prologue

205 24 8
                                    

Kedua anak kecil itu tampak sumeringah dengan masing-masing es krim di tangan mereka.

"Mas Rafa, es krimnya enak ya." ujar Shania kecil yang terlihat sangat menikmat es krimnya. "Iya, dek, enak. Kapan-kapan kalo aku nemu uang di jalan lagi kita beli es krim ini yuk." Balas Rafa kecil sembari tersenyum kepada Shania.

Ya, tadi pagi Rafa memang menemukan selembar sepuluh ribu. Dan sekarang mereka membelanjakan dua cone es krim rasa cokelat dan strawberry di kedai es krim dekat TK Shania.

Tidak baik memang, tapi ya... namanya anak kecil mau duit punya siapa juga bodo amat.

"Makasih ya, Mas. Hari ini aku seneeeng banget." Kata Shania sambil melebihkan huruf e lalu melagukannya. "Sama-sama." Rafa tersenyum, lalu menepuk kecil kepala Shania yang masih terbalut topi kuning seragam TK-nya.

Sebenarnya, Rafa sudah kelas 1 SD. Dan ia biasanya menjemput Shania di TK yang berdekatan dengan SD-nya. Berkenaan dengan itu, Shania memanggil Rafa dengan sebutan "Mas", dan sebaliknya memanggil "Adek".

Jadi keinget My Pre-wedding. Hm.

Perihal rumah mereka yang berdekatan--hanya terhalang sebuah pohon mangga super besar sebenarnya, yang sekarang sudah bertransformasi menjadi rumah pohon dengan dua meja kecil beserta kursinya yang dibuat dari batang pohon ek.

Kedua anak kecil itu lantas keluar melewati semak-semak pembatas antara kedai tempat mereka makan es krim tadi dengan TK Bintang Nusantara. Mereka berdua rencananya hendak lewat gerbang TK Shania, namun gerbang depan itu sudah ditutup tiga puluh menit lalu.

Rafa menoleh ke pos satpam tempat Mang Asep--satpam TK tersebut biasa bertugas. Kosong melompong. Hanya tongkat hitam silinder yang menempel pada dinding.

Rafa berjalan masuk pos kecil itu sambil menggandeng tangan Shania. Ada sebuah kertas memo berwarna kuning tertempel di ujung ruangan.

kalo den rafa sama non sania mau lewat gerbang depan tunggu mang asep pulang kalo kelamaan teh den rafa lewat gerbang belakang aja mang asep udah bukain

Tulisan acak-acakan--ceker ayam--berikut ejaan yang melambai sepertinya tidak patut dipermasalahkan oleh anak kelas 1 SD seperti Rafa.

Rafa lantas berjalan ke gerbang belakang TK Bintang Nusantara--TK tempat Shania bersekolah--sembari menggandeng tangan mungil Shania.

"Mas, kita mau pulang lewat mana?" Tanya Shania kecil sambil mendongak karena Rafa lebih tinggi darinya. "Lewat gerbang belakang, soalnya gerbang depannya ditutup sama Mang Asep." Jawab Rafa sambil terus berjalan.

Setelah berjalan sepuluh menit, keduanya sampai di rumah Shania. "Ayo, mas masuk dulu. Kita main masak-masakan." Ajak Shania dengan air muka berbinar.

"Yuk, kayanya Kak Rachel juga belum pulang." Rafa lantas menyetujui ajakan Shania dan masuk ke rumah anak kecil itu setelah pintunya dibuka oleh Bi Tati--pembantu rumah tangga di rumah Shania.

"Dek, jangan main masak-masakan dong. Masa anak cowok kaya aku mainnya masak-masakan. Gak lucu ah." Rafa pura-pura ngambek di hadapan Shania dengan kedua tangan disilangkan di depan dada. Yang sebenarnya Rafa tak akan pernah bisa marah dengan Shania.

"Yah, Mas, jangan ngambek dong. Aku kan cuma ngajak aja. Kalo Mas Rafa gamau kita ganti yang lain aja. Maafin aku ya, Mas?" Pintanya dengan kedua ujung bibir melengkung mencoba membuat senyum semanis mungkin. Padahal dalam hatinya ia sangat takut akan Rafa yang sangat tiba-tiba marah seperti ini.

Karena sudah nyaris semenjak Shania mempunyai perangkat masak-masakan yang sangat lengkap--seperti kompor plastik yang ada pemutarnya, kulkas mainan yang bisa dibuka tutup dan bisa ditaruhi makanan mainan--sejak 3 bulan lalu.

Nadi dan MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang