Hujan.
Mungkin bagi sebagian orang, hujan mempunyai kenangan tersendiri bagi orang yang tengah menghabiskan waktu bersama orang yang dikasihi dibawah derasnya air hujan. Namun ini semua tak berlaku bagi gadis yang tengah menunggu angkutan umum untuk mengantarnya pulang. Sore hari ini, saatnya jam pulang sekolah tiba. Dan dengan malangnya, Anna berdiri sendiri sambil menyandarkan tubuhnya pada tiang halte.
Ia terus mengamati sekitarnya, tidak ada satupun murid Bunda Mulia yang tengah menunggu angkutan umum seperti dirinya. Di Halte hanya terdapat beberapa pengguna motor yang tengah berteduh akibat derasnya air hujan yang ditemani dengan petir yang menyambar disaat-saat tertentu. Ia memfokuskan pandangannya pada seseorang yang tengah memandangnya datar di seberang sana.
Dia Dave!
Dave tengah memandangnya datar tanpa ingin membantu dirinya untuk mengantarnya pulang dengan selamat. Anna menggesekkan kedua tangannya berlawanan arah, berharap hawa dingin yang menusuk tulang-tulangnya akan hilang secara perlahan dan digantikan dengan hawa panas yang semestinya.
DUARR!!
Petir menyambar dengan kerasnya. Hal ini membuat Anna menutup kuping dengan kedua tangannya. Badannya gemetar ketakutan, wajahnya pucat pasi. Ia takut akan petir. Tanpa disadari, Dave memperhatikan sahabatnya itu dengan perasaan cemas yang menyelimuti dirinya. Dia tahu dengan pasti bahwa sahabatnya itu takut akan petir. Apalagi saat melihat petir dengan jelas seperti ini.
Dave dengan segera mengambil payung yang dia pinjam dari seorang anak kecil yang menawarkannya ojek payung. "Dek, saya beli payung ini ya." Mohon Dave sambil memberikan uang berwarna merah lima lembar.
Dave menyeberang dengan hati-hati. Tangan kirinya ia masukan kedalam saku celananya. Ia berjalan kearah Anna berada. Dave berdiri mematung didepan Anna sambil memegang payung yang berada ditangan kanannya. Nampaknya, Anna tak menyadari keberadaannya kini. Anna terus menggesek kedua tangannya berlawanan arah tanpa memperdulikan sekitarnya lagi.
Ia berdehem pelan, sontak Anna mendongak keatas. Terlihat tubuh Dave yang berdiri mematung sambil menatap Anna datar. Anna terlihat pucat kali ini. "Dave, kamu disini?"
"Bukan, ini arwahnya!" Ia mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. "Udah tahu malah nanya," ketus Dave lagi.
Mata Anna bergerak hanya untuk menatap Dave yang tengah mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. Dalam hati dia bersyukur, Dave masih memperdulikan dirinya meskipun dalam keadaan tak akur seperti ini.
"Ikut saya!" Dave menarik tangan Anna lembut. Kemudian mereka berjalan menuju tempat yang sebenarnya tak pernah ia pikirkan untuk kembali lagi kesana.
"Kita mau kemana?" Tanya Anna sesekali melirik tangannya yang ditarik oleh pria yang notabene nya adalah sahabatnya sendiri.
"Nanti juga kamu tahu sendiri," tukas Dave tanpa memberhentikan langkahnya dibawah air hujan dengan bermodalkan satu buah payung yang memayungi mereka berdua.
"Kamu aneh!" Pelan Anna tapi masih bisa didengar oleh lawan mainnya.
"Hm," Dave hanya berdehem sebagai jawabannya.
****
"Gubuk ini?" Anna mengedarkan pandangannya pada sekeliling gubuk yang terletak diantara dua rumah tua yang sepertinya sudah tak dihuni manusia lagi. Sekelibat kenangan dalam ingatannya muncul. Gubuk ini adalah saksi bisu akan waktu yang pernah mereka lalui bersama saat kecil dulu.
Dave tak menggubris perkataan Anna barusan. Ia lebih memilih untuk menyusun jerami sebagai alas tempat duduk mereka berdua. Diam-diam Dave mengukir senyuman kecil tatkala mengingat kenangan manis waktu kecil dulu. Dimana, ia dan sahabatnya itu menghabiskan waktu bersama di gubuk ini. Tempat sesudah menghabiskan waktu di Bukit Dandelion untuk menghabiskan senja.
