Siapa bilang perploncoan di bumi Indonesia ini sudah dihapuskan?
Aneh, kok masih bertahan juga sih, sisa-sisa peninggalan kolonial di sini. Seperti yang kualami kini. Setelah masa orientasi kampus yang melelahkan, para mahasiswa baru diminta ikut perkemahan yang diadakan himpunan jurusan. Ancaman bagi yang nggak ikut cukup menakutkan. Akan dikucilkan! Nggak boleh ikut kegiatan himpunan yang spektakuler sekalipun, bahkan nggak boleh ngobrol dengan senior.
Terpaksa aku ikut. Meski aku mendengar dari senior lain bahwa perploncoan himpunan mahasiswa jurusan Jurnalistik adalah yang paling sadis di fakultas Komunikasi.
"Ya, turun semua! Istirahat sepuluh menit! Jangan ada yang cengengesan!" Seorang senior perempuan berteriak ketika truk yang ditumpangi empatpuluh lima mahasiswa baru berhenti di sebuah perkebunan teh.
Aku turun seperti yang lainnya. Kubuka botol air mineral dari ranselku. Baru seteguk air kurasa, tahu-tahu suara jeritan terdengar keras di dekatku.
"Heh, siapa yang suruh kamu minum? Cepat berdiri dan pergi menghadap Tatib di sana!" Senior bawel itu menghardikku.
Aku berdiri tanpa bisa protes dan berjalan mencari senior yang bertanda khusus. Aturan mainnya memang telah ditetapkan, yang menghukum cuma senior dari bagian tata tertib. Akhirnya kudapatkan juga senior mengenakan pita merah di lengan bajunya yang tengah berdiri sendiri.
"Maaf, Kak, saya diminta menghadap karena kesalahan saya," kataku tanpa berani menatapnya.
"Apa kesalahan kamu?" Suara itu terdengar menggelegar.
"Minum sebelum waktunya."
"Bagus. Siapa nama kamu?"
"Sisilia."
"Siapa? Sisilia?"
Kulihat di melotot ke arahku. Entah hukuman seberat apa yang akan ia berikan setelah mendengar namaku.
"Kamu tahu siapa saya?" tanyanya kemudian.
"Tahu. Kakak dari bagian Tatib."
"Bego kamu! Maksudnya nama saya!" Suaranya makin meninggi.
Aku mencoba mengamatinya sekilas. Rasanya aku nggak melihat senior satu ini ketika pegarahan kemarin.
"Lihat muka saya! Perhatikan!"
Aku mengamati mukanya. Rahangnya yang kukuh, hidungnya, matanya, dan... kok yang muncul malah nama Justin Timberlake. Tapi nggak mungkin Justin membentakku dalam bahasa Indonesia.
"Ya, sudah kalau nggak mengenal. Kali ini kamu lolos dari hukuman. Tapi kalau nanti menghadap lagi masih belum kenal saya juga... awas!"
"Terima kasih, Kak!" Aku langsung berbalik lega. Buru-buru aku ke kelompokku. Rasanya masih ada waktu untuk istirahat beberapa menit.
"Diapain kamu tadi?" tanya Arni yang dekat denganku sejak penataran.
"Nggak diapa-apain. Kamu lihat sendiri dari sini, kan? Cuma aku disuruh nyari tahu namanya. Padahal dia kan nggak datang di acara kemarin, jelas aku nggak tahu namanya."
"Jadi kamu benar-benar nggak tahu namanya? Ya, ampun kamu tuh kuper banget sih. Dia kan Kemal, mantan coverboy empat tahun lalu. Cukup sering lho dia mejeng di majalah. Malah sempat main sinetron. Kamu tahu Winda yang dari Sukabumi itu. Nah, dia malah pengen kuliah di jurusan ini gara-gara ngefans berat sama Kemal," jelas Arni panjang lebar.
Aku ternganga. Oh, jadi dia coverboy. Pantas lagaknya macam begitu. Tapi apa iya sih cuma karena dia coverboy dan pernah main sinetron semua orang harus tahu namanya. Bagaimana dengan aku yang cuma hobi baca komik Asterix dan nonton film Hollywood? Benar-benar keterlaluan!
Belum reda rasa gusarku, para senior sudah menyuruh bersiap-siap untuk melakukan perjalanan melintasi dua bukit sebelum sampai ke lokasi perkemahan. Entah sengaja atau nggak, dalam perjalanan beberapa kali aku melihat Kemal tengah memandang ke arahku. Mungkin dia tengah merencanakan hukuman paling memalukan untukku kelak.
Karenanya, aku berusaha untuk nggak membuat kesalahan sekecil apapun lagi. Tapi dasar sial, tengah malam ketika diadakan pemeriksaan perbekalan, aku ketiban sial. Lilin yang kubawa patah meski aku sudah menyimpannya hati-hati.
"Kamu ke pos satu dan beritahu kesalahanmu!"
Buru-buru aku berlari sebelum dibentak kasar. Pos satu yang kucari tak jauh dan betapa kagetnya aku ketika melihat siapa senior yang sudah menungguku.
"Lagi-lagi kamu! Nah sekarang pasti kamu sudah tahu siapa saya. Kalau benar, kamu nggak akan dihukum...."
"Nama Kakak... Kemal."
"Cuma itu?"
"Kakak pernah jadi coverboy, juga main sinetron."
"Ada yang lain?"
Oh, apalagi yang kutahu? Mestinya aku tadi bertanya banyak pada Arni.
"Kamu benar-benar keterlaluan. Tutup matamu dengan ini," katanya sambil memberikan slayer. Aku segera mengikatnya hingga menutup mataku. Tanganku kemudian ditariknya dengan kasar hingga aku harus berlari mengikutinya. Entah berapa jauh aku berlari, tapi mendengar teriakan-teriakan sekitarku, aku yakin bukan cuma aku yang diperlakukan seperti ini.
"Sekarang buka slayernya!"
Aku menuruti kalimat itu. Kulihat ia masih berdiri di depanku. Setelah berlari tadi kurasa tubuhku sedikit hangat, tapi aku nggak tahu berada di mana kini karena di sekitarku hanya ada pohon teh.
"Apa kamu sekarang bisa mengenaliku?" tanyanya bersiteguh.
Aku tetap menggeleng. Rasanya aku benar-benar tersiksa.
"Bagaimana kalau kusebutkan 'bunga matahari ketabrak truk lantas ketiup angin ribut', kamu ingat?"
Aku mengerutkan dahiku. Rasanya nggak percaya mendengar kembali kalimat yang dulu pernah kudengar. Jadi....
"Kamu Peri, hm maksudku Primadi. Tapi kamu kan Kemal...." Aku terbata-bata.
"Kemal Primadi. Tapi dulu selalu menyingkat nama depanku. Lagian orang lebih senang memanggilku Jabrik, sampai kemudian kamu memanggilku Peri.... Oh, syukurlah kamu sekarang sudah mengingatku. Bertahun-tahun aku mencari kamu. Bahkan aku ikutan coverboy dengan harapan kamu kemudian bisa mengenalku dan menyuratiku. Tapi nggak ada. Tahu nggak, setelah pisah dengan kamu, aku selalu berusaha mencari penggantimu, dengan syarat bernama Sisil. Tapi nggak ada yang seperti kamu."
Aku tersenyum. "Sekarang setelah ketemu, apa yang akan kamu lakukan?"
"Aku ingin kita bisa dekat lagi seperti dulu. Bahkan kalau bisa.... Eh, ada senior yang datang.... Jadi itu kesalahanmu! AYO TUTUP MATAMU!"
Aku terpaksa menahan tawa mendengar nada suaranya yang tiba-tiba meninggi itu. Aku nggak peduli lagi bagaimana Peri yang pertama singgah dalam hidupku ini mengajakku berlari kembali menuju perkemahan. Aku gembira tanpa bisa kujelaskan bentuknya.
Dan perploncoan ini jadi nggak terlalu mengerikan buatku. Apalagi Kemal, eh Peri sempat berbisik tadi, "Kalau kena hukuman cepat cari aku biar kamu nggak sampai dimacam-macamin yang lain!"
Hihihi, curang sebenarnya. Tapi biar bagaimana juga, tugas seorang Peri di mana pun memang harus menolong sih!
KAMU SEDANG MEMBACA
Fairy Love
Short Storynama ku sisilia putri. biasa nya aku di panggil sisi, waktu kelas 4SD aku meemukan sosok 'PERI' yang selama ini aku cari-cari tapi itu tidak berlangsung lama. sampai aku menemukan peri-peri selanjutnya....... mau tau gimana peri nya sisi? keep readi...