Sick

1.8K 170 23
                                    

Myesha terlihat kurang sehat di ruangannya. Hari ini sudah dua kali ia melakukan operasi hanya berselang dua jam. Operasi terakhir memakan cukup waktu, kurang lebih sejam lebih tiga puluh menit. Ia memijat-mijat kepalanya yang terasa pening. Sesekali mencium minyak kayu putih yang ada di sudut mejanya. Beberapa kali Faran menelepon, namun tak diangkatnya. Bukan karena sengaja, tapi Myesha akan semakin pusing jika terlalu banyak berkomunikasi. Dan juga ia tak ingin menambah khawatir di diri Faran akan dirinya yang sama sekali tak pantas diperhatikan.

"Mye." Ada ketukan pintu di ruangannya. Myesha sudah tak bisa lagi berdiri, ia memilih membaringkan tubuhnya di sofa ruangan sambil meringkuk kedinginan.

"Masuk." Dengan suara lemah, Myesha coba menyahut. Tak lama, muncul-lah Rafa dengan mimik wajah khawatir.

"Lo kenapa? lo sakit?" Rafa menempelkan dinding tangannya ke dahi Myesha, panas. Merasakan hal itu, Rafa bertambah khawatir. Ditujunya dispenser yang memang ada di dalam ruangan, menekan air dingin yang mengalir ke gelas yang ia pegang, lalu dengan sigap membantu Myesha meminumnya sambil menyanggah bahu Myesha yang setengah duduk.

"Gue antar pulang ya." Entah mengapa, Myesha tak punya kata penolakkan. Ia hanya bisa mengangguk pasrah.

"Lo masih kuat jalan?"

"Kepala gue pusing."

"Lo kurang istirahat sih." Sempat-sempatnya Rafa mengelus pipi Myesha secara lembut. Seperti menarik mundur waktu saat dulu mereka bersama.

"Gue gendong nggak papa?"

"Gue berat, Raf." Bukan itu alasan Myesha. Ia hanya malu akan jadi pusat perhatian. Berjalan di koridor rumah sakit dalam gendongan Rafa, apa pikir orang nanti. Mereka jalan bersebelahan saja, orang-orang menggosip apalagi ini di gendong, mau taruh di mana mukanya.

"Berat badan lo masih sama kayak dulu. Gue sering gendong lo, apa lo lupa?" Seulas senyum ringan tercetak di bibir Myesha. Mana mungkin ia lupa, bahkan semua kenangan indah itu terbungkus rapi dalam ingatannya.

Tanpa banyak tanya lagi, Rafa menggendong Myesha tanpa perduli tanggapan orang-orang. Terserah, apa saja kata mereka. Toh, Rafa hidup bukan dari sesuap nasi yang mereka berikan. Biar sajalah, sesuka hati mereka mengunjing, dosa ditanggung masing-masing.

Dibukanya pintu ruangan Myesha dengan susah payah. Ia tendang pintu ruangan Myesha cukup keras. Setelah berhasil, dengan mantap Rafa menggendong Myesha. Berjalan menyusuri koridor diiringi tatapan aneh orang-orang sekitar, termasuk para dokter dan suster lain yang sedang lalu lalang.

Klisik-klisik, suara mereka mengumamkan dua nama dokter terkenal dari departemen yang berbeda. Mereka mulai berpikiran aneh-aneh. Menyimpulkan opini tanpa mengumpulkan fakta terlebih dahulu, itu namanya fitnah. Meskipun keduanya sepasang mantan kekasih, tetapi belum ada kata 'kembali' di antara keduanya. Bahkan mereka sepakat menamai hubungan ini dengan kata 'sahabat'. Walau tak bisa dipungkiri, kosa kata itu bisa berubah kapan saja, tergantung situasi dan kondisi.

***

Entah sudah berapa panggilan tak terjawab dari Faran di ponsel Myesha. Si dokter tampan Rafa juga mengabaikan panggilan itu. Ia sibuk merebahkan tubuh Myesha di kamarnya. Menyelimuti tubuh sang mantan sampai sebatas dada. Duduk di pinggir kasur sambil menimang wajah Myesha yang ia rindukan. Berharap ia dapat menyentuh lagi wajah sang mantan dengan jeraminya sebagai pasangan yang saling mencinta. Mungkinkah harapan konyol dari Rafa itu akan terwujud? ini bukan masalah pertentangan saja, tapi lebih rumit dari itu. Ia teringat pesan Pak Arfan beberapa tahun yang lalu, dan ini bagai bumerang untuknya yang masih mencintai Myesha.

Jengah mendengar ponsel Myesha yang terus bergetar. Diraihnya tas Myesha lalu ia obrak-abriknya isinya sampai menemukan ponsel yang tak henti berdering. Melihat nama Faran di layar, Rafa membuang napasnya. Sekhawatir itukah calon suami Myesha? jelas saja, Faran akan cemas. Ia mencintai Myesha layaknya kekasih, jadi tak mungkin bila sang dokter kesayangan tak ada kabarnya ia akan baik-baik saja. Sudah pasti, cemas menyergap seluruh hatinya.

The Power Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang