BackStreet 14

9.1K 627 24
                                    


haihoo. selamat siang. selamat hari minggu. ini dia Abid sama Deeva balik lagi hihihi. terima kasih sudah menunggu. dan sudah setia cuapcuap di komen meski sini terlalu sombong untuk bales satu persatu hihihi. maaf yah teman-teman, suka gitu emang akunya hihihi. oh iya, maaf juga selama ini suka ilang-ilangan buat nulis padahal masih suka baca, yang tanya selama ini aku kemana, *PD banget sumpah ini gue* selama ini aku berjalan menuju masa depan *tsaaah hahaha. mencari masa depan deng, eh bukan jodoh tapi yak wkwkwk. mencari dosen kesana kemari buat acc skripsi, dan itu rasanya wow banget -____- tapi alhamdulillah sudah terlewati masa-masa sulit itu dan sekarang tinggal sisanya. *revisi skripsi dan nguber dosen lagi untuk minta ttd plus dekan* sedih kalo diceritain mah.

ah elah, curhat mulu akunya yah. hihihi. yaudah nih dikasih Abid sama Deevanya, sekali lagi terima kasih yang sudah menunggu :* *kiss satu-satu*

-------------------------------------------------------------------------------------------

Adeeva POV

Ruang guru sudah sepi, hanya ada aku dan teman-temanku yang masih bertahan di sini ah ya jangan lupakan Abid yang kini tengah mengerjakan soal ulangannya. Sudah hampir satu jam berlalu tapi Abid belum juga menyelesaikannya, ia masih berada di soal no satu sedari tadi, entah apa yang ada di otaknya yang biasanya expert kini menjadi lola.

Nando meletakkan ponselnya ke dalam saku setelah menyelesaikan sambungan telfonnya bersama dengan Nesa. Ia pun bangkit dari duduknya dan meraih tas, berpamitan kepada kami semua untuk pulang lebih dulu karena Nesa yang telah menunggunya. Ah, Nesa beruntung sekali dia punya kekasih semacam Nando, meskipun jail tapi Nesa selalu menjadi yang utama bagi Nando. Sementara Abid? Sudahlah, lupakan.

Reina dan Kieno pun kini ikut-ikutan pamit karena hari sudah sore. Aku menatap Abid dengan tajam saat ia tak juga menyelesaikan soal-soal tersebut dan memenuhi lembar jawaban dan tulisannya yang seperti ceker ayam itu.

"Pak Fier nggak ikut pulang?" Tanya Abid tanpa mengalihkan pandangannya dari lembar jawabannya itu.

"Saya nunggu kalian aja. Kasihan Dan kalo sendirian." Jawab Fier dengan tertawa kecil. Duh, Fier, jangan bangunin macan lagi tidur, please!

"Bu Dan nggak sendirian, Pak. Kan ada saya. Saya ini adiknya jadi nggak mungkin saya macem-macem juga sama Bu Dan, kalau Bapak sama Bu Dan yang di sini baru saya khawatir, nanti Bapak macem-macem lagi sama Bu Dan." Aku menghela nafas panjang. Abid mengucapkan itu memang tidak dengan emosi, ia justru terkesan begitu santai saat mengucapkan hal itu sampai-sampai membuat Fier tertawa kecil.

"Oke, saya nyerah kali ini. Saya titip Dan, ya. Saya pulang dulu." Fier meraih tasnya, "Dan, duluan." Pamitnya sebelum benar-benar meninggalkan ruangan.

"Mau sampai kapan ngerjain soal itu?" Tanyaku akhirnya. Abid diam dan kini ia benar-benar tenggelam dalam lembar soal dan jawabannya.

Tak sampai tiga puluh menit Abid telah menyerahkan lembar soal dan jawabannya padaku. Tanpa berpamitan pun anak kecil itu sudah melangkah meninggalkan ruangan di saat aku tengah merapikan tas serta lembar jawaban kelas XI MIPA 4 yang ingin kubawa pulang untuk dikoreksi di rumah. Kalau masih marah untuk apa coba dia mengusir Fier. Kalau Fier masih di sini, aku pasti tidak pulang sendiri kan.

Aku mengeluarkan ponsel dan berniat untuk meminta Bang Vero menjemputku, namun saat aku mencoba panggilan untuk ketiga kalinya Bang Vero tak juga menerima panggilanku. Ini tak biasanya, Bang Vero selalu menerima panggilan dariku, jika ia berada dalam keadaan sibuk ia selalu memilih untuk mematikan ponselnya dibanding tidak menerima panggilan.

BACKSTREETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang