Enam

482 54 12
                                    

Menyusuri koridor, tujuan Davin bukan kelasnya, melainkan kelas Rembulan yang berada di dekat lorong menuju koridor utama. Kali ini dia tak berhenti bertanya-tanya, kenapa cewek berambut panjang itu tidak ada di bawah pohon sudut koridor?

Di dekat tangga, langkah Davin terhenti karena pandangannya menemukan papan nama kelas yang bertuliskan XII IPA 6. Dia sudah mengetahui kelas Rembulan. Tanpa ragu Davin memasuki kelas itu, sempat ia melemparkan pandangan guna mencari sosok Rembulan di sana, tapi nihil. Cewek itu benar-benar tidak berada di kelas.

"Rembulan mana?"

Dalam hitungan tiga detik saja, suasana kelas yang tadinya sedikit riuh kini berangsur senyap karena para penghuninya mendengar sendiri bahwa seorang Davin datang ke kelas mereka hanya karna ingin menanyakan keberadaan Rembulan. Beberapa dari mereka kompak mengangkat bahu tidak tahu menahu, mana peduli mereka dengan Rembulan.

"Yakali dia ngilang gitu aja.." Mendelik tak suka.

Barulah Davin hendak berbalik meninggalkan kelas itu, Rene berjalan memasuki kelas dari arah kiri koridor, dengan seorang perempuan disebelahnya. "Lo nyari Bulan?" Sebelah alis Rene terangkat, namun detik berikutnya dia tersenyum penuh arti. "Tadi ke toilet."

Segera Davin bergegas menuju toilet terdekat di koridor kelas dua belas, namun lagi-lagi sepertinya dia terhambat karena kehadiran Thea yang sangat tidak diinginkan cowok itu sekarang.

"Kamu mau ke kelas aku ya? Kenapa gak bilang sihhh?" Thea tersenyum lebar, wajahnya ikut berseri ketika berhadapan dengan sang pujaan hati. "Barusan aku mau main ke kelas kamu. Kantik yokk Vin, laper banget!"

Tanpa pikir panjang, Thea mengangkap pergelangan tangan Davin dan menariknya begitu saja. Davin yang tidak ingin diatur-atur oleh cewek itu segera menarik kembali tangannya. "Kamu ke kantin sendiri aja, aku ada urusan." Tanpa mengindahkan raut terluka dari wajah Thea, Davin segera berbalik menuju toilet.

Tidak kalah cepat, lagi-lagi Thea menangkap lengan Davin seolah mempertegas cowok itu untuk tetap bersamanya dan tidak pergi begitu saja. Desahan penuh kekesalan pun lolos dari bibir Davin yang kini sudah menatap sang pacar dengan sangat tidak bersahabat.

Cukup dalam sekali gerakkan Davin melepas gamitan Thea dari lengannya, "Sama temen-temen kamu duluu aja Te, bisa kan?" Ujarnya terus terang. "Aku ada urusan." Setelah mengatakan itu, segera Davin melanjutkan langkahnya.

Menatap punggung Davin yang berangsur menjauh, Thea jadi dongkol seketika, cewek itu berdecak kesal dan berjalan cepat kembali ke dalam kelas. Bahkan, ia tidak lagi memperdulikan Desi yang mencoba menghiburnya, membuat Desi tertular dongkol karena terabaikan begitu saja.

****

Berjalan pelan melewati pintu pembatas toilet, membuat Rembulan tersentak kaget ketika menyadari kehadiran seorang Davin yang berdiri tidak jauh dari tempatnya sekarang. Cowok itu terlihat sedang menantikan kehadiran seseorang dengan punggung yang bersandar pada tembok dan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku.

Menarik nafas dalam-dalam, Rembulan memantapkan diri untuk melanjutkan langkah. Tapi, saat melewati Davin, lagi-lagi Rembulan dibuat tersentak karena kali ini cowok itu menangkap pergelangan tangannya. Tentu saja hal ini sempat membuat Rembulan berhenti bernapas dalam beberapa detik karena otaknya masih mencerna apa yang baru saja terjadi.

"Lo lama banget di toilet, untung gue penyabar." Ucap Davin. Rembulan tetap diam tidak menjawab, apa baru saja Davin menyatakan bahwa cowok itu tengah menunggu dirinya? "Pulang ntar, bareng gue ya?"

Rembulan tercengang untuk kedua kalinya dalam waktu kurang dari satu menit, sehingga reflek ia mendongak dengan tatapan tidak percaya. Sebenarnya ada apa dengan Davin, apa cowok itu salah orang? "Ehm.. kamu mungkin salah orang." Kata Rembulan ragu.

Mengangkat sebelah alisnya, lantas Davin tersenyum geli. Memamerkan lesung pipinya yang tercetak dalam. "Ya enggakla!" Bantah cowok itu, "Kita sekarang udah kenal, lo tau kalo gue Davin dan gue tau kalo elo itu Rembulan," Sempat mengambil jedah pada kalimatnya, kemudian Davin kembali melanjutkan. "Jadi, lo gak perlu lagi ngeliatin gue dari jauh. Kalo ada perlu, bisa langsung ke gue, Lan."

Sekali lagi, Rembulan seakan bertanya-tanya.

"Aku ke kelas.." Tanpa berani menatap Davin, Rembulan segera melangkah meninggalkan cowok itu. Ia tidak ingin berlama-lama di dekat Davin, sebisa mungkin cewek itu mempercepat langkahnya. Sedangkan Davin yang merasa ditinggalkan begitu saja malah mengekori Rembulan dan menjajari langkah mereka.

Melirik ke samping kanannya, lagi-lagi Rembulan menarik nafas dalam-dalam. Dia tidak mimpi kan? Kalau memang ini nyata, Rembulan akan bersyukur jika Davin bisa berada di dekatnya seperti sekarang. Tapi, rasanya tetap menegangkan karena ini adalah hal yang tidak pernah Rembulan sangka sebelumnya.

****

Tepat saat bel berbunyi nyaring, Davin segera meraih ranselnya dan menyampirkan benda itu pada sebelah bahu. Walaupun guru bahasa indonesia yang mengajar di kelasnya belum beranjak dari duduknya, Davin tidak perduli, ia segera beranjak dari kursi dan melangkah menuju pintu keluar. "Permisi bapak ganteng, saya ada urusan. Izin ya Pak.."

Tanpa perduli akan suasana ruang kelas yang ia tinggalkan, cowok itu segera melesat melewati pintu.

Setelah menyusuri koridor, akhirnya Davin sampai di depan ruang kelas Rembulan berbarengan dengan keluarnya segerombol manusia dari balik pintu besi bertuliskam kelas XII IPA 6 tesebut.

Tidak ingin menerobos gerombolan itu, Davin yakin Rembulan tidak berada di antara mereka semua. Melainkan, cewek itu pastilah tetap berada di dalam, menunggu sampai keadaan berangsur sepi. Sempat merasa aneh, Davin jadi berpikiran jika dirinya seolah-olah sudah mengenal betul sosok Rembulan. Kenapa pula ia harus sok tahu.

Ketika Rene melewati Davin yang sedang bersandar pada pilar koridor, cewek itu reflek menghentikan langkahnya. Ia melempar senyum pada Davin, "Rembulan pulang sendiri naik bus, lo bisa aja kalo mau jadi ojek gratisnya dia." Tertawa kecil, lantas Rene mengacungkan ibu jarinya sungguh-sugguh seolah baru saja mendeklarasikan sebuah dukungan penuh pada Davin.

Tersenyum geli, Davin membalas mengangkat ibu jarinya.

^*^*^

Rembulan menyampirkan tas selempangnya pada sebelah bahu, lalu berjalan menuju pintu kelas. Baru saja satu langkah menapaki dinginnya lantai koridor, kehadiran seseorang yang tepat berdiri di samping kirinya dengan tubuh bersandar pada pilar berhasil menyentaknya. Keberadaan Davin cukup mengejutkan Rembulan untuk kesekian kali hari ini.

"Lupa ya lo? Kan gue bilang pulang bareng gue." Tersenyum kalem, kemudian Davin mulai mengekori Rembulan yang sudah lebih dulu melanjutkan langkahnya. Cewek itu belum menggubris keberadaan Davin sama sekali.

"Rembulan.. kalo elo dendam sama gue karena nyuekin lo selama ini," Davin berkata serius, matanya sempat memicing karena terus diabaikan oleh Rembulan. "Sorry, salah gue."

Waktu membeku. Rembulan bisa merasakannya. Seolah sekarang hanya ada dirinya dan Davin yang bernyawa, sedangkan rotasi bumi dan segala hal di dalamnya ikut terhenti.

Menoleh, Rembulan menatap Davin tepat di manik mata cowok itu. Mata yang membuat Rembulan harus berdiri tegar ketika menyelaminya. "Ma.. maksudnya apa ya?"

"Ga.. gapapa." Cowok itu menatap Rembulan lurus-lurus, yang di tatap  malah cepat-cepat membuang muka dan berjalan cepat berusaha meninggalkan Davin di belakang.

"Rembulan cantik, gue mau nembak lo."

Tersendak dalam langkahnya sendiri, reflek Rembulan menutup kedua telinganya dengan telapak tangan sambil memejamkan mata.

Sedangkan Davin, cowok itu tersenyum geli seraya menggeleng tak habis pikir ketika menyadari Rembulan yang mulai bertingkah lucu seperti ini. Segera ia mensejajari langkahnya dan berhenti tepat di hadapan cewek itu.

Melepas perhalan kedua telapak tangan yang menutupi telinga Rembulan, Davin menatap cewek itu lekat-lekat. Rembulan yang merasa darahnya berdesir hebat ketika bersentuhan dengan Davin, lambat-lambat membuka mata sehingga kini tatapan mereka bertubrukan.

Davin menaikkan sebelah alis, "Jadi temen gue, Bulan?"

****

GleamingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang