'Cause all I really want is you

126 9 6
                                    

Hujan tak membuat seorang wanita itu tersungkur jatuh yang sejak tadi berjalan dengan badan yang sedikit gemetar karena dinginnya air hujan, gincu hitam menghiasi bibir itu tertanda sebuah kata-kata makian yang terlukis dalam tebalnya gincu itu. di pencetnya sebuah bel yang terdengar mengerikan di tengah hujan yang begitu lebat.

". Richie ?.." Suara itu terdengar sedikit nyaman di telingaku

Bibir yang bergetar dan pandangan lurus kosong yang membuat pria itu langsung membawanya masuk. Aku kini merasa sedikit lebih hangat dengan handuk dan segelas coklat panas.

". kau kabur lagi? apa yang sebenarnya yang kau pikirkan?." mata biru itu menatapku penuh kekhawatiran.

".Raul.. apakah kau mencintaiku?." pertanyaan itu terdengar getir di telinga Raul

". Apa maksudmu? tentu aku mencintaimu sangat mencintaimu!." suara itu meninggi dan meyakinkan

". kalau begitu ayo kita pergi dari sini." pasrah dan kosong sungguh keluar dari bibir ku

Raul mengambil nafas cukup panjang untuk menjawab pernyataan itu.

". sebaiknya kau istirahat dulu agar kau dapat berpikir dengan jernih." tangan itu meraih tangan ku yang kaku dan lemas

". oh, jadi menurutmu aku berkata seperti itu tanpa berpikir jernih?!." emosi yang sudah tak tertahan pun menguap.

Raul mencoba membalas tatapan tajam itu dengan lembut.

".Apa?! iya kan?! katakan saja kalau kau sudah tidak mencintaiku lagi!." suara tangisan yang begitu meledak tak terbendung membuat maskara yang di gunakannya luntur yang membuat bayangan Raul sedikit kabur.

dengan cepat Raul langsung meraih tubuhku yang gemetar karena tangisan itu, kiniku  tengah berada di dalam pelukan Raul yang membuatku sedikit tenang. Raul memelukku dengan erat. ". aku sungguh mencintaimu Richiiee." bisikan itu terdengar jelas di telinga kananku.

* * *

Aroma pai apple yang semerbak membuat ku membuka matanya yang begitu berat karena tangisannya semalam, aku bangun dan jalan mengikuti aroma itu. Di dapur Raul dengan bahu yang bidang dengan celemek yang melingkari barangnya yang ideal, aku memeluk pinggang itu dan menyandarkan kepalaku di punggung Raul yang tegak.

".Bagaiman tidurmu?." suara Raul yang lembut membuatku sangat nyaman

". sungguh nyenyak, sepertinya ku mencium bau pie apple?." aku menengok dengan diriku yang masih memeluk Raul.

". cuci tanganmu dan tunggulah di meja makan, aku akan membawakan potongan yang besar buatmu." Raul mencoba melirik ku.

Aku langsung melakukan apa yang di suruh Raul.

dengan perasaan yang bahagia aku  menunggu di meja makan, dia berharap dia akan selalu merasa sebahagia ini.

".tarraaatttt." sepiring Pie Apple berukuran besar tersaji di depanku.

".Hhhhmmm.." aku begitu menikmati Pie tersebut.

Aku dan raul makan bersama, aku yang sejak tadi tak berhentinya tertawa dengan candaan Raul yang terbilang Recehan yang membuat aku tak bisa menahan tawaku.

Aku dan raul memutuskan untuk jalan-jalan mengelilingi kota dengan Vespa peninggalan kakeknya Raul. Dengan perlahan aku mengoleskan Gincu merah di bibir yang membuat wajahku  cerah.

". kenapa kau memakai Gincu berwarna merah?." Raul menatapku dengan aneh.

".Karena sekarang aku sedang bahagia." aku menjawabnya dengan sumringah.

GincuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang