Alena mendelik. Cepat-cepat ia menyanggah dan langsung berdiri, bangkit dari duduk sekadar beristirahatnya itu.
"Duduk, Alena." Kata Lisa dengan sangat lembut, namun Alena membantah. Bagaimana ia bisa tenang dengan kondisi seperti ini? Sekali tidak tetap tidak! Kata-katanya kayak mau ikut partisipasi dalam kelompok berantas narkoba aja. 'Katakan tidak pada narkoba!'
Adrian meletakkan cangkirnya, "Keputusan papa tidak akan berubah meski kamu memohon dengan cara apapun juga." Ia beranjak dari tempatnya dan hendak pergi ke kamar.
Alena mencegat ayahnya, lalu memprotes, lagi, "Nggak bisa begitu, Pa! Apa alasannya?! Kalian bahkan tidak mengatakan alasan apapun dan berbuat seenaknya begini!"
"Alasannya, disana ada kedua kakakmu, Aaron dan Jordan. Mereka bisa menjagamu, cukup."
"Al bisa jaga diri!"
"Cukup Al! Papa mau istirahat!"
Sekeras apapun Alena berusaha, keputusan Adrian sudah bulat, tidak bisa diganggu gugat siapa pun. Lagi pula, itu juga untuk kebaikan Alena, hanya saja ia belum siap dengan keputusan ayahnya itu. Tentu ada rasa kecewa yang timbul akibat hal ini.
"Al kecewa sama Papa!" Katanya dengan suara bergetar dan penuh kekecewaan.
Alasan Alena tidak mau masuk ke sekolah yang ditentukan Adrian adalah yang pertama ia sangat membenci Deanna, saudara tirinya. Yang kedua, kakak kedua dan ketiganya bersekolah disana, lebih mengarah pada butuhnya ruang untuk dia sendiri tanpa ada pengawasan siapa pun.
"Ma, Jalannya jangan cepat-cepat dong. Kan Deanna lagi nangkep pokemon!"
"Kamu tuh, ya, Pokemon mulu pokemon mulu yang diurusin!"
"Tau ah..mama sih nggak gaul. Dasar kuno!"
Itu Lidya dan Deanna, orang asing yang tiba-tiba menjadi bagian dari keluarga Alena. Nasib Alena hampir sama seperti cerita dongeng Cinderella, yang berbeda hanyalah saudara tirinya hanya satu dan mereka tidak bisa menyakitinya. Salahkan mereka berdua, jika Alena menjadi tidak akrab lagi dengan keluarganya.
"Oh, Ben ada disini dan..Lisa." Kata tante Lidya, pelan di akhir kata.
Lisa tau, tante Lidya tidak menyukainya. Yah, mereka sama-sama tidak menyukai. Bagi Lisa, tante Lidya dan anaknya sudah menghancurkan hubungan ayah mertuanya dan adik iparnya. Bagi tante Lidya, Lisa adalah penghalang.
Ben tak ambil pusing melihat kehadiran tante Lidya saat ini. Ia hanya terfokus pada keselamatan Alena saja, itu yang terpenting.
Deanna baru menyadari bahwa Ben ada di ruang tamu. "Kak Ben! Oleh-oleh buat Deanna mana?"
"Jangan sok akrab. Kamu bukan siapa-siapa, ingat itu!" Tegas Ben dengan lantangnya, sorot matanya menjadi tajam.
Deanna mendengus kesal. Ia lalu menyeringai dengan senyumannya yang khas licik, dan tertawa. Berpura-pura tertawa padahal jauh di dalam lubuk hatinya, ia terus-menerus mengata-ngatai Ben dengan kata-kata makian dan tidak pantas.
Jake menarik-narik celana panjang ayahnya sambil mengatakan bahwa ia mengantuk. Ia mengucek kedua matanya selaku anak kecil.
"Ayo, Lis, Kita masuk ke kamar." Ajak Ben yang dituruti istrinya itu.
---
"Woy dek! Katanya lo pindah SMA Ciputra?!" Aaron, si anak ketiga, datang tiba-tiba tanpa permisi dulu kepada Alena, langsung menerobos ke dalam kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Relena
Teen FictionRevan suka balapan. Alena juga suka balapan. Revan suka basket. Alena juga suka basket. Revan kasar. Alena kadang kasar. Revan nggak betah di rumah. Alena juga. Revan benci susu. Alena suka susu. Revan suka mocha float. Alena nggak suka. Revan benci...