"Lo kemana aja pas gua dipanggil?! Lo kenapa kaga ikut gua?!" sue' kan, gua dibentak sama Daffa.
"Lah gua kan di kamar mandi, Daf, mana gua tau..." jawab gua jujur.
"Halah alasan, lo kabur kan dari gua kan?"
"Sumpah, gua ga tau dah..."
"Gara-gara lo ga ikut gua, gua kan jadi dipanggil sendirian sama Ibu Shani!"
(Flashback cerita Daffa, sudut pandang orang ke tiga)
"Saya ga suka bu, temen saya dikatain p*rek gitu aja sama ini anteknya Adit!" Dear mengekspresikannya dengan kata yang frontal sambil menunjuk Robby.
"Eh, anteknya Ardy, gue ga ngomong apa-apa ye tentang j*blay lo!" Robby membalas dengan lebih frontal karena terbawa emosi.
"Nah kan, tuh bu! Tadi teman saya dibilang p*rek, sekarang dikatain j*blay!" Dear kembali berargumen.
"SUDAH DIAM! Memang Dear, kamu mendengarnya sendiri dari mulut Robby?" tidak disangka oleh Dear dan Robby, Ibu Shani ternyata bisa tegas juga.
"Tidak, bu" jawab Dear sambil menunduk.
"Lantas, kamu tau dari mana kalo Robby mengejek Ditha seperti itu?"
"Saya diberitahu oleh Daffa, bu" karena perkataan Dear yang terlalu jujur, Daffa lalu dipanggil oleh pak Agung, selaku guru BK di SMAN 48 kabupaten Tidajelas.
"Daffa, tadi kamu bilang apa ke Dear?" tanya Ibu Shani dengan kritis.
"Saya ga bilang apa-apa bu, saya aja ga tau perihal masalah ini" dengan mata ngelirik kemana-mana, Daffa berusaha untuk bohong.
"LIAT TUH BU! Matanya bergerak-gerak, artinya dia BOHONG!" teriak Robby tegas.
"Tetapi kata Dear, kamu bilang bahwa si Robby menghina Ditha seperti itu. Apakah benar?" tanya Ibu Shani untuk mengklarifikasi lagi...
"Anu... hmm..." Daffa tidak tau harus berkata apa. Jika dia bilang iya, dia akan ketahuan salah. Jika dia bilang tidak, maka Dear yang akan dijadikan kambing hitam, yang takutnya nanti Dear bisa saja mengunci kaki Daffa seperti dia mengunci kaki Robby.
"TUH KAN BU! Dia ga bisa jawab!" teriak Robby lagi seakan-akan menyalahkan Daffa.
"Ih apaan sik!" teriak Daffa panik.
"Udah, ngaku salah, ngaku salah aja sik" hasut Robby agar Daffa menjadi kambing hitam dalam permasalahan ini.
"Iya... saya salah. Saya memfitnah Robby" jawab Daffa pundung. Ibu Shani tidak marah balik. Ibu Shani mengelus kepala Daffa.
"Terima kasih sudah mengaku. Itulah yang namanya ksatria, berani bertanggung jawab atas kesalahan. Minta maaf sana..." puji Ibu Shani. Tapi tetap saja, Daffa kecewa. Meminta maaf bukanlah apa yang suka Daffa lakukan, dia tidak biasa minta maaf, ini hanyalah paksaan. Selama ini, dia menganggap bahwa dialah selalu benar. Menurut Daffa pula, orang yang meminta maaf adalah orang yang lemah...
(Kembali ke alur, sudut pandang Hana Wisesa)
"Ga ada alesan, pokoknya hari ini gua ga mau nganter lu pulang, dan besok gua ga bakal bayarin lu makan!" ah tae, gegara si Robby, gua jadi kena imbasnya. BGZD emang si Robby, ngapain sik pake ngomong sama si Meme segala? Udah tau si Daffa tuh orangnya cemburuan, padahal racapnya banya.
"Lah, kok gitu Daf?" tanya gua melas.
"BODOAMAT! Lu dah ngecewain gua, sekarang lu mesti merasakan penderitaan ini!" Daffa lalu buang muka, berpapasan sama gua dan menabrak pundak gua.
Disini gua merasa ga berdaya. Satu-satunya temen yang pengen dengerin cerita gua , yang pengen bayarin gua makan, dan yang pengen nganter-jemput gua ke sekolah, sekarang udah kaga mau lagi. Pengen marah, tapi takut. Pengen nangis, tapi nanti dikira lemah. Gua ga tau harus ngapain lagi...
Sore pulang sekolah, cuacanya mendung. Itu menandakan bahwa sebentar lagi akan hujan. JDERRR! Tuh kan hujan, deres pula. Semuanya sudah pulang dengan kendaraan masing-masing, kecuali gua, yang masih neduh sampai hujan berhenti, berharap agar segera bisa pulang dengan jalan kaki.
Tetapi nyatanya, hujan ini awet, seperti cinta ini ke Zara, anak kelas XII A, awuwuwuwu aaakk. Gua ga abis pikir, masa ampe jam 7 malem masih hujan juga, padahal hujannya sudah dari jam setengah 4an.
"Hana... kok kamu belum pulang?" pundak gua ditepok oleh Ibu Shani dari belakang, aing jadi gesre sendiri, wuwuwu~
"Anu bu... saya nunggu hujan ini reda" jawab gua lemes, tapi masih berusaha senyum di depan Ibu Shani.
"Kamu mau saya antarkan ke rumah?" tawarnya ikhlas dengan senyum sumringah yang lebar.
"Boleh bu?!" gua serasa ditawarkan masuk surga tanpa harus sakaratul maut dulu.
"Ya kalo ga boleh berarti ga saya tawarin dong, wkwk" Ibu Shani menepuk pundak gua untuk kedua kalinya, artinya dadaku berdebar untuk kedua kalinya, aaakkk~
Gua masuk ke mobilnya Ibu Shani. Karena di luar dingin, maka heater di dalam mobilnya dinyalakan. Hawa yang hangat ditambah ademnya Ibu Shani membuat apa yang gua rasa jadi campur aduk, tapi ena...
"Eh iya, rumah kamu dimana ya, Han?" tanya Ibu Shani kepada gua. Pertanyaan tersebut membuat gua kaget. Kalo pulang ke rumah Daffa, ga bakal dibukain, orang Daffa nya masih marah sama gua. Kalo pulang ke rumah sendiri, pasti gua dijadiin pelampiasan emosi ayah gua yang sedang mabuk.
Gua paling takut tuh kalo pulang ke rumah sendiri. Setiap malem tuh, ayah pulang pasti dalam keadaan mabuk. Kalo gua belum bobo, pasti gua udah digebok-gebok sama ayah. Makanya enak pulang sore, biar gua ga kena KDRT dari ayah, tapi nyatanya ini udah malem.
Eh iya, gua baru inget. Gua pulang ke panti asuhannya Zaidan aja...
"Anu... saya tinggal di Panti Asuhan Modol" jawab gua.
"Hah? Modol?" wqwq, Ibu Shani pasti heran karena namanya.
"Panti Asuhan Morinaga Bondol, bu. Yang punya orang Jepang keturunan Indonesia" gua perjelas.
"Oh... itu alamatnya dimana yak?"
"Keluar sekolah dulu, bu. Nanti saya arahkan" lalu Ibu Shani mengeluarkan mobilnya dari gerbang sekolah. Sambil memberi arahan kepada Ibu Shani, kita juga berbincang-bincang.
"Kamu itu anak yatim-piatu ya?" tanya Ibu Shani. Gua diem aja, karena gua bukan anak yatim-piatu. Gua ga pernah tau tentang bunda gua, tapi bukan berarti gua ga punya bunda.
"Eh... maaf... Ibu salah tanya ya..." kepala gua diusap Ibu Shani penuh kasih sayang. Gua jadi terharu. Gua yang selama ini diasuh dan dididik keras oleh ayah gua, baru sekarang membutuhkan kasih sayang bunda. Gua pelan-pelan menjatuhkan air mata...
Sesampainya di Panti Asuhan Modol, gua mengucapkan terima kasih kepada Ibu Shani. Puji syukur, hujan reda pada saat gua sudah sampai, jadinya gua ga basah kuyup. Temen gua, Zaidan, masih asyik bermain HP di teras panti asuhan.
"Eh, Hana..."
"Hai Zaidan"
"Udah lama lu ga pulang ke sini"
"Iya nih, kangen..." iya, udah lama gua ga nginep di panti asuhan ini. Setidaknya di sinilah gua bisa terhindar dari pelampiasan ayah yang suka mabuk. Gua langsung masuk ke kamar Zaidan, tiduran di kasurnya, memeluk guling, dan menangis. Kangen bunda... :(
YOU ARE READING
Bimbing Aku Sensei
FanfictionShani, seorang guru yang baru saja pindah kerja ke SMAN 48 kabupaten Tidajelas, harus menjadi wali kelas khusus murid-murid bermasalah. Tantangan ini diterima olehnya karena digaji besar oleh pak Jerry, kepsek SMAN 48. Lambat laun, Shani jatuh cinta...