Black Blood

1.8K 126 30
                                    


Perempuan itu terseok-seok. Stiletto-nya yang elegan berketak-ketuk di lantai porselen yang mengilap. Langkahnya berat dan enggan, seolah ia sedang digiring menuju guillotine oleh dua pria kekar yang menggamit kedua lengannya erat-erat seakan ia bisa kabur setiap saat. Ia tersenyum samar dibalik kain hitam yang membungkus seluruh kepalanya, hanya menyisakan rambut hitam panjang yang berayun-ayun di punggungnya. Menyadari bahwa ia tak bisa kabur lagi. Tidak dengan kedua tangannya diikat.

"Siapa yang kau bawa?" suara tajam menahan langkahnya yang otomatis tertahan ketika kedua penjaganya berhenti.

"Siapa lagi?" jawab suara dari sebelah kirinya, berbangga diri. "Ini Si Huang."

Terdengar suara terkejut diikuti gelak tawa "Aku tidak tahu kenapa kalian pikir ini lucu, tapi dia kelihatan seperti perempuan bagiku." tanpa diragukan lagi telah mengawasi dirinya dari kepala sampai kaki. Dari dress-nya yang berakhir diatas lutut dan sepatunya yang runcing.

Penjaganya menariknya lagi untuk berjalan secara tiba-tiba, membuatnya sedikit terhuyung. "Kita lihat saja nanti. Kami akan dapat hadiah besar. Buka pintunya."

Pintu di depannya menjeblak terbuka dan semua keberanian yang ia kumpulkan selama perjalanan tadi seakan menguap percuma. Jantungnya berdentum-dentum dibalik dada. Langkahnya semakin berat, mencoba mengulur waktu hingga penjaganya yang tidak sabaran menyeret dan melempar tubuhnya. Ia tersungkur di atas permukaan yang kasar dan roknya menyingkap sedikit. Horornya semakin memuncak ketika ia mendengar suara yang amat dikenalnya.

"Aku tidak ingat pernah menyuruh kalian membawa seekor betina kepadaku," suara itu dalam, dingin dan penuh ketidakacuhan.

"Maafkan kami, Tuan Muda, tapi kami berhasil menangkap Si Huang. Dia jadi cewek sekarang, sepertinya," cemooh salah satu pria.

Ia masih tidak bisa melihat, namun ia bisa merasakan ada ketegangan yang menggantung berat di antara mereka. Tak ada yang bicara dan sepertinya semua sedang menahan nafas. Kemudian ia mendengar langkah kaki berhenti persis di dekat kepalanya.

"...Benarkah? Perlihatkan wajahnya."

Menyeringai, seseorang meraup kain hitam yang membungkus kepalanya dan untuk pertama kali sejak perjalanan tadi akhirnya ia bisa bernafas lega. Ia berada di sebuah ruangan besar yang teramat familiar baginya dan ketika ia mengangkat kepala, nafasnya seolah direnggut lagi.

Berdiri dengan kedua tangan terbenam di saku celananya, Kris Wu. Kepalanya miring. Menatap dirinya dengan tatapan sama yang ia tujukan kepada setiap orang di sekitarnya, seolah mereka tak lebih dari kotoran di sepatunya yang mahal dan mengilap, namun kali ini dibarengi dengan sesuatu yang mirip dengan antusias. Matanya berkilat berbahaya.

"Kalian salah orang," ia mendengar suaranya sendiri,berusaha setenang mungkin meskipun tidak meyakinkan, mencari celah untuk bisa kabur dari situasi ini. "Aku bukan Huang yang kalian maksud. Kalian bisa cek kartu identitasku di apartemen."

Mata yang sedari tadi mengawasi wajahnya kini tertuju pada kedua orang yang membawanya, meminta kepastian. "Nah? Apa kalian sudah melakukan itu sebelum membawanya kesini?"

"K-kami tidak terpikirkan soal itu tapi kami sudah mengawasinya berbulan−"

"Tentu saja," ia mendecih pelan. Seolah sudah terbiasa dengan kebodohan para bawahannya. Ia melangkah lagi dan berjongkok di dekat perempuan itu. Perhatiannya kembali tertuju ke wajah yang kini menunduk berusaha menyembuyikan wajahnya. Kris meraih segenggam rambut, menjambaknya, dan kedua mata itu pun akhirnya beradu. Satunya diliputi horor dan satunya‒satunya tak bisa ditebak. Mungkin ia salah lihat, namun selama sepersekian detik ia melihat sesuatu di sana. Sesuatu yang mirip rindu. Sebelum berubah menjadi sesuatu yang lebih mengerikan karena ia melihatnya berkilat berbahaya lagi.

Black BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang