-1-

44 1 0
                                    

Renata memperbaiki kemejanya, mengibas sedikit agar terlihat lebih rapi, memasang jas putihnya, lengkap dengan stetoskop yang menggantung bebas di lehernya.

Renathania Grisella F. Dokter cantik yang bisa menyejukan mata, dan memberikan efek berbunga-bunga bagi para pasiennya. Meski belum menyelesaikan pendidikan spesialisnya, Rena sudah menjadi dokter idola di rumah sakit semesta, tempat ia mengabdikan diri satu setengah tahun ini.

Langkah ringan Rena membawanya ke ruang rapat, karena memang setelah visit T tadi, keluarga besar rumah sakit semsta akan mengadakan pertemuan untuk penyambutan penerus rumah sakit ini, yang berdasatkan informasi dari gosip para suster 'sang penerus' juga berprofesi sebagai seorang dokter.

"Rena,"

Panggilan itu mengintrupsi langkah Rena, bayangan dokter Putri yang merupakan sahabatnya terlihat bersusah payah mengatur nafas karen mengejarnya.

"Rilax, Put. Lo nggak bakal telat meski berhenti buat tarik nafas sebentar." senyum Renata mengiringi, Putri yang masih berusaha mengatur nafasnya.

"Gue nggak mau telat, Ren. Jangan sampai gue kehilngan kesempatan buat tebar pesona sama dia, kan usaha,  Ren. Bisa aja jodoh. Hehe"

Rena tergelak, mendorong pelan Putri yang cengengesan.

"Mending lo fokus sama Andrew,  Put. Dari pada sibuk tebar pesona nggak jelas. Andrew kurang apa coba?"
Tubuh Putri menegang, seraya berbisik lirih.

"Kurang sayang sama gue,"

"Hhhmmmm?"
Alis Rena terangkat, meski samar dia bisa mendengar bisikan Putri. Apa mereka ssdang bermasalah?

"Buruan," setelah berhasil mengontrok diri, Putri menarik Rena,  dan mereka berdua bergabung dengan Diva, Lana, dan Vira yang sudah lebih dulu berada di sana.

"Kami terlambat?" Putri sudah kembali terlihat antusias.

"Bahkan acaranya belum di mulai, Put." jawab Lina sembari memutar bola matanya.

"Gue denger dia ganteng dan pintar, dia sudah menjadi speskalis terkenal di usianya yang baru menginjak 24 tahun." Diva menarik perhatian 4 dokter cantik lainnya.

"Serius?"

"Beneran, Vir. Berdasarkan info dia dokter spesialis anastesi."

"Becanda lo?"
Rena yang tadinya tak tertarik mulai ikut berkomentar, soalnya 'si penerus' yang seusia dengannya ini sudah mendapatkan gelar yang baru saja ingin dia tekuni. Jangan bercanda, anastesi itu tidak mudah, dan saat dia baru ingin mencoba ada orang yang usianya sama denganya dan sudah menguasainya. Siapa dia?

Ke empat sahabatnya angkat bahu, tidak juga bisa memastikan kebenaran informasi yang beredar di kalangan perawat.

"Selamat siang semuanya, "

Rasa penasaran sekumpulan gadis itu terinstrupsi sejenak, kemudian perhatian mereka fokus pada Jonatan, yang tengah berperan sebagai MC.

"Salam Sehat, saya sangat tersanjung sekali karena telah di percaya sebagai MC di acara penting ini,  bla... Bla... Bla..."

Renata menatap bosan,  dan mulai jenuh dengan basa basi dan kata sambutan dari para petinggi rumah sakit. Biar bagaimanapun juga,  dia tidak seantusis ke 4 temannya yang sudah menyimak dengan hikmat.

"Setelah sekian lama, akhirnya dengan bangga saya akan memperkenalkan sang pewaris. Nathan Abigail."

Tepuk tangan memenuhi tempat itu, semua antusias melihat pria tampan yang menaiki podium, kecuali satu orang.

"Shit!"

Renata mengumpat pelan, rasa tidak percayanya terkikis oleh seringai licik Nathan diatas podium sana saat mata mereka tidak sengaja bertemu.

Dari semua orang yang ada di dunia ini, mengapa harus si brengsek ini?!!

****

Re(nathan)iaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang