Pulang - Sandhi (Sungjin)

5.5K 496 24
                                    

Setiap orang punya definisinya masing-masing akan rumah. Ada yang  mendefinisikan rumah sebagai bangunan mewah bertingkat 2 dengan pagar tinggi dan kolam renang, ada yang mendefinisikannya sebagai sebuah gubuk kayu di pedesaan yang sunyi, ada yang mendefinisikannya sebagai sepetak kontrakan atau satu unit apartemen minimalis dengan furniture seadanya, ada pula yang mendefinisikan rumah dalam bentuk personifikasinya; pelukan seorang ibu, dekapan kekasih, senyum anak dan istri.

Bagi gue sendiri, rumah itu ini.

Bangunan sederhana dua tingkat dengan cat warna hijau yang adem dan cerah serta pekarangan kecil dibalik pagarnya yang putih. Di dalamnya ada 3 kamar tidur, beberapa kamar mandi, dapur, ruang tengah... ya bagian-bagian standar sebuah rumah. Dan yang paling penting adalah, di dalamnya ada dia. Dia yang sekarang kemungkinan besar lagi tidur pules di kamar setelah seharian meeting atau presentasi di depan klien.

Gue melirik jam tangan; pukul 00:00. Supir Uber yang nganterin gue dari bandara udah balik dari beberapa menit yang lalu dan kalau gue gak segera masuk rumah gue bakal dikira maling sama tetangga. Gue merogoh ponsel di saku dan menekan nomor yang sudah gue hafal diluar kepala.

"Hmm?"

Suara parau dia yang kemungkinan baru terlelap menyambut gue setelah nada dering ke-empat. Gue tersenyum. Gila, sekangen itu gue denger suaranya.

"Udah tidur ya?" gue bertanya.

"Belom. Baru akan, terus kamu tiba-tiba telfon" terdengar suara dia menguap. "Ada apa, San?"

Gue menggeleng dan melongok keatas, kearah jendela kamar kami yang diterangi nyala redup lampu tidur. "Kangen aku gak?"

Dia terdiam sebentar sebelum menjawab. "Very. Tapi... ada apa tiba-tiba nanya begitu? Kok aku jadi curiga?"

Gue terkekeh pelan. "Memangnya gak boleh?"

"Boleh sih... Tapi aneh aja..."

"Aku kangen kamu. Banget" ujar gue kemudian.

Diujung sana, dia tertawa kecil. My God, that laugh. Cinta banget sama suara itu, kalau gue disuruh bikin playlist favorit kayanya isinya bakal suara dia dan suara ketawa dia semua deh.

"Sabar kali, besok juga ketemu kan?"

Senyum gue melebar seraya kembali mendongak kearah jendela kamar kami. Dari redup cahaya lampunya gue bisa melhat siluet dia terduduk diatas kasur. "Besok? Yakin?"

"Maksud kamu apa, San?"

Dengan senyum lebar gue menjawab pertanyaannya. "Kamu gak mau ngecek jendela?"

Tidak ada balasan untuk beberapa detik tapi kemudian gue melihat jendela kamar kami terbuka, dia ada disana menatap gue dengan wajah setengah terkejut setengah pengen nangis. Tangan kanannya masih mengenggam ponsel di telinga sementara tangan kirinya menutup mulutnya yang ternganga; kaget.

Gue melambai kearahnya. "Hai?"

"Jahat ya!" dia hanya berseru begitu sebelum menghilang dari balik jendela dan muncul lagi beberapa detik kemudian dari balik pagar sambil setengah berlari.

Begitu ada di depan gue, tanpa basa-basi dia langsung melompat kedalam pelukan gue dan gue—selayaknya seorang suami yang merindukan istrinya pake banget—langsung mendekapnya erat dan membenamkan wajah gue di tengkuknya. Kayaknya dia baru keramas soalnya gue bisa mencium aroma lemongrass yang bercampur dengan vanilla dari tubuhnya. Aroma khas dia yang selalu berhasil bikin gue betah buat lama-lama menciumi dia.

"Kangen aku gak? Hm?" gue akhirnya berbicara setelah beberapa saat kami berpelukan dalam diam.

"Jahat banget ish katanya nyampe sini besok!" dia memukul dada gue sesaat setelah gue menurunkan tubuhnya kembali ke tanah.

"Aku jago kan bikin surprise?" gue terkekeh kemudian memeluknya lagi dan mengecup kepalanya lembut.

"Bodo amat tetep jahat" gue bisa merasakan pinggang gue dicubit. "Untung kangen"

Gue tertawa kemudian mencium keningnya. Gila rasanya amazing banget bisa membayar kangen gue setelah sebulan jauh dari dia dan cuma bisa bertemu via layar computer yang kadang juga gak stabil internetnya. Home sweet home, man.

"Kalo kangen, cium dulu mau gak?" ujar gue sesaat setelah kami selesai menuntaskan kangen via berpelukan.

"You don't even need to ask" dia menangkup wajah gue kemudian menempelkan bibirnya di bibir gue.

Gue gak membuang waktu untuk membalas ciumannya, sementara tangan gue langsung bergerak mengangkatnya tubuhnya dan menggendongnya masuk kedalam rumah. Tawa dan desah memenuhi rumah kami malam itu, dan gue gak bisa berharap untuk homecoming present yang lebih baik lagi dari ini.

Welcome Home, Sandhi Mulia Ramadhan.

***

"San?"

"Hmm"

"Bangun dulu sebentar"

"Apa sayang?"

"Tas kamu... kayaknya masih diluar deh..."

"Besok aja"

"Sandhi."

"Okay okay, aku ambil sekarang"

"Baju, San"

"Oh iya"

Domestic 6Where stories live. Discover now