03:30 PM, di taman kota.
Kini keduanya tengah berada di bawah pohon rindang, dengan kedua mata yang tertutup dan tubuh yang tersandar, mereka menjadikan pohon itu sebagai tempatnya untuk mengadu lelah.
"Aku mengantuk." Sebuah ucapan singkat yang akhirnya terdengar pertama kali saat itu. Dengan suara yang berat, ia melirik ke arah sang gadis.
"Tidur saja, tetapi jangan terlalu lama. Atau nanti kutinggalkan." Balas sang gadis pada laki-laki di sebelahnya, kemudian sebuah kekehan kecil menyusul.
"Heh-- tinggalkan saja kalau memang bisa." Cengiran khasnya mulai terlihat, dan tiba-tiba saja ia menggeser tubuhnya; membelakangi sang gadis, dan mulai menyandarkan kepalanya di pangkuan gadis itu.
"Padahal kau belum meminta izin." Dengan nada mengejek, ia membiarkan laki-laki itu bersandar di pangkuannya.
"Padahal kau tahu, aku tak suka meminta izin." Sembari terus memejamkan matanya, ia membalas perkataan sang gadis dengan tersenyum. Sebuah ekspresi bahagia diperlihatkannya dalam diam.
20 menit berlalu sudah, langit di sore hari semakin terlihat menjingga. Seakan enggan membuat sang matahari menunggu datangnya malam, awan-awan itu mulai menyembunyikan sosoknya di balik mereka.
Keheningan masih menyelimuti Melody yang sedari tadi terdiam, dirinya menunggu sang laki-laki yang tak lain adalah Rama untuk terbangun, namun pikirannya tengah melambung tinggi ke angkasa.
"Apa sudah selesai?" Tiba-tiba saja sebuah pertanyaan itu memecah keheningan, membangunkan Melody dari lamunannya, menurunkan pikirannya kembali ke bumi.
"Hm? Kau sudah bangun, ternyata." Sebuah senyuman khas yang mendamaikan, diperlihatkan kala ditatapnya wajah yang baru saja bangun dari tidurnya itu.
"Air matamu yang mengganggu tidurku." Jawabnya seraya beranjak dari posisinya yang semua bersandar.
"Air mataku?" Salah satu tangannya tergerak; menyentuh pipi miliknya yang basah. Gadis itu bahkan tak sadar bahwa ia baru saja menangis. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia mengusap air mata itu dengan tangannya sendiri.
"Memikirkan apa?" Tanya Rama kemudian. "Kau selalu menangis saat aku tertidur, atau saat kau sedang melamun sendirian." Lanjutnya kembali; sedikit memberikan pernyataan pada sang gadis.
"Itu.. mungkin mataku baru saja terkena debu, makanya tanpa sadar aku mengeluarkan air mata. 'Kan?" Melody menjawab perkataan Rama tanpa menatap matanya langsung, dan dari situ pula Rama mengetahui bahwa gadis itu sedang berbohong.
"Ya ya ya~ itu masuk akal." Balasnya mengiyakan apa yang baru saja diucapkan Melody. Sementara kakinya mulai tergerak, dan kini dirinya mulai membelakangi gadis itu.
"Kurasa sebaiknya kita pulang, mungkin Ibuku sudah menunggu." Ajak Melody saat dirinya melihat Rama yang sepertinya juga bersiap untuk pulang.
"Kau benar, dan karena aku sudah diizinkan untuk tertidur di pangkuanmu tadi, aku akan menggendongmu sampai ke rumah." Jelas Rama pada Melody, tubuhnya sedikit direndahkan agar gadis itu mudah menaiki punggungnya.
Gadis itu tampak memikirkan kembali apa yang diucapkan oleh Rama, seperti tak yakin namun ragu pula untuk menolak.
Beberapa detik pun berlalu, waktu yang digunakan untuk ia berpikir. Perlahan dirinya mulai mendekati tubuh yang membelakanginya itu, dan mulai menjadikannya sebagai tumpuan.
"Nah~ jangan sampai melepaskan peganganmu, ya?" Ia sempat meyakinkan kembali gadis itu, sebelum akhirnya ia berdiri dan langkahnya tergerak menuju arah jalan pulang. Sementara Melody hanya mengangguk, ia menyandarkan dagunya pada bahu milik Rama.
04:00 PM.
"Kau tahu? Aku sempat bermimpi tadi, tetapi itu terhenti karena hujan turun. Kupikir itu hujan yang nyata, ternyata air matamu." Ucap Rama di tengah-tengah perjalanan mereka, namun tak ada tanggapan dari Melody.
"Mel?" Panggilnya pada sang gadis, apa ia tertidur? "Melody!" Panggilnya lagi, namun kali ini ia berteriak.
"Teriakanmu menggangguku--" Dengan nada yang tak acuh, ia menimpali suara itu.
"Kau tak mendengarkanku." Balasnya kembali tak kalah dengan gadis itu.
"Eh? Memangnya, kau mengatakan apa?"
"Lupakan saja, apa yang kau pikirkan?"
"... kau ingin tahu? Apa yang membuatku selalu menangis?" Melody baru saja menawarkan sesuatu pada laki-laki itu, hal yang selalu membuat Rama ingin tahu sejak dulu, meski tidak dengan sebuah ucapan laki-laki itu ungkapkan.
"Aku tak pernah memaksamu untuk mengatakannya, sebaiknya tak usah jika kau tak benar-benar ingin."
Mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Rama, membuat Melody terdiam untuk kesekian kalinya. Laki-laki itu benar, kini Melody tengah dalam setengah hati untuk menceritakannya. Seperti mengetahui apa yang gadis itu rasakan, air matanya sedikit demi sedikit kembali menetes; membasahi wajahnya.
Tak ingin seorang pun mendengar isakannya, dengan sekuat tenaga ia berusaha untuk menahan air matanya keluar lebih banyak.
"Kalau hatimu sakit, menangis saja. Kalau kau tak bisa menahannya, menangislah sepuas yang kau mau." Tiba-tiba saja Rama kembali berucap, seolah hanya ia sekarang ini yang mengerti dengan perasaan Melody saat ini.
Tak ada jawaban yang keluar dari mulut sang gadis, namun kepalanya dianggukkan perlahan, dan kini ia menangis sejadi-jadinya. Sementara laki-laki itu membiarkannya terus seperti itu untuk beberapa saat.
"Air matamu, jangan kau habiskan semua untuk hari ini. Sisakan untuk hari esok."
"Itu artinya kau ingin aku menangis esok hari, dan seterusnya?"
"Kubilang sisakan untuk hari esok, jika nanti kau ingin menangis lagi, air matamu belum habis. Menangis bukan hal yang buruk, saat kau tak bisa menangis itulah buruk."
Setiap kata yang diucapkan oleh Rama bagaikan obatpenenang yang tak memiliki efek samping untuk Melody, perlahan hatinya yangsemula tak beraturan kini mulai tertata kembali. Ketenangan demi ketenanganmulai ia rasakan dan tanpa direncanakan, ia mulai tertidur saat itu juga.
UNZERTRENNLICH
By: wonderfulkid12
.
.
Author: Akhirnya bagian 1 selesai juga, hehe! Semoga kalian tertarik membacanya ya, dan rencananya saya akan update setiap hari Minggu. Kalau enggak ada masalah 'sih, tunggu next updatenya ya~ terima kasih!
KAMU SEDANG MEMBACA
UNZERTRENNLICH
Teen Fiction"Apa yang akan terjadi, jika tiba-tiba saja hari ini kau dan aku berpisah?" "Bukan kita yang berpisah, hanya alam yang terpisah." "Mengenalmu, aku bahagia." "Aku juga. Masih ingin pergi ke Jerman bersamaku?" "Tentu, asal bersamamu, aku tak masalah."...