"Aku mencintaimu, Myesha. Walaupun takdir memisahkan."
Dikecupnya kening Myesha sangat dalam. Mungkin ini akan menjadi lembaran baru untuk kehidupan mereka. Bahwa sejatinya cinta tak dapat menyatukan mereka, meski dengan kekuatan sekalipun. Bahkan Rafa harus mengaku kalah. Ia berhenti berjuang sampai di situ saja. Ia menyerah dan mengakhiri semuanya dengan kalimat pedih yang membuat Myesha berkaca. Sentuhan lembut bibir Rafa dikening Myesha pun tak lagi hangat. Baginya itu adalah kecupan Rafa yang terakhir. Setelah ini, Rafa akan lenyap dari hidupnya tanpa sedikitpun menoleh.
"Harus jaga kesehatan ya calon ibu dokter." Disentilnya hidung Myesha yang memandanginya haru. Sebegitu kejamkah takdir memisahkan cinta dua anak manusia yang sudah terlanjur bersemai dalam dada.
"Apa ini artinya kamu menyerah Raf?" Tanya Myesha cemas. Berharap Rafa akan menggelengkan kepalanya, atau berkata tidak pada Myesha yang belum ikhlas melepas kekasihnya itu.
Rafa tertawa mendengar tanya Myesha. Menertawakan hidup yang seakan tak adil untuknya. Andai saja ada cara, mungkin Rafa masih berjuang mempertahankan hubungan yang diam-diam mereka rajut selama setahun ini. Tapi apa daya, semua luruh karena pertentangan yang tak bisa dilawan. Inilah yang menyebabkan Rafa menyerah, bukan karena tak lagi mencintai Myesha. Tapi karena cintanya ditentang.
"Pulanglah. Kalau kamu disini terus aku bisa gagal menyerah." Rafa mengusap lembut kepala Myesha yang masih tak ikhlas. Diraihnya tangan Rafa untuk digenggam, namun secepat kilat lelaki itu menepis halus, melepaskan tangan Myesha sambil menggeleng-geleng. Tanda ia memohon. Semakin Myesha menggenggam tangannya erat, maka Rafa semakin berat melangkah pergi.
"Nggak. Aku nggak mau."
"Mye. Ayolah, jangan buat kita semakin tersiksa. Lupakan aku ya." Rafa memohon lagi.
"Kamu bilang kamu cinta sama aku, kenapa aku harus lupain kamu?" Tak tahan Myesha akhirnya menangis. Mencengkram baju Rafa kuat, meminta penjelasan.
"Tanpa aku jelasin, kamu udah tahu jawabannya. Tolong Mye, biarkan aku pergi. Lupain semuanya."
"Oke. Kalau itu mau kamu. Kita lupa semuanya!" Disusutnya air mata yang sempat mengalir di pipi. Myesha berusaha kuat, jika memang ini sebuah pilihan yang harus mereka tempuh.
"Sekarang balik badan kamu. Pulang. Dan jangan noleh ke belakang. Aku juga akan lakukan hal yang sama. Sekali aja kamu noleh, maka kekuatan kamu akan runtuh Mye. Kamu harus kuat ya, jadilah Myesha yang tahan banting menghadapi masalah."
Myesha tak lagi berkata-kata. Semua gerakkannya terinstruksi oleh Rafa. Padahal Rafa sendiri harus menguatkan hatinya yang juga hancur. Ia pergi bukan karena keinginannya, tapi karena suatu hal yang mengharuskan. Menyerah mungkin lebih baik ia lakukan daripada bertahan tetapi sia-sia.
"Hitungan ke tiga, kita sama-sama melangkah. Satu ... dua ... ti ... ga."
Myesha menutup matanya rapat sebelum mulai melangkah. Berusaha menahan mati-matian air mata yang mengenang di sudut matanya. Benar kata Rafa, sekali saja Myesha menoleh, maka ia akan berat lagi untuk melangkah. Hitungan ke tiga sudah Rafa ucapkan. Artinya mereka harus melangkah pergi menjauh, tanpa harus menoleh ataupun sekadar berhenti. Bukan hanya Myesha yang menahan buliran air di matanya, tetapi Rafa pun juga begitu. Sebagai lelaki bukan berarti ia tak boleh menangis. Sejatinya kaum pria juga mahluk tuhan yang berhati, memiliki perasaan, dan menangis juga bisa mereka lakukan.
"Selamat tinggal, Myesha." Itulah kalimat terakhir dihati Rafa yang ia ucapkan diam-diam. Jika Myesha terluka, Rafa lebih dari itu.
***
Myesha baru saja terbangun dari mimpinya. Sudah sepekan ini mimpi tentang Rafa membayang-bayanginya. Pertemuan terakhir mereka selalu masuk dalam mimpi Myesha. Karena itu ia jarang ingin tidur, takut mimpinya kembali datang. Dan nyatanya itu benar, setiap Myesha memejamkan matanya rapat, mimpi itu kembali berputar. Menghantu-hantuinya dalam masa lalu. Masa yang seharusnya Myesha lupakan seiring hidupnya yang sudah tersusun rapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Power Of Love
RomanceMengabdi untuk menyelamatkan puluhan bahkan ratusan nyawa sudah menjadi tugas seorang Myesha Karindra. Ia rela menghabiskan malam demi gelarnya sebagai dokter. Sampai pada akhirnya kekacauan datang. Rafa Adnan Khasyafa kembali pada hidupnya. Lama l...