Tak Berdosa adalah Dosa

905 17 1
                                    

Tribute To A.A. Navis 

Adaptasi dari Robohnya Surau Kami

Sampailah Abu Nuwas di daerah Selatan Jazirah Arab, Najran namanya. Disana memerintahlah raja yang seolah suci dan baik, tetapi keji terhadap rakyatnya. Namanya Mahmud Al-Najran banyak rakyatnya berada dalam setan kemiskinan, kekacauan terjadi dimana mana, tetapi Sang Raja tidak berbuat apa-apa dan hanya berdoa untuk meminta bantuan kepada Tuhan.

Sesampainya di Najran Abu Nuwas menumpahkan pasir di atas tubuhnya dan menyobek bajunya, maka dari itu dia terlihat kusam dan najis, sama seperti dengan masyarakat disana. Lalu berasililasilah dia dengan para rakyat disana. Dia hatinya merasa tersentuh dengan yang dilihatnya, maka brtekadlah dia menghadap sang Raja.

Katanya kepada penjaga istana, "Aku Abu Nuwas, sang Sufi itu." 

Dengan terkejut pengawal berkata kepadanya "Aku tak percaya Engkau Abu Nuwas, kau lebih mirip dengan rakyat disini. Tapi jika benar engkau itu dia, maka akan kubawa kau kepada Sang raja, sebab raja sangat menyukai karyanya itu."

Lalu Abu Nuwas berkata "Bagaimana raja Engku menyukai karyaku itu, tapi dia tidak memperhatikan rakyatnya. Sungguh raja yang lalim! Sedangkan kau hanya melihat tampak ku tanpa melihat diriku yang sebenarnya, bagaimana engkau mengetahui benar atau salah hanya dengan melihat permukaan tanpa mengetahui yang didalamnya. Piciklah seluruh pikiran dinegeri ini!"

Perkataan itu membuat salah satu penjaga percaya bahwa yang dilihatnya adalah Sang Sufi itu. Dan Abu Nuwas itu dipersilahkan masuk kedalam singgasanah sang raja.

Dalam pikirannya Abu Nuwas telah memikirkan apa yang akan dia perbuat, dia akan membacakan cerita yang diceritakan kepadanya pada saat bertemu dengan nelayan dari sebuah tempat nun jauh ditimur, sebuah tempat bernama Nusantara. 

Datanglah Sang Raja kepadanya, lalu sang raja bercerita bahwa dia sangat menyukai karyanya itu. Didalam kesempatan itu sang Raja meminta Sang sufi untuk menceritakan cerita yang belum pernah dia dengar.

Dengan kesanggupannya itu Sang Sufi bercerita:


"Pada suatu waktu, 'kata Sang Sufi memulai, 'di akhirat Tuhan Allah memeriksa orang-orang yang sudah berpulang. Para malaikat bertugas di samping-Nya. Di tangan mereka tergenggam daftar dosa dan pahala manusia. Begitu banyak orang yang diperiksa. Maklumlah dimana-mana ada perang. Dan di antara orang-orang yang diperiksa itu ada seirang yang di dunia di namai Haji Saleh. Haji Saleh itu tersenyum-senyum saja, karena ia sudah begitu yakin akan di masukkan ke dalam surga. Kedua tangannya ditopangkan di pinggang sambil membusungkan dada dan menekurkan kepala ke kuduk. Ketika dilihatnya orang-orang yang masuk neraka, bibirnya menyunggingkan senyum ejekan. Dan ketika ia melihat orang yang masuk ke surga, ia melambaikan tangannya, seolah hendak mengatakan 'selamat ketemu nanti'. Bagai tak habis habisnya orang yang berantri begitu panjangnya. Susut di muka, bertambah yang di belakang. dan Tuhan memeriksa dengan segala sifat-Nya.

Akhirnya sampailah giliran Haji Saleh. Sambil tersenyum bangga ia menyembah Tuhan. Lalu

Tuhan mengajukan pertanyaan pertama.

'Engkau?'

'Aku Saleh. Tapi karena aku sudah ke Mekah, Haji Saleh namaku.'

'Aku tidak tanya nama. Nama bagiku, tak perlu. Nama hanya buat engkau di dunia.'

'Ya, Tuhanku.'

'apa kerjamu di dunia?'

'Aku menyembah Engkau selalu, Tuhanku.'

'Lain?'

'Setiap hari, setiap malam. Bahkan setiap masa aku menyebut-nyebut nama-Mu.'

'Lain.'

SufiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang