1. The Feelings

2 1 0
                                    

"Tapi kalau misalnya lo mau gabung jadi anak paskib, lo harus bener-bener mau masuk paskib itu karena keinginan lo sendiri, bukan karena ada seseorang yang lo suka atau semacamnya. Gimana?" Jelas Gisa pada Arden.

Arden tersenyum kikuk, sudah jelas keinginannya masuk ekstrakulikuler paskibra itu ya karena ingin mendekati dan mencoba masuk ke dalam hidup Gisa. Apapun demi mie ayam! Pikir Arden sambil memperhatikan Gisa yang sedang duduk dengan pena dan kertas formulir didepannya.

"Tenang, gue masuk paskib karena keinginan gue, bukan karena ngikutin Jevin atau semacamnya. Jadi Gimana nih? Gue udah jadi anak paskib atau belum?" Tanya Arden meminta keputusan 'sang ketua' paskibra di depannya.

Gisa mengeluarkan ponsel dari saku celananya. "Id line lo?" Tanya Gisa, Arden tersenyum yang membuat Gisa langsung meralat pertanyaannya. "Gue nanya Id lo itu buat masukin lo ke grup! jadi lo bisa tahu barang apa aja yang harus dibawa sabtu nanti! Jangan ke ge-er-an!" Arden terkekeh.

"Lagian siapa juga yang ke ge-er-an Megisa anaknya Stiles?" Gisa memutar bola matanya malas. Entah kenapa cowok satu ini selalu memanggilnya "Megisa anaknya Stiles" padahal Gisa sendiri tak tahu siapa itu Stiles.

Arden menyebutkan Id line-nya, sementara Gisa menuliskanhya kedalam kolom yang tertera di ponselnya. Gisa memasukan kembali ponselnya kedalam saku saat kepentingannya dengan benda kotak tersebut telah selesai. Gisa bukan seseorang yang senang menghabiskan waku di depan ponsel. Ia lebih suka menghabiskan waktu melatih kemampuan baris-berbarisnya daripada memandangi foto cowok-cowok ganteng internasional yang menghiasi timeline nya setiap hari.

"Yaudah lo keluar, gue masih banyak kerjaan." Arden langsung berdiri tanpa mengucapkan terima kasih atau semacamnya. "Eh iya, kalau misalnya nanti ada guru masuk, tolong bilangin ya gue banyak kerjaan di ruang paskib." Ucap Gisa sebelum Arden benar-benar menutup pintu ruangan tersebut.

Gisa bergeleng-geleng akan sikap Arden yang berubah dengan cepat. Lalu tersenyum karena menemukan sebuah lembaran foto lama yang berisikan dirinya, dengan seseorang yang dahulu berharga untuknya. Walaupun sebenarnya masih sampai saat ini.




*********







"Jadi untuk lomba nanti bakal ada dua puluh orang yang ikut, dan seleksinya bakal diadain sabtu nanti. Jadi, bagi yang mau ikut lebih baik kalian persiapkan diri dari sekarang. Itu aja yang mau gue omongin, makasih yang udah mau dateng kesini, sore semua." Ucap Jevin lalu berjalan keluar ruangan.

Ia meniup bibirnya sendiri, merasa lelah dengan semua kegiatan yang ia jalani hari ini. Tetapi semuanya hilang begitu saja saat seorang gadis tinggi nan misterius dambaannya datang menghampirinya.

"Kenapa si lo? Capek banget keliatannya," gadis tersebut memegangi bahu Jevin sambil terengah-engah. "Gue... dikejar bendahara... paskib... huft... capek," ucapnya terbata-bata.

Jevin terkekeh sambil mengajak duduk gadis tersebut, menyodorkan gadis tersebut minuman miliknya yang langsung diteguk habis oleh gadis tersebut. "Pelan-pelan mbak, kalo keselek terus mati gue yang ribet!" Tegur Jevin.

Gadis tersebut mengembalikan botol minum yangs udah kosong tersebut pada Jevin. "Gue heran Jev, kenapa si bendahara paskib itu harus galak kayak Meta? Lo sengaja ya mau meres gue biar gue mati kelaperan gara-gara semua uang jajan gue kepake bayar uang kas paskib? Iyakan? Ngaku lo!" Paksa gadis tersebut pada Jevin.

"Jangan salahin gue lah! Yang pilih bendahara paskib waktu itu kan kak Gerald bukan gue!" Sergah Jevin tak terima. Sang gadis tak menjawab lagi, hanya diam dan mencoba mengatur nafasnya kembali. "Eh iya Gis, si Arden beneran masuk paskib?" Tanya Jevin.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 18, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Girl Who Never Be In Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang