Ardy Sella

312 4 0
                                    

"DASAR KAFIR! KERJAANNYA MINUM KHAMR MULU DI SEKOLAH! GIMANA MAU JADI KETUA KELAS!" tereak gua, memergoki si Adit yang sedang meminum arak.

"ELO TUH MUNAFIK! NGAKU BERAGAMA TAPI MASIH SUKA NONTON FILM BIRU! GIMANA MAU JADI KETUA KELAS" balasnya setelah minuman haram tersebut habis.

"KURANGAJAR LO YA, FITNAH! KEK PERNAH LIAT GUA NONTON BEGITUAN AJA!" lanjut gua karena udah terlalu kesel.

"EMANG PERNAH, LO MAU APA?" balasnya dengan pertanyaan retoris. Gua jawab pertanyaannya dengan satu jitakan kencang di kepalanya. Lalu dia berdiri depan gua, menatap gua dengan tampang menantang.

"Daripada lu ngomong mulu, mending lu lawan gua" sambil gua dorong tuh si Adit. Rese orangnya, dari dulu pengen gua abisin tuh anak. Plak! Makin nantang nih anak, bisanya cuma nampar gua.

"Lo bisa apa sih? Ditampar aja pala lo jadi rendah" dikatain gitu gua, sambil gua ngusap pipi gua. Tanpa banyak omong, langsung aja gua pukul samping pipinya.

"Kurangajar!" gua tetap lanjut mukul. Gua liat yang lain malah ngelilingin gua dan Adit. Yaudah, gua lanjut aja. Gua bodo amat sama mereka, gua udah kebawa emosi. Ini urusan gua sama Adit, yang lain kalo mau nonton ga apa-apa, asal ga ikut bertarung dah.

Tidak lama kemudian setelah sorakkan dimulai, tiba-tiba ada sesosok yang elok melihat kami dengan tatapan iba. Dia melihat kami dari kejauhan jendela kelas. Di saat itu, gua merasa dunia tuh berhenti untuk sementara, hanya untuk melihat wajahnya yang sedih, namun indah dan enak dipandang. Apakah ini yang namanya bidadari jatuh dari surga?

Buk! Dagu gua dipukul sama Adit, lalu gua jatuh pingsan. Setelah itu gua ga tau apa yang terjadi...

Bangun-bangun, gua sudah ada di klinik. Gua kaget, pas membuka mata, tepat di depan muka gua ada muka Aril sedang melotot, serem anjer.

"Woikampret, kaget anjeng" gua dorong tuh muka dia jauh-jauh, lalu yang lain tertawa-tawa...

"Alhamdulillah, artinya lu ga kenapa-kenapa, soalnya lu masih idup" kata Aril. Ya kalo gua ga hidup, berarti gua udah kaga di klinik, di rumah duka, gimana sik.

Di depan gua, ada enam orang yang mengelilingi gua. Mereka itu Aril, Daffa, Hana, Dear, Ditha, dan Zaidan. Cuma merekalah temen-temen gua yang ada di kelas, sisanya pengkhianat. Udah dibilang, suruh dukung gua untuk jadi ketua kelas buat guru yang baru, masih ada juga yang dukung Adit. 

Emang Adit bisa apa sik? Selama ini kan kalo ke sekolah kerjaannya, ya kalo ga minum arak ya minum bir. Bayangin aja, emang kalian mau milih pemimpin yang kerjannya mabuk-mabukan? Mending gua jauh, berbekal ilmu agama yang kuat, ga pernah minum-minum, ga pernah ngisep-ngisep, ga pernah makan haraam, bersih dah gua. Yang bikin gua kotor cuma... ya gua suka nonton 'itu', tapi itu kan kebutuhan!

 "Dah bisa berdiri belum, Dy?" ah goblok dah si Dear, ngapain dia nanya gitu? Orang yang dipukul tuh dagu, ya berarti kaki gua ga kenapa lah!

"Bawel dah lu Der" jawab gua kesel.

"Elah, gua kan cuma nanya lu sekali, santai dong!" bentaknya.

"Iya Der, jangan diambil hati dong, kan gua cuma bercanda, wkwk" kata gua, lalu Dear menatap gua dengan satu alis naik.

"Ah kebiasaan, paling susah dah bercanda sama lu Der. Peka dikit napa" kata gua lagi. Lalu Dear sedikit tersenyum. Tapi tetep aja, senyum yang paling manis tuh punya si Ditha, awuwu sayang~

"Dah dah, yang penting lo ga kenapa-kenapa kan?" tanya Ditha awuwu~

"Ya enggak dong say, kan ada kamu di sisi ku, aaakk" jawab gua gesreeek.

"Lemah lo, Dy. Sama gua aja gesrek, gimana sama guru baru dah" seketika gesrek gua disetop sama Ditha.

"Emang kenapa?"

"Yah lu belum liat sik"

"Ya makanya kasih tau"

"Gitu dah... pokoknya seperti bundadari, eh, bidadari yang jatuh dari kayangan tanpa selendang" deskripsinya si Ditha sok puitis banget dah. Alias, gua sudah pulih sepenuhnya, dan gua pulang ke rumah.

"Assalamu'alaikum, yaa ummi" salam gua seraya masuk ke rumah.

"Wa'alaikumsalam, Ardy" jawab nyokap gua. Gua masuk kamar, langsung tidur. Gua jadi kepikiran... oh wanita yang sejuk hawanya... andaikan dia senyum gitu... gua yakin bumi tuh ga berrotasi untuk sementara. Semua objek di bumi tuh pasti akan memperhatikan wanita tersebut.

"Ardy! Jangan 'ngocok' mulu! Jangan lupa salat isya!" astaghfirullah, gua berdelusi terlalu jauh sampe dikira sedang melakukan 'itu', sampe adzan isya aja ga kedengeran. 

"Na'am, yaa ummi" jawab gua sambil buru-buru ambil wudhu dan lari ke mesjid. Selesai salat isya, gua kembali ke rumah, jalan ke dalem kamar gua, dan gua langsung menempelkan pipi gua di bantal yang empuk.

Andaikan gua tau namanya, pasti sudah gua anter kembali itu malaikat ke surga... kamar gua yang tak ber-AC dan tak berkipas pun seketika jadi adem, mengingat wajahnya yang putih berseri...

Masya Allah, gua sampe kesiangan karena mikirin wanita itu. Lari dah gua ke sekolah, ga sempet gua nunggu bis. Alias, ini baru pertama kali gua ke sekolah telat, untung gerbang masih dibuka. Baru saja gua parkir pantat di kursi, tiba-tiba saja ada yang melempar gua dengan bulatan kertas.

"Ketua kelas apaan lo, masa ke sekolah aja telat" ketus Adit dengan sinis.

"Yaelah baru sekali ini, biasanya semales-malesnya gua juga serajin-rajinnya lu" jawab gua kesel, merasa tersaingi oleh Adit yang biasanya suka dateng lebih telat daripada gua.

Uhh... seketika kelas jadi adem, entah gimana. Wanita yang dari kemaren nyangkut di pikiran gua masuk ke kelas. Kelas yang tadinya ribut seketika jadi diem, walau ada beberapa suara obrolan. Walaupun yang lain lanjut ngobrol, gua memperhatikan gerak gerik guru tersebut, seperti terkesima dengan parasnya yang elok...

Shani Liauw

Itulah apa yang dia tulis pada papan tulis. Ketebalan tulisannya pun sangat pas, tidak terlalu tebal, tidak terlalu tipis. Walaupun tidak sempurna, tetapi gua masih bisa membacanya.

"Ssshhh~" wanita itu menempelkan jarinya ke dekat bibir, lalu mengeluarkan suara seperti asap, memberi instruksi ke semuanya biar diam. Lalu semuanya diam. Padahal selama ini kelas itu selalu dalam keadaan ribut.

"Selamat pagi semuanya!" sahut wanita tersebut.

"Selamat pagi bu guru!" jawab gua dan yang lainnya.

"Perkenalkan... nama saya Shani Liauw. Kalian bisa panggil saya Ibu Shani. Untuk tahun ini... saya akan menjadi wali kelas kalian, sekaligus guru bahasa Indonesia" gua speechless, sumpah. Wanita tersebut ternyata adalah wali kelas gua, sekaligus guru mapel kesukaan gua.

"Eh iyah... sebelum itu... ada yang ingin bertanya tentang saya? Atau... ingin tau lebih dalam tentang saya?" tanya dia dengan tatapan tajam, pas ke mata gua, mungkin kebetulan. Gua kan jadi pangling sendiri. Duh... jadi keringet dingin... bener dah kata Ditha, gua emang lemah kalo depan cewe...

"Karena tidak ada pertanyaan, maka saya akan memanggil nama kalian berdasarkan absen kalian" lalu dia parkir bokong di atas meja sambil membuka buku absen...

"Adit Al-Kautsar!" sahut Ibu Shani.

"Saya, bu! Ketua kelas!" aaargh sial, disaat seperti ini aja, dimana gua harus menjaga citra sebagai murid teladan, malah ada yang mancing tubir. Padahal kan ketua kelasnya belum dintentukan.

"Alif Rasil Ghani!" sahut Ibu Shani lagi.

"Saya, bu! Bendahara kelas!" apa-apaan dah ARG, belum ditentukan aja udah ngaku-ngaku. Gua akuin sih skill akutansinya emang tinggi dah...

Mata gua ga bisa lepas dari setelan sweater dan syal Ibu Shani yang berwarna putih lembut, seperti susu...

"Ardy Sella!"

"Susu, bu!"...

Bimbing Aku SenseiWhere stories live. Discover now