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Dan anda sudah boleh mendampinginya."
Erza berdiri lalu membungkuk pelan.

"Terima kasih banyak."

Si perawat itu tersenyum singkat lalu pergi meninggalkan Erza. Gadis bersurai scarlet itu pun berjalan menuju ruang perawatan ayahnya.

Sesampainya di depan ruang perawatan ayahnya, Erza hanya diam. Ia kepikiran dengan ucapan Mavis. Erza masuk perlahan dan melihat ayahnya tergolek lemah di atas ranjang dengan selang infus menancap di tangannya serta sebuah alat bantu pernapasan, melingkar di hidungnya.

Love is Beautiful Pain (Fairy Tail Fanfiction) [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang