part 3

75 7 0
                                    

#Shifa POV#

Fillia tidak ada dikamar saat aku membuka mata. Aku mencoba untuk bangkit dari tidurku, namun tidak bisa. Tubuhku sangat sulit untuk kugerakkan.

Kriek...

"Kau sudah bangun, Shifa..." katanya saat memasuki kamar dengan membawa tiga sup diatas nampan. Fillia memberikan salah satu sup, obat, dan segelas minuman padaku. Aku menerimanya dan langsung melahapnya.

"Apa kau memasak ini sendiri?" tanyaku. Dia menggeleng dengan senyuman yang menghiasi wajah.

"Tentu saja tidak. Aku memasak ini dibantu beberapa suster asrama." jawabnya. Aku tahu, dia berbohong. Karena, semua warga Asrama Blue Flowers sedang terluka. Jika tidak terluka, pasti tidak sadarkan diri. Dia tidak ahli dalam berbohong.

Aku hanya mengangguk mendengar jawabannya. Berpura-pura percaya dengan apa yang ia katakan tadi.

"Hmmnn... Sa-kit..." Della terbangun dari alam bawah sadarnya. Sepertinya, dia kesakitan.

"Mana yang sakit?" tanya Fillia saat disamping Della. Sebenarnya, aku ingin menghampirinya. Tapi dicegah Fillia.

Della menunjuk kakinya yang terbalut perban. Fillia menyentuhnya dan membuat Della meringis menahan sakit.

"Aku akan segera kembali. Makanlah sebelum dingin, Della." pamitnya yang beranjak meninggalkan kamar.

Della mengambil sup yang telah disediakan Fillia. Dan langsung memakannya.

"Enak... Apa dia yang memasak ini?" tanya nya padaku.

"Mungkin..." jawabku dengan mengangkat bahu. Della mengangguk dan melanjutkan makan supnya.

#Fillia POV#

Aku berjalan menuju ruang UKS. Sesampainya, aku langsung mencari obat yang kuperlukan. Setelah mendapatkan apa yang kucari, aku meninggalkan ruang UKS dan kembali ke kamar.

Sesampainya dikamar, aku melihat, mangkuk sup sudah kosong. Menyisakan satu mangkuk yang memang untukku. Obat yang kusiapkan juga sudah diminum. Shifa dan Della sedang berbaring ditempat tidur mereka.

Aku langsung menghampiri Della yang terlihat kesakitan. Pengobatan yang kulakukan kemarin tidak mungkin salah. Karena, aku mengobati lukanya dengan cara yang benar. Meskipun aku bukan seorang dokter ataupun suster, tapi aku pernah belajar tentang dasar-dasar medis.

Aku membuka perban lukanya secara perlahan. Setelah perbannya terbuka sempurna. Aku terkejut. Mataku terbelalak karena kaget.

"Aakkhh!!!" Della menjerit. Entah karena sakit atau kaget. Aku tidak tahu. Sekarang yang aku kagetkan adalah lukanya Della semakin melebar. Shifa terduduk diatas ranjangnya dan terkejut dengan apa yang ia lihat.

"Ayolah, kau tidak selemah itu. Jadi, tahanlah sedikit. Memang akan sedikit sakit..." kataku.

Aku mengoleskan obat yang kubawa ke luka Della dengan hati-hati. Dia meremas selimutnya dengan sangat kuat. Sesakit itukah? Pertanyaan itu langsung muncul di otak ku.

"Ngomong-ngomong, senjata apa yang menyayat kakimu, Della?" kataku mengalihkan perhatiannya saat aku mengobati lukanya.

"Pisau..." ucapnya lirih.

"Pisau? Terbuat dari apa pisau itu?" tanyaku.

"Asap merah..." jawabnya... Asap merah? Senjata andalan Hantu Merah. Siapapun yang terkena senjata itu, pasti mengalami hal yang sama seperti Della. Karena, senjata itu sudah di mantrai. Mantra tingkat tinggi.

"Asap merah, ya? Baiklah, sudah selesai." kataku dan ternyata... Della tertidur. Keringat keluar dengan derasnya dari kulit Della. Dia kelelahan.

"Baru pertama kalinya dia tertidur saat merasakan sakit yang luar biasa seperti tadi. Dia tidak pernah kelelahan seperti ini sebelumnya." kata Shifa. Aku menganggukkan kepala.

"Bagaimana keadaan semua warga Asrama Blue Flowers?" tanyanya.

"Mulai membaik seluruhnya. Dinding keamanan sudah dibangun disekitar asrama, meskipun belum terlalu kuat." kataku.

"Seluruhnya?" tanyanya lagi.

"Iya, seluruhnya. Murid, guru, dan suster. Semuanya, termasuk kalian berdua."

"Suster?"

"Iya, semua suster terluka kemarin..."

"Semuanya? Bukankah kau tadi bilang, kau masak dibantu suster asrama😕 ?"

Jleb!

Mati aku...Kenapa aku mengatakannya? Terbongkar, kan jadinya 😟

#Shifa POV#

Hahahaha😄... Kau tidak bisa membohongi Shifa Dunshaughlin, Fillia... Aku menunggu jawabanmu, teman..

"Ah, itu.... Anu... A-aku." dia bingung harus menjawab apa. Aku tersenyum tipis melihat tingkahnya.

"Tidak perlu berbohong, aku tahu, kau memasak itu semua sendiri, kan?"

"Hehehehe, iya 😅" jawabnya cengengesan. Aku tertawa melihatnya.

"Jangan membenciku. Aku tidak ingin dianggap sombong." ekspresi wajahnya berubah sedih dan menundukkan kepalanya. Aku berhenti tertawa dan menatap matanya dalam-dalam.

Meskipun dia tidak menatapku secara langsung, aku tetap bisa melihat kedalam matanya.

"Tidak akan, teman... Tidak akan ada yang membencimu ataupun menganggapmu sombong disini. Dan kau tahu, kau sangat berbakat dalam hal memasak. Masakanmu sangat lezat, Fillia." kataku dengan memujinya.

Fillia mengangkat kepalanya dan menatapku. Matanya berkaca-kaca.

"Hey, kau anak yang kuat. Jadi, jangan bersedih." kataku menenangkannya. Dia mengangguk dan menghapus air matanya yang menetes.

Aku beranjak dari tempatku dan berjalan menghampirinya. Aku duduk disampingnya dan mengelus punggungnya pelan.

"Apa lukamu masih sakit?" tanyanya padaku. Aku menggeleng.

"Tidak... Pengobatanmu berhasil, Fillia..." kataku tersenyum. Dia tertawa kecil.

------------------------------------------

Yeay! Akhirnya, selesai juga. Semoga ceritanya bagus, menghibur, dan tidak mengecewakan.

Untuk semua yang mau baca ceritaku, terima kasih.

Meskipun tidak ada yang mau baca, ataupun vote? tidak masalah.

Karena aku hanya ingin menulis ceritaku disini.

Oh iya, besok hari raya idul adha 1437 H. Mungkin aku nggak akan post besok... Jadi, aku ngucapinnya sekarang aja.

"SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA 1437 H"

See you again, All

Bye!

Ghost Dormitory in IrlandiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang