Chapter 19 - "Kepercayaan"

20.1K 2.6K 55
                                    

YUKI

Saat Ibu menceritakan salah satu dongeng favoritnya yang memiliki akhir tragis untuk pertama kalinya, ralat, saat pertama kalinya Ibu menceritakan dongeng kepadaku, akhir dari cerita itu tidak berakhir dengan indah.

Aku tidak ingat persis, dongeng tentang apa itu. Aku sering beberapa kali membrowsing dan mencari tahu, namun tidak pernah menemukannya lantaran tak mengetahui judul buku. Saat aku menanyakannya pada Ibu pun, dia mengaku bahwa dia tak ingat pernah menceritakan dongeng kepadaku.

...dan kupikir, mungkin menganggap bahwa itu kenangan indah adalah hal yang tak dibutuhkan.

Tapi, aku masih yakin bahwa itu memang benar-benar pernah terjadi.

Mereka tidak salah dengan kata-kata itu, bahwa orang dewasa lebih memiliki ingatan yang jernih daripada anak-anak. Tapi, anak-anak tidak akan melupakan kenangan yang dianggapnya berarti dan berharga. Aku pun begitu.

"The end?"

"Yah, ceritanya baru saja selesai. Bagaimana menurutmu?"

"Tidak berakhir bahagia?"

"Bukan. Cerita dengan akhir seperti ini belum tentu tak berakhir bahagia." Ibu mengelus kepalaku pelan, "Hanya saja, belum ada orang menceritakan kelanjutannya, benar kan?"

"Hm...?"

"Haha, bagaimana kalau kita mencoret 'The end' dan menggantinya dengan 'To be continue'?

"Lalu, siapa yang akan melanjutkannya?"

"Kita, tentu saja." Aku memperhatikan setiap coretan yang dibuatnya, dan dia tak menggantinya dengan 'To be continue', tapi...

"Kenapa DN?"

"Karena-"

.

.

"Kau siap?" tanya Yume padaku, yang membuatku tersadar dari lamunanku. Aku sempat menerjap sebelum memperhatikan sekelilingku. Kami sudah berada di rumah sakit. "Ayah dan Ibumu ada di dalam, apa kau sudah siap?" ulangnya.

Aku menganggukan kepalaku sembari tersenyum tipis, "aku siap."

Ketika Yume membuka pintunya, kulihat kedua orangtuaku berada disana, masih dengan tatapan yang sama--menatap ke arahku dan mengharapkan kesadaranku. Itu jujur, membuatku merasa begitu bersalah. Mereka tampak lebih kurus dari biasanya, sudah berapa hari mereka tak makan dengan teratur?

"Selamat siang, Tante, Paman,"

"Ah siang, Yume, kau datang lagi. Ayo, duduk."

Ibu tersenyum hangat, membuatku langsung ragu bahwa dia menganggap Yume aneh setelah insiden pertemuan terakhir yang kurang mengenakan itu--dimana Yume mengatakan bahwa ia bisa melihat makhluk kasat mata dan mereka tak mempercayainya. Tapi untunglah, mereka tetap menerima kedatangan gadis itu.

Kulihat Yume melirikku yang sedang berbaring untuk sejenak, sebelum akhirnya menarik nafas dan duduk di samping Ibu. Entahlah, aku memang tidak berharap lebih bahwa dia akan menyelesaikan semuanya hari ini, tapi jika dia berhasil melakukannya, itu tentu akan bagus.

Semuanya akan baik-baik saja, kan?

"Sebelumnya, saya minta maaf atas perkataan saya beberapa waktu yang lalu." Yume membungkukan tubuhnya dalam posisi duduk. "Saya tahu, saya tidak seharusnya mengatakan itu."

Ibu mengelus kepala Yume yang masih menunduk, "tidak apa-apa." Sedangkan Ayah hanya menatap ke arah dua perempuan di depannya dengan ekspresi yang tak terbaca.

DN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang