Bagian 2 ::

162 67 14
                                    

Ciiitttt...

Deru mobil saat berhasil memasuki gerbang SMA dengan mulus membuat Zainudin-satpam yang lebih akrab dipanggil Bang Zai itu lari terbirit-birit ketika body mobil hampir mengenainya.

"Dhenisa! Selalu saja kamu ini ya!" ucap Bang Zai saat Dhenisa meloncat dari Jeepnya. Belum selesai, Dhenis sudah memotong,

"Oh, sorry my bro!" Dhenisa mengangkat tangan kanannya sembari berlalu meninggalkan Bang Zai yang terlihat sudah terbiasa dengan sikap Dhenisa.

Gadis berambut hitam pekat terikat panjang itu sedang berjalan menuju kelas sembari menyumpal kedua telinganya dengan sepasang headset. Bukan sok keren atau semacamnya, Dhenis menggunakan benda itu agar dia bisa mendengar semua celotehan orang dengan stay cool dan sok nggak dengar apapun. Hal itu membuat seluruh populasi sekolah menggigit dasi masing-masing saat seorang Dhenisa Adelheid Londa kembali datang terlambat dengan tenang, tidak seperti siswa-siswi lain pada umumnya yang sudah lari terbirit-birit menuju kelas karena keterlambatan yang diperbuat.

Satu-satunya siswi langganan keluar masuk BK sejak awal sekolah karena tidak pernah memakai kaos kaki juga sepatu yang ditentukan. Baju dikeluarkan serta dandanan yang selalu acak-acakan.

"Cihh.. Najis banget liatnya! Mentang-mentang anak donatur, masuk sekolah seenak jidat!" decak siswi lain, muak dengan segala tingkah Dhenisa.

Dhenisa masih berjalan dengan tempo seperti di awal. Tak disangka, dia berjalan ke arah sumber suara dan mengatakan, "Kalo gue emang sok-sokan di sini karna ada nyokap gue, emang kenapa? Iri lo?" Dhenisa mengatakannya dengan mata yang terus memandang ke depan, dilanjut menaikkan salah satu garis bibirnya.

Tentu para penceloteh itu langsung memaparkan wajah paniknya. Tentu karena mereka tidak sadar bahwa Dhenisa bisa mendengarkan celotehan mereka.

Dhenisa terus berjalan, mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru lapangan utama. Didapatinya 4 kucrut sedang duduk di salah satu anak tangga di sana.

"Hoi, para kucrut bodoh! Dhenisa yang imut dan cantik ini sudah hadir!" teriak Dhenisa dengan tangan melambai-lambai terus berjalan ke arah para kucrut.

Sebuah bisikan horor telah menganggu pendengarannya.

Ternyata suara itu berasal dari sosok lelaki yang selama ini selalu mengganggu Dhenisa. Dhenisa memaparkan wajah tidak sedapnya di depan lelaki itu. Sepersekian detik saja Dhenisa berpaling dan beralih pandangan pada lelaki itu, saat dilihat kembali para kucrut sudah menghilang bagai ditelan bumi.

"Dasar! Selalu saja hanya aku yang menanggungnya! Muak gue lihat wajah lelaki tua ini!" geretuan Dhenis disela keheningan yang terjadi.

"Mau ke mana kamu?" ucap lelaki itu pada Dhenisa. "Ikut saya ke ruangan!"

***

Babibu lelaki paruh baya itu habis-habisan memaki Dhenisa yang sedang sibuk sendiri memainkan jari-jari tangan di atas layar gadgetnya. Seperti ini sudah terlalu biasa bagi Dhenisa, juga tidak ada tindakan tegas dari pihak sekolah membuat Dhenisa mengabaikan apapun yang tidak disukainya. Tidak salah lagi, ini karena perempuan itu.

"... kamu ini pas-pasan, tapi ulahnya sudah kelewat batas, Bu Audrey memang orang penting, tapi setidaknya tepati aturan sekolah ini." rentetan kalimat terlontar dari bibir lelaki paruh baya itu dengan sedikit menaikkan nada bicaranya.

"Pak, sudah selesai bicaranya? Bisa saya kembali ke kelas?" tanpa beban Dhenisa melanjutkan.

"Jadi, sedari tadi kamu tidak mendengarkan saya sama sekali?!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 09, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang