Tunggu, Biru?

284 36 7
                                    

Iris jungkook tak henti-henti menatap setiap gerak-gerik seseorang yang sedang membaca diujung barisan bangku perpustakaan. Seorang gadis sedang bersandar perlahan mencoba melepas penat. Ia melepas ikat rambut yang sedaritadi menjaga rambut indahnya agar tidak jatuh menutupi wajahnya cantiknya. Kini wajah cantik itu terlihat semakin cantik dengan rambut yang tergerai. Tak terasa senyum perlahan mengembang dan menghiasi wajah tampan Jungkook.

Gadis itu lalu tertidur, dengan mata terpejam dan hembusan nafas pelan yang teratur. Sudah menjadi kebiasaannya membaca buku setelah pulang sekolah. Juga sudah menjadi kebiasaan Jungkook memandangi gadis itu dari jauh saat ia sedang membaca. Jungkook meletakkan sesuatu diatas tumpukan buku. Tanpa suara dan kegaduhan yang berarti. Gadis cantik itu masih dalam keadaan sama. Wajah cantiknya terlihat sangat damai, hembusan nafas itu begitu teratur tanpa ada percepatan. Merasa aman untuk mendekat kembali Jungkook beranjak dari tempat ia bersembunyi dan memilih duduk disamping gadis itu. Ia melepas jaket yang ia kenakan dan menutupkannya pada tubuh gadis berwajah cantik itu, menyingkirkan untaian rambut yang menutupi wajah cantiknya. Jungkook tersenyum, kini hawa dingin mulai merasukinya. Ia tak habis pikir bagaimana mungkin ia tetap merasa hangat saat di dekat gadis ini. Ia tak habis pikir bagaimana mungkin saat gadis ini didekatnya ia merasa debaran jantungnya menjadi tak normal tapi ia tetap merasa nyaman. Jungkook melihat jam tangannya, mendengus sebentar lalu beranjak. Meninggalkan gadis disampingnya tadi dalam kedamaian dan kehangatan.

Setelah beberapa menit ia beranjak Jungkook kembali, membawa jaket lain dan menutupkannya pada gadis tadi juga mengambil kembali jaketnya.

Jungkook berdiri menepi dibawah suatu bangunan hujan membuatnya berakhir disini. Sebenarnya hujan belum turun hanya saja ia memiliki feeling kuat jika hujan akan segera turun, sedia payung sebelum hujan kan lebih baik. Terlalu bosan matanya terus menatap ke jalanan, tidak banyak orang yang berlalu lalang hanya seorang gadis dengan payung biru dalam genggaman tangannya. Tunggu, biru?

"Ya! Kau mau telingaku sakit karna setelah ini aku akan mendengarmu bersin ratusan kali?" setelah berlari dari tempatnya tadi Jungkook lalu menggenggam tangan Yein.

Kedua remaja itu kini berada di halte bus. Hanya mereka berdua.

Yein mendengus "eoh, kau kira aku peduli?" ia melepas genggaman Jungkook.

"Eii, harusnya tadi aku membiarkanmu basah kuyup" Jungkook membenarkan letak tasnya, kini tas biru itu ia selempangkan ke depan. Jaket biru dengan motif garis berwarna merah itu ia keluarkan dari tasnya, ia membuka reseletingnya dan menutupkan pada tubuh Yein.

"Kau tahu jaket ini tak cukup menghangatkanku." Yein menjatuhkan tubuhnya. Kini ia duduk dengan lutut ditekuk dan kedua tangannya ia lingkarkan, mencoba menjaga tubuhnya agar tetap hangat. Matanya memperhatikan jutaan rintik hujan yang turun bergantian membasahi jalan. Lalu ia menutup kedua matanya, menikmati aroma khas hujan kesukaannya. Sudah lama ia tak menikmati hujan. Mata itu lalu terbuka, sepasang sepatu biru mengingatkannya akan sesuatu. Yein mendongak mendapati Jungkook sedang bergulat dengan hawa dingin yang menusuk, betapa bodohnya ia memberikan jaketnya untuk Yein. Mengingat hujan turun di akhir musim semi. Yein meneliti Jungkook yang sedang berdiri menatap jalan dengan tatapan kosong, ia penuh dengan barang berwarna biru, yah biru adalah obsesei barunya sekarang. Dan ia menyadari sesuatu.

"Kau mau aku membelikanmu sesuatu? Aku butuh minuman hangat." kalimat yang terlontar dari bibir Jungkook itu membuat Yein bergidik tidak siap mendapat pertanyaan.

"Ah!"

"Ahjumma, kau ingin aku belikan apa?" Jungkook mendekatkan wajahnya, menelisik ekspresi Yein. "kau pucat sekali, apa kau begitu kedinginan? Tahu begini aku tak membiarkanmu pulang sendiri." Jungkook mendaratkan telapak tangannya pada dahi Yein, menyibak untaian rambut yang menutupi wajahnya.

"Jungkook-ah...... "

"Eum?" Jungkook sibuk menggesekkan kedua telapak tangannya lalu menempelkannya pada wajah cantik Yein.

"Apa kau ingat awal dari persahabatan kita?"

Jungkook yang dari tadi serius mencoba memberi kehangatan untuk Yein tiba-tiba menghentikan kegiatannya. Kini tatapannya menerawang mengingat masa lalu.

"Ah~ kau anak baru saat smp yang culun dengan baju kebesaran dan salah masuk toilet dan mimisan... "

"Ya!" kepalan tangan Yein siap meluncur ke lengan Jungkook jika saja namja dengan surai hitam itu tak menghentikan kalimatnya. Sedang Yein menatap Jungkook dengan tatapan ingin membunuh.

"Ara, ara, araseo.. Saat itu aku menghampirimu dan kita bertukar makan siang lalu aku mengajakmu berteman. "

"Sebenarnya aku ingin tahu apa alasanmu mengajakku berteman." Kini keduanya duduk di pinggiran halte, hujan belum berhenti tapi rintik yang berjatuhan sudah tak sebanyak tadi. Dan udara dingin masih menguasai tubuh dua remaja itu.

"Karena kau terlihat menyedihkan, dengan baju kebesaran dan rambut kuncir kuda." Jungkook tak bisa menutupi senyuman yang terkembang pada wajahnya, sedang bibir Yein mengerucut dengan sempurna.

"Sekarang aku sudah bukan gadis culun, bajuku juga sudah tidak kebesaran lagi. Lalu apa yang membuatmu masih memilih bersahabat denganku?"

Senyuman pada wajah Jungkook itu kini berubah menjadi tatapan sendu, menatap wajah Yein lamat-lamat, yang ditatap hanya diam. "karena kini kau terlihat sangat rapuh, dan aku tak sanggup melihatmu jatuh atau tersakiti."

Hanya mengatakan kalimat sependek itu saja membuat debaran jantungnya menjadi tujuh kali lebih cepat. Setidaknya ia mengungkapkan apa yang selama ini ia sembunyikan, mungkin dengan ini Yein menyadari sesuatu.

Tunggu, Biru? Where stories live. Discover now