Bandara International Incheon, 6 tahun kemudian.
Di lantai dua bandara, Area kedatangan para wisatawan atau pengunjung dari luar negeri, mata kucing lelaki bersurai blonde menyipit dan sebuah kekehan lucu berdendang melihat betapa terburu-burunya lelaki yang kini terus saja menengok ke arah jam tangannya, mengambil duduk tidak jauh darinya dan menggerutu sendirian.
Lelaki manis itu kemudian berjalan mendekat pada lelaki tampan yang duduk cemas itu.
"Menunggu seseorang?"
"Iy- Taehyung!"
"Oh-ow Jimin!" Meski sudah hampir sekitar dua setengah tahun Jimin tidak bertemu Taehyung, tidak peduli warna apa rambutnya dan juga bagaimana kemeja besar yang membungkus tubuh ramping itu, bahkan topi hitam yang menutupi hampir seluruh wajahnya.
Tapi suara itu, dan senyuman itu, Jimin bisa langsung mengenalinya, membenturkan tubuh kekarnya pada lelaki kurus itu, memeluknya erat.
"Kau terlambat, presdir muda Park."
"Maaf, Tae. Maafkan aku, aku benar-benar tidak bisa membungkam mereka tadi. Aku benar-benar benci harus berdebat tentang saham." Taehyung menundukkan kepalanya pada sisi bahu tegap Jimin karena banyak sekali pasang mata yang menatap ke arah mereka.
"Bagaimana Yordania?"
Taehyung hanya Jimin ijinkan membawa satu tas besar saja, sedang kedua kopernya dengan gampang Jimin yang membawanya.
"Mengerikan."
"Benarkah?"
"Iya, setiap hari aku harus melihat sedikitnya empat orang meninggal di hadapan mataku." Jimin tersenyum ke arah dokter muda itu, benar, Kim Taehyung sekarang adalah seorang dokter muda yang merangkap sebagai relawan International khusus daerah konflik di Timur Tengah.
"Tae, aku berfikir untuk menyusulmu ke sana setiap hari setiap kau menelponku dan menangis betapa menyedihkannya orang-orang disana."
Taehyung tertawa kecil, menanggapinya."Kau tahu itu adalah negara yang cukup aman, berbeda dengan Irak dan Yaman, Yordania masih layak untuk di tinggali."
"Benar, aku akan membunuh pimpinan mu jika dia berani mengirimmu kesana." Jimin setengah mendengus kesal dengan nada tidak suka yang sangat sulit di sembunyikan olehnya.
"Lupakan itu, kau tidak mungkin lupa hal yang lebih penting seperti membuat pesta besar untuk penyambutanku?"
Besar yang Taehyung maksud tidak pernah jauh dari makanan selusin yang akan berakhir di dalam perutnya, dan Jimin tahu dengan pasti bertapa tersiksanya Taehyung dengan makanan Timur tengah yang sangat jauh dari makanan Korea, Taehyung pasti sangat merindukan makanan Korea.
"Jin-hyung sudah bergerak cepat sejak pagi hari." Jimin menaruh segara koper merepotkan itu ke dalam bagasi dan menarik Taehyung untuk segera masuk.
"Maaf, aku menjemputmu dengan mobil dinasku, aku sangat benci terlambat lebih lama lagi." Jimin memeluk Taehyung lagi, membiarkan canggung dirasakan oleh sopir kantornya melihat si presedir galak itu bisa bersikap kekanakan pada seseorang, selain ibunya. Taehyung terkekeh geli saat Jimin bersender pada bahunya dengan nada yang menggemaskan, Taehyung mengusap rambut hitam pekat itu.
"Kau tidak akan kemana-mana lagi kan?"
"Hm, untuk mungkin sekitar empat tahun ke depan aku akan tinggal di Seoul."
"Singkat sekali,"
"Itu lama, Park. Dalam empat tahun segala hal bisa terjadi."
"Kecuali kau pergi dari sisiku."
KAMU SEDANG MEMBACA
One Way Love
FanfictionKookV Jeon Jungkook Kim Taehyung Park Jimin Other cast : - Other pair : MinV, V!uke