Mukkadimmah

773 13 1
                                    

Dia tua, tapi yang dikatakannya adalah benar. Berjalan sendirian dengan naskah ditangannya membuat orang-orang berkesima. Dialah Abu Nuwas, sang Sufi itu. Mengajarkan kebajikannya merupakan karya Allah, dan bukan karyanya. 

Takjub merasa suka, derita tak habis-habis, itulah dia. Sang Khalik bernazar tentangnya, seluruh jagat bersorak sorai. Tak seperti Almasih, dia tak diacuhkan oleh sekitarnya. Katanya yang satu kepada yang lain

 "Lihatlah seorang sinting berjalan ditengah-tengah kita. Membawa kertas yang harusnya kita pakai untuk menulis piutang, sungguh anehlah dia!" 

Sang Sufi itu Berkata " Barangsiapa menulis untuk kebajikannya dan untuk Dia, maka dia akan dikenang sepanjang masa. Dan itu merupakan nazarNya!"

Seseorang membalas "Bagaimana kau bisa abadi dengan kitab bulukmu itu? Akupun tak akan melakukannya hanya untuk abadi. Lebih baik kertas itu kugunakan untuk coretan!"

Balasnya " Sungguh kamu adalah orang terpicik yang ada didunia ini. Ku katakan bahwa perkataanmu tak lebih dari hembusan badai."

Berdoalah dia kepada Sang Khalik, "Tuhan berikanlah dia kebajikan yang Engkau berikan kepada hambamu Ibrahim kepadanya dan maafkanlah dia sebagaimana Engkau memaafkanku."

Dalam perdebatan itu, Sang sufi mendengarkan dengan seksama perkataan-perkataan mereka. Dia catat setiap kritikan mereka, dan dalam hati dia berkata

"T'rima kasih Tuhanku, Engkau memberikan aku sebuah pencerahan. Karyamu adalah agung, perkataan mereka adalah karyamu. Oleh s'bab itu ku bersyukur"

Bertanyalah dia kepada dirinya sendiri, " Apakah ini yang Engkau maksud, oh Tuhanku yang terlepas dari antara dimensi manapun, berjalan dengan bebas diantara kita, tak kusangka engkau memberiku sebuah masukan melalui mereka. Bijaklah diriku melalui mereka."

Lalu Sufi itu melanjutkan perjalanannya untuk mengumpulkan kebajikan demi kebajikan, inspirasi demi inspirasi, dan makna demi pemaknaan atas kehidupan. 

SufiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang