Chapter 1

28 0 0
                                    

"Dia anak yatim piatu... kau tahu?"

"Kasian ya..."

"Apa orang tuanya mati karena kesialannya?"

"Hei... jangan berkata seperti itu..."

"Hehe... maaf maaf..."

Bisikan-bisikan yang selalu ia dengar setiap hari. Yang selalu menyambutnya kemanapun ia pergi. Tapi ia sudah terbiasa. Bisikan itu ia coba abaikan. Meski sebenarnya rasa sakit itu selalu ada setiap kali ia mendengarnya.

Ini hidupku. Kenapa mereka repot mengurusinya?

Ia terus berjalan tak menghiraukan apa kata orang. Hingga akhirnya sampailah ia di sekolah. Tatapan-tatapan iba menyambutnya.

Apa hidupku semenyedihkan itu?

Perlahan ia berjalan memasuki kelasnya. Ia terheran-heran. Dilihatnya banyak siswa yang mengerubuni bangkunya.

Memang ada apa? Fikirnya.

Saat ia jalan, gerombolan itu perlahan bubar. Memberinya jalan untuk lewat.

Hah?! Apa apaan ini?!

"Siapa yang melakukannya??"

Hening tak ada yang mau menjawab.

"Aku tanya siapa?!!"

Tak ada yang menjawab.

"Mungkin si Fita tuh." Celetuk seseorang entah siapa itu.

Dengan amarah yang memuncak, ia berjalan kearah Fita. Sampai didepannya, ia langsung memegang dengan kasar pundak Fita.

"Kenapa kamu melakukannya?! Apa salahku?!"

"B..b.. bukan aku..." Ucapnya dengan muka ketakutan.

"Jangan bohong kamu!" Ancam gadis itu, sambil memegang lebih erat pundak Fita.

"Sumpah itu bukan aku..."

"Hahaha.... mudah sekali ya membohongi beruang marah..."

"Kau... harusnya aku tahu dari awal kalau ini adalah ulahmu!" Seru gadis sambil berjalan menghampirinya.

"Hahaha.... setelah kau tahu bahwa itu aku, kau mau apa.. PECUNDANG??" Tanya Alice dengan penekanan pada kata pecundang.

"Aku hanya ingin bertanya. Kenapa kau selalu membullyku? Apa salahku??"

"Yah, kau tidak ada salah sih. Tapi sebuah kesenangan tersendiri untukku melihatmu menderita,"

"Apa?? Sebuah kesenangan tersendiri untukku melihatmu berlutut dihadapanku untuk meminta maaf. Setidaknya meminta maaf atas satu saja kesalahanmu padaku,"

"Hah?? Kau mulai berani ya??"

Tanpa rasa takut, gadis itu menatap mata Alice dengan penuh amarah.

"Oh, lihat tatapannya. Menyeramkan. Tenang saja pecundang, aku akan meladenimu. Guys, siapkan resep spesial kita untuk si pecundang ini. Kita tunggu tanggal mainnya," ucapnya sambil tersenyum sinis.

Kkriiingg....

Bel tanda masuk berbunyi nyaring. Seorang lelaki paruh baya berjalan memasuki kelas.

"Pagi anak-anak,"

"Pagi pakk..."

"Hei, kamu yang dipojok! Sedang apa kamu?"

Gadis itu celingukan.

"Ng..nggak pak,"

"Duduk di bangku kamu, bapak ada pengumuman penting. Ya anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru. Silakan masuk,"

Seorang remaja dengan tubuh tinggi, kulit yang ya.. lumayan putih, ditambah dengan bola matanya yang coklat juga senyumnya yang menawan mampu menyihir semua siswi yang ada di dalam kelas. Kecuali gadis itu. Ia tak peduli dengan remaja di depan kelas.

"Hai, semua. Kenalkan nama saya Devan Aprio. Panggil saja Devan. Saya baru pindah dari singapure tapi saya orang indonesia asli kok. Salam kenal semua," ucapnya sambil mengembangkan senyumnya.

"Devan, kamu bisa duduk disana,"

Devan berjalan menuju bangkunya. Terdengar bisikan para siswi memujanya. Dan ia hanya membalasnya dengan senyuman.

Devan duduk dibangkunya. Disebelahnya duduk seorang gadis. Ia mencoba untuk menyapanya.

"Hai, aku Devan. Kamu?"

Gadis itu tak menjawab. Bahkan tak menoleh kearahnya. Devan kembali menarik tangannya yang ia ulurkan.

************
Bel tanda pulang berbunyi dari lima menit yang lalu. Namun gadis itu belum juga sampai dirumahnya. Bagaimana tidak? Kini ia tengah ditahan oleh Alice dan kawan-kawannya.

"Ini waktunya. Ayo kita bermain sebentar,"

"Lepaskan aku!" Teriak gadis itu memberontak.

"Aku akan melepaskanmu. Tapi setelah permainan ini selesai. Ok? Guys, mana resepnya?"

Sebotol cairan, entah apa yang ada didalamnya sudah ada di tangan Alice. Dengan perlahan ia membukanya. Bau busuk langsung tercium.

"Yak!! Lepaskan!!"

"Hahaha.... tunggu sebentar lagi. Satu.... dua.. ti--"

"Hei, kalian!!"

Suara berat seorang lelaki menghentikan gerakan tangan Alice.
Lelaki itu berjalan mendekati mereka.

"Sedang apa kalian?"

"K-kami.. kami.. sedang bermain," ucap Alice kikuk sambil tangannya berusaha menyembunyikan botol tadi.

"Hmm... tapi mengapa dia terduduk ditanah?"

"E-oh.. dia.. dia terjatuh. Ayo bangun.. permainan ini belum berakhir..." ucapnya sambik membantu gadis itu berdiri.

"Kalau begitu.. kami pulang duluan ya..."

Setelah mereka pergi, Devan menghampiri gadis itu.

"Kau tak apa?"

Gadis itu menunduk dalam-dalam. Bahunya mulai bergetar. Ia menangis. Dengan ragu Devan memegang bahunya.

"Kau tak apa.... Oliv?"

~~~~~~~~~~
Maaf gak jelas gitu ceritanya. Hehe...

Jangan lupa kritik dan sarannya ya...

Vote kalau menurut kalian ceritanya bagus...

Terimakasih.... :)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 08, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Second TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang