18 September 2016
Anggap saja hari ini adalah hari reuni aku dan dia setelah beberapa bulan tak bersua. Sebuah undangan berwarna merah muda dengan pasangan pengantin yang ku kenal terpampang di sana. Undangan itu ditujukan untuk segenap keluarga pebasket sekolah. Sejujurnya, aku enggan menghadirinya karena aku yakin bahwa ia akan hadir di sana. Katakanlah, aku masih menyimpan rasa untuk sang senja. Memang benar, begitulah adanya.
Gaun berwarna hijau tozca melekat apik di tubuhku. Tak lupa ku sambar sling bag dengan warna kopi susu untuk memperindah penampilanku. Make up tipis ku poles di wajah standartku. Bagaimana pun aku bersolek aku tahu aku bukan wanita impiannnya.
Degup jantung bergemuruh menjelang detik-detik keberangkatan. Di tengah perjalanan, sebuah motor besar mendahului melalui lajur kanan. Di tengah remang-remang cahaya lampu jalanan, aku tahu siapa orang itu.
Senja. Ia yang membuat bibirku bungkam tak sanggup berkata. Ia yang membuat gejolak dalam dada semakin terasa. Ia yang membuat palung rindu dalam hati tersirat di kedua mata. Ia juga tembok pertahanan yang sekian bulan ku bangun luluh lantah.
Wedding party, sebuah acara yang mempertemukan kita kembali. Tawa sahabat-sahabatku terukir jelas, inilah momen melepas rindu sembari mengenang masa lalu. Berbeda dengan aku dan dia yang berperan layaknya orang asing tak pernah berjumpa sebelumnya.
Aku berjalan di belakangnya, menatap punggungnya mengingatkanku akan hari dimana aku dan dia pergi nonton pertandingan basket bersama. Kenangan-kenangan itu terngiang di kepala. Canda, tawa yang dulu pernah ada kini sirna karena dinding kokoh yang bernamakan gengsi.
Senja,
Tuhan selalu memiliki cara mempertemukan
Bagaimanapun cara untuk menghindar tak akan terelakkan
Takdir Tuhan yang berbicara tentang segalanyaAku yang hanya jadi pengagummu
Memandangi dari jauh
Sampai detik ini aku masih termangu
Menggemgam erat angan semu
Berusaha derana
Dalam setiap lara yang menerpa
Walaupun pada akhirnya senja-lah yang membayangi setiap langkah
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR NANTA [END]
Short StoryKalau memang bibirku tak sanggup berbicara Izinkan ku ungkapkan lewat gores tinta Kalau jemari ku tak sanggup menyentuhnya Biarkan do'a selalu menyapa