Shani Liauw, née Natio

411 6 0
                                    

Aku baru saja sampai di tempat ini, tepatnya di kabupaten Tidajelas, Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Tidajelas adalah pecahan dari kota Bekasi, saya pun tidak tau mengapa bisa terpecah. Tapi yang jelas, tempat ini ternyata tidak lebih buruk daripada yang aku kira.

Aku pindah kesini karena tuntutan pekerjaan suamiku, Koh Michael. Suamiku bekerja sebagai personnel di suatu bisnis. Karena aku adalah lulusan sarjana pendidikan, plus mengajar adalah hal yang ku suka, aku berinisiatif untuk membantu mencari nafkah dengan cara menjadi guru.

Baru saja kami sampai di rumah baru pada malam hari. Padahal aku belum niat mencari kerja, tetapi suatu hal yang tidak terpikirkan sama sekali terjadi. Tiba-tiba saja setelah selesai bongkaran dan beres-beres, ada yang menelponku dari nomor yang tidak jelas.

"Selamat siang, Ibu Shani..."

"Selamat siang, pak. Ini dari siapa ya?"

"Saya menemukan nomor Anda dari suami Anda, dan saya dengar-dengar, Anda sedang mencari pekerjaan sebagai guru. Kebetulan sekali, kami sedang kekurangan guru. Maka dari itu, saya butuh Anda untuk ke yayasan kami, untuk berbicara mengenai pekerjaan Anda"

"Tapi pak... saya belum siap"

"Santai saja, saya beri waktu... jangan buru-buru"

"OK. Kalau begitu, bagaimana jika hari Senin depan?"

"Boleh... nanti saya SMS kan alamatnya"

"Siap.... ngomong-ngomong, bolehkah say tau nama Anda?"

"Saya Jerry Afandi, kepala sekolah SMA48 kabupaten Tidajelas, sekaligus teman lama suami Anda" lalu telpon tersebut ditutup. Karena ku masih ragu, ku tanya Koh Michael.

"Kokoh... tadi Shani baru aja ditelpon seseorang"

"Seseorang... siapa tuh?"

"Namanya Jerry Afandi... dia ngaku-ngaku temen lama Kokoh"

"Oh iya kwkw, itu emang temen lama Kokoh, malah masih bertemen"

"Emang Kokoh ngasih nomor Shani ke dia?"

"Nggak sih... Kokoh juga ga ngerti gimana dia bisa tau nomor Shani..."

"Ehiya... ngomong-ngomong, Shani ditawarin pekerjaan sama dia... jadi guru sih... jadinya Shani dikasih alamat sekolahnya gitu"

"Oh iya ga apa-apa, dateng aja"

"Tapi Shani takut nih... takut kenapa-kenapa" lalu Koh Michael berpikir agak keras...

"Gini deh... Shani nanti Kokoh anterin ke depan sekolahnya. Kalo kenapa-kenapa, Kokoh maju"

"Lah bukannya Kokoh juga kerja?"

"Kokoh kan kerja siang, kalo pagi mah santai"

"Begitu ya... kalo gitu jangan lupa ya... Senin depan antarkan Shani ke SMA Negeri 48 kabupaten Tidajelas"

"OK siap, your wish is my command. Alias, masuk kamar kuy, udah malem nih kwkw" aaakk dikatakan seperti itu sama Koh Michael jadi terasa diistimewakan~

Hari Senin pun tiba, aku dan suami pun tiba di depan SMAN48 kabupaten Tidajelas. Di depan gerbang, aku bertemu dengan pria berkulit kuning langsat, berambut cepak, dan berbahu bidang. 

"Selamat pagi... apakah ini yang namanya Ibu Shani?" tanyanya kepadaku sambil menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan.

"Selamat pagi... iya, saya Shani Liauw" jawabku sambil mejabat tangannya.

"Perkenalkan, saya adalah Jerry Afandi"

"Oh, yang tempo lalu menelpon saya itu ya?"

"Betul sekali. Mari kita masuk agar tidak menghalangi gerbang"

"Iya, Pak" aku lihat Pak Jerry tersenyum sambil mengangguk kepada kawan lamanya, Koh Michael. Di sebelah gerbang, koh Michael masih menungguku. Sambil berjalan keliling sekolah, Pak Jerry menanyakan beberapa pertanyaan.

"Apakah Anda pernah menjadi guru sebelumnya?"

"Pernah saya jadi guru bahasa Indonesia di Korea Utara"

"Wah, mengesankan sekali... apakah tidak berbahaya tinggal di sana?"

"Tidak, karena saya adalah orang asing di sana"

"Jadi di sana aman jika Anda menjadi orang asing?"

"Betul sekali, Pak" lalu dia berhenti di depan suatu kelas.

"Ini adalah kelas XII A... isinya murid-murid IPA semua. Mereka anak baik-baik dan tidak suka ribut" setelah penjelasannya, kami maju ke kelas selanjutnya.

"Ini adalah kelas XII B... kelas anak IPS. Muridnya banyak karena tidak semuanya bisa masuk IPA..." kelasnya memang besar karena ramai. Lalu kami ke kelas selanjutnya.

Di sinilah aku terkejut. Kelasnya kumuh sekali, tidak layak untuk dianggap sebagai kelas. Jumlah meja dan kursi nya pun tidak setara dengan jumlah muridnya. Yang lebih mengejutkan lagi, aku melihat mereka sedang mengelilingi dua orang yang sedang bertarung.

"Ini adalah kelas khusus untuk murid-murid bermasalah dengan latar belakang yang kelam, alias kelas XII C... tidak ada penjurusan dalam kelas ini, karena mereka adalah, kasarnya, buangan" saya sedikit kasihan pada murid-murid di kelas tersebut, karena ternyata hanya dianggap buangan oleh kepala sekolahnya. Parahnya lagi, mereka dibiarkan bertarung begitu saja, kan goblo.

"Mari ke ruangan saya"

"OK, Pak" kami pergi ke ruangan Pak Jerry. Saya dipersilahkan masuk dan duduk di depannya.

"Jadi... begini. Saya... butuh Anda untuk menjadi wali kelas XII C" saya terkejut untuk kedua kalinya.

"Tapi Pak... saya tidak mau mengambil resiko" tiba-tiba perkataanku dipotong.

"Saya gaji Anda berapapun yang Anda mau!" teriaknya

"Bukan masalah gaji, Pak. Tapi... saya takut jika suatu saat saya tidak sanggup mengajar mereka"

"Tidakkah Anda mempunyai kesukaan untuk mengajar? Tidakkah Anda ingin mengabdi kepada bangsa ini? Tidakkah Anda ingin generasi muda untuk menjadi yang lebih baik lagi?"

"Iyasih..."

"Lihat anak-anak tadi! Mereka berpotensi untuk menjadi penerus bangsa, malah bisa jadi pemimpin bangsa! Saya yakin, Anda bisa . Jika Anda terima tawaran ini, saya bersedia untuk menggaji Anda berapapun yang Anda mau, bahkan 20 juta per minggu pun saya gaji!"

"Yasudah... saya terima tawaran Anda" ku sodorkan tanganku untuk berjabat tangan.

"Terima kasih banyak" dia menjabat tanganku...

Bimbing Aku SenseiWhere stories live. Discover now