Call Me Maybe

1.5K 88 17
                                    

Pernah pada suatu hari Akashi melihat Kuroko berjalan sendirian, namun seringkali ditemani seseorang. Jikalau seorang diri, kemungkinan pacarnya sedang sibuk sendiri, begitu pula sang kekasih hati.

Pernah pada suatu waktu Akashi menyapa Kuroko, tapi yang bersangkutan hanya membalas dengan senyum tipis dan seringkali menyingkat waktu bicara. Barangkali karena rumah mereka bersebelahan, jadi Akashi pikir Kuroko lebih pilih mereka mengobrol di rumah saja.

Tidak jarang pula mereka saling berkirim pesan singkat, namun keakraban itu selalu lenyap kala mereka berjumpa dan berinteraksi langsung. Akashi Seijuurou memahami, dan akan selalu paham, bahwa ia harus mengedepankan kondisi orang lain ketimbang diri sendiri.

Jam kelas berakhir tepat di waktu makan siang. Para mahasiswa berhamburan keluar, beberapa menyapa dosen, sisanya acuh saja. Akashi termasuk yang tersenyum pada dosen di urutan terakhir. Berbeda dengan kebanyakan orang, Akashi tidak pernah langsung keluar begitu bel dibunyikan. Ia luangkan waktu untuk membaca cepat, kemudian menyusun buku-buku penunjang ke tas. Tidak jarang pula ia ulangi materi kuliah selama perjalanan pulang.

Siang itu Akashi melihat Kuroko sedang berbincang dengan dosen mereka. Tertawa kecil, namun pembicaraan terus belanjut, sepertinya seru. Melihat senyum yang terulas di bibir tipis itu selalu membuat relung dada Akashi melega. Memang benar kalau bahagia itu menular.

Buku-buku ditumpuk, kemudian dimasukkan ke tas punggung. Sambil menggendong tas Akashi beranjak, tersenyum kepada dosen seraya menganggukkan kepala.

"Hati-hati, Akashi," sahut sang dosen ringan.

"Bapak juga, selamat siang." balas Akashi santai.

Untuk nominal yang tak bisa lagi diterka, mata mereka bertemu lagi. Keduanya hanya saling menyapa dengan senyum tipis. Kadang hanya dengan anggukan kepala, atau alis terangkat. Namun bagi Akashi itu sudah cukup. Kuroko akan tetap ada di dekatnya, dengan siapa pun pasangannya.

Barangkali hanya Akashi yang memendam rasa, Kuroko tidak sama sekali. Tapi itu bukan masalah, Akashi punya banyak waktu untuk menunggu pujaan hati. Dan dalam masa penantian, ia bisa melakukan banyak hal yang bermanfaat.

.

.

Akashi sedang mempelajari materi esok tatkala terdengar sahut-sahut dari rumah sebelah. Lagi-lagi tetangganya membuat ulah. Akashi beranjak dari kursi dan mengintip lewat kaca. Ia singkap hording dan mendapati dua siluet manusia sedang beradu suara dari balik tirai jendela.

Akashi memerhatikan separuh nanar. Ia sudah biasa menyaksikan pemandangan di depan. Rumah Kuroko memang tak sering sunyi kala malam. Hampir sering terjadi keributan karena orangtua tidak setuju dengan kelakukan si anak.

Akashi menutup jendela dan kembali ke meja belajar. Alih-alih melanjutkan pembelajaran, ia justru menerawang langit-langit. Setiap kali terjadi sesuatu pada Kuroko, kostentrasinya memutuskan untuk pergi tanpa niat kembali. Ini bukan kali pertama, dan Akashi belum juga menemukan solusinya.

Matanya tertuju pada sebuah keranjang sampah di sudut dinding. Ia bangun dan berjalan menuju destinasi. Mengikat plastik sampah dan membawanya ke luar kamar. Pelan-pelan ia turuni anak tangga dan melangkah ke luar rumah.

Kepalanya mendongak ke jendela lantai dua rumah tetangga. Tak ada lagi pertengkaran di sana. Akashi tersenyum dan membuka tong sampah. Sekantong plastik hitam dilempar ke wadah lalu ditutup rapat. Setelahnya ia mendengar bunyi derit pintu dan langkah gusar dari presensi yang sangat ia kenal.

Akashi tersenyum tipis seraya mengangguk sekali, sebagai salam sapa.

Kuroko melambatkan langkah sambil mengangkat bahu, "Akashi-kun pasti dengar," katanya, lelah.

Call Me MaybeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang