Kalau ada yang bertanya pada Kai apa profesi yang akan dijalani kakak perempuan dan kembaran non-identiknya saat mereka dewasa, Kai bisa menjawab dengan mudah. Ia akan menjawab bahwa kembaran non-identiknya, Sehun, akan menjadi ilmuan atau insinyur atau mungkin guru dengan segala kepintarannya. Sedangkan kakak perempuannya, Irene, akan menjadi atlet bela diri atau mungkin pelatih tinju mengingat hobinya sejak kecil.
Sungguh, meskipun kakak perempuannya itu berbadan kecil tapi kemampuan bela dirinya tidak bisa diremehkan.
Tapi jika ada yang bertanya profesi apa yang akan dijalaninya saat benar-benar dewasa nanti―Kai tak yakin memiliki jawabannya.
Kai tidak tahu sejak kapan dirinya se-abstrak ini. Yang ia tahu hanya ia lupa mimpi-mimpinya sejak orang tuanya mulai bertengkar. Hingga akhirnya memutuskan untuk berpisah.
"Baiklah, anak-anak. Ini―selamat datang dirumah baru kita."
Kai menatap rumah tua itu lalu menyipitkan matanya. Ia rasa rumah dihadapannya akan terlihat lebih bagus jika pengelihatannya kabur.
"Ibu yakin tidak salah alamat kan?" kata Irene. Terlihat sekali jika gadis itu juga tidak begitu menyukai rumah tua dihadapan mereka.
"Rumah ini tidak terlalu jelek, kok." kata ibu mereka sambil tersenyum paksa, "Rumah ini hanya―tua."
Lalu ibu dan kakak perempuannya turun terlebih dahulu dari mobil mereka, meninggalkan Sehun dan Kai disana.
"Ayo, Kai." kata Sehun yang sudah melepas seatbelt-nya. Kai dengan malas ikut melepas miliknya lalu berjalan menyusul Sehun yang kini memasuki rumah tua tadi.
Pintu utama rumah itu berwarna abu-abu kusam, karena tua. Ibu mereka memasukkan kunci ke lubangnya, memutarnya, dan mendorong sekuat tenaga dengan bahunya. Pintu membuka menunjukkan lorong remang-remang. Ketika mereka masuk mengikuti lorong tersebut, mereka sampai pada ruang makan rumahnya.
"Well, ini lebih menyeramkan dari pada luarnya ternyata." komentar kakak perempuannya dan ibunya sama sekali tidak berniat menanggapi.
"Disini hanya ada tiga kamar, jadi―"
"Aku harus berbagi kamar dengan Sehun lagi?" potong Kai.
"Ya."
Kai tidak keberatan berbagi kamar dengan Sehun sebenarnya. Tapi itu dulu, ketika ia masih kecil. Ketika ia dan Sehun masih di Sekolah Dasar. Sekarang ia sudah SMA. Kai rasa ia sudah cukup dewasa untuk memiliki kamar sendiri.
"Tapi―" sebelum ia mengeluarkan protesnya, Irene dan Sehun sudah meninggalkan tempat itu untuk mengambil barang-barang mereka dimobil. Membuatnya tidak bisa melanjutkan kata-katanya―karena ia sadar bahwa semua ini salahnya. Mereka harus pindah karenanya. Ya karenanya yang membuat masalah disekolah lamanya.
"Kai," panggil ibunya ketika ia berbalik hendak mengikuti kedua saudaranya. Membuatnya menghentikan gerakannya lalu kembali pada posisi semula.
"Apa?"
"Kita mulai semua dari awal lagi ya? Tak ada perkelahian―atau pelanggaran lainnya oke?" Kai mengangguk dengan segan. Ia tidak ingin ibunya melanjutkan kata-katanya lagi.
==
"Kalian yakin tidak ingin diantar sampai dalam?"
"Tidak, Bu." kata Sehun. Sementara Kai hanya memperhatikan sekelilingnya, tak begitu mendengarkan kata-kata ibunya. Yang Kai liat hanya―tak ada yang istimewa dari sekolah kecil dikota kecil ini. Berbeda sekali dengan sekolahnya di Seoul dulu.
"Ayo, Kai." Sehun menepuk bahunya pelan lalu berjalan mendahuluinya. Namun ibunya memanggilnya saat ia hendak mengikuti Sehun.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lucky One
FanfictionKai tidak yakin apakah itu sebuah keberuntungan atau sebuah kesialan. Mulai dari pindahnya keluarganya kekota kecil ini―masuknya dirinya kedalam kelas anak-anak bermasalah. Hingga, bertemu perempuan yang diam-diam menyukainya. Original story fanfi...