"Duduklah diatas jerami ini, mungkin hal ini akan menghangatkan kamu untuk sementara waktu!" Dave menatap Anna yang sepertinya masih nostalgia dengan masa kecilnya. Karena ia pun tak memungkiri bahwa ia juga tengah bernostalgia sore hari ini.
Dave memilih untuk menyusun ranting-ranting kayu ditengah-tengah tempat duduk mereka berdua. Kemudian, ia menyiram kumpulan kayu itu dengan minyak seusai korek api dinyalakan. Ya, ia menyalakan unggun api kecil-kecilan untuk menghangatkan tubuh mereka berdua. Diluar, hujan masih setia membasahi bumi dengan derasnya.
Keduanya terdiam dalam lamunan mereka masing-masing. Anna mendekap lututnya sambil menyadarkan kepalanya dengan tangan sebagai alasnya. Sejujurnya, dia sendiri bingung dengan tujuan Dave kemari. Apakah untuk memutuskan persahabatan yang telah mereka lewati bertahun-tahun lamanya, ataukah untuk memperbaiki persahabatan mereka? Jikalau Dave mengajaknya kesini untuk memutuskan persahabatan mereka, Anna sudah dapat mengikhlaskan semuanya. Karena dia tahu, dialah penyebab retaknya persahabatan ini.
"Maaf," Keduanya mengucapkan kata yang sama.
Anna tertawa hambar saat meyadari bahwa mereka berdua mengucapkan kata yang sama. Sementara Dave, ia menggesek kedua tangannya berlawanan arah.
"Kamu duluan," lempar Dave sambil memainkan jerami di tangannya.
Anna menarik napas panjangnya berusaha untuk menetralkan kembali detak jantungnya yang tak beraturan sedari tadi.
"Saya mau minta maaf, saya tahu saya salah karena telah menampar kamu. Tapi itu sungguh diluar kendali saya, saya juga tidak menyadari bahwa hal ini akan terjadi. Saya melakukan itu karena saya membutuhkan seseorang untuk menjadi sahabat saya. Karena kita mempunyai kesibukan masing-masing. Seperti halnya kamu, kamu tengah sibuk mempersiapkan lomba basket bulan depan. Saya tak ingin membebani kamu dengan cara mengganggu latihan kamu."
Dave terdiam untuk beberapa saat, ia berusaha mencerna apa yang gadis itu katakan.
"Dan maaf apabila kekhawatiran saya membuat kamu menjauhi saya," Anna melanjutkan perkataannya sambil menundukkan kepalanya.
Lagi! Keduanya terdiam untuk kesekian kalinya. Anna menatap lurus kedepan dengan tatapan kososngnya. Ada rasa lega yang menyelimuti dirinya tatkala ia mengucapkan semua beban yang mengganjal dalan pikirannya sejak tiga hari kebelakang. Lain halnya dengan Anna, Dave tengah berpikir keras mencari apa yang dimaksud dari gadis disampingnya ini. Ia cukup tahu dan cukup dewasa untuk mengetahui apa yang gadis itu ucapakan.
"Saya minta maaf," lirih Dave sambil membawa gadis itu kedalam pelukannya. Entah apa yang membuat dirinya berani melakukan ini pada sahabatnya sendiri. Tapi semua ini murni karena persahabatan, bukan karena rasa lain yang melebihi persahabatan.
Dan di Gubuk ini ditemani dengan rintik hujan yang menjadi saksi bisu akan kembalinya persahabatan yang sempat renggang ini.
TBC | 09 Oktober 2016
Author Note:
Bab ini adalah bab yang paling pendek yang pernah saya posting sebelumnya. Saya minta maaf, abisnya idenya mentok sampai sana. Percuma kalau panjang tapi ceritanya kemana-mana 'kan?
Tolong Vomment...
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendzone [ DISCONTINUED ]
Teen FictionMungkin, antara sebuah rasa di dalam persahabatan, tidak akan bisa berakhir bahagia. Bagaimana apabila mereka bertiga saling mencintai, tetapi tidak satu pun diantara mereka yang dapat bersatu. Bagaikan langit tanpa turun hujan, bagaikan a...