BAB 2 : LAIN KELAS, LAIN KONDISI

166 25 11
                                    

Jam istirahat tiba bersamaan dengan alunan musik untuk mengisyaratkan agar semua murid keluar dari kelas. Sorakkan dari semua murid menyebabkan gemuruh riuh. Yang Alena tahu tentang sekolah ini hanyalah reputasi dan prestasi mereka. Ternyata, tidak ada bedanya dengan suasana sekolahnya yang dulu. Sama-sama gila. Dia juga cukup senang hari ini, mengetahui Justin yang menjadi bagian dari teman sekelasnya.

"Al, lo mau beli apa?" tanya Justin setelah mereka mendapatkan tempat duduk.

Cewek itu berpikir sejenak. "Apa aja, yang penting jangan telur, udang, sama ayam. Lo tau 'kan gue alergi sama yang gituan."

Justin mengangguk lalu pergi membeli makanan. Beberapa menit kemudian, dia kembali membawa dua porsi ketoprak dan dua teh botol sosro.

"Lama-lama pekerjaan pelayan restoran cocok buat lo." Alena tertawa geli.

"Bakat gue kan nggak cuman satu."

"Pff.."

Sambil menikmati makanan, Revan dan teman-teman segenknya datang. Revan yang mempesona, Harry yang nakal, Dave yang smart, dan si kembar Jordan dan Aaron yang cool.

"Al, itu kakak-kakak lo." Kata Justin sambil menunjuk dengan dagunya.

"Udah dibilangin,Tin." dengus Alena, kesal.

"Oh, iya, lupa." cowok itu menepuk jidatnya.

Jika waktu istirahat adalah waktu bagi para murid makan dan bergosip ria. Maka bagi Revan dan genknya, ini waktu untuk menciptakan keributan.

"Van, liat tuh!" Seru Harry sembari menunjuk dua orang murid yang sedang duduk bersama, pacaran di jam istirahat. "Kerjain, kuy!"

Lantas mereka pergi menghampiri pasangan muda yang dilanda asmara itu. Kasihan nasib mereka.

"Woi temen-temen! Ada yang pacaran nih!" Teriak Dave dengan lantangnya membuat semua murid memandang kepada mereka. "Enaknya diapain, ya?"

Tidak ada yang berani menjawab. Keheningan mengisi suasana kantin. Jawab salah, tidak menjawab salah. Mereka itu yang selalu benar.

Sedangkan kedua murid yang menjadi korban mereka kali ini sudah sangat ketakutan. Dipermalukan di depan banyak orang itu merupakan hal yang menyedihkan bagi semua.

"Kasian tuh. Bantuin, kek." saran Alena kepada Justin.

Justin terlihat takut-takut. Dia menggaruk tengkuknya yang bahkan tidak gatal sama sekali. "Lu aja, Al. Gue...nggak bisa."

"Lo itu laki-laki, 'kan? Udah pergi sana. Masa gue yang berstatuskan murid baru langsung kena masalah?" timpalnya.

"Atau mungkin cewek yang lagi makan ketoprak di ujung sana. Coba lo kesini dulu." Teriak Jordan dengan maksud tersembunyi.

Alena langsung menatap Justin, begitu juga sebaliknya. Tentu saja, Alena terkejut. Bermacam-macam kata umpatan dia katakan dalam hati. Mungkin dia harus memberi pelajaran bagi Jordan di rumah nanti.

"Jadi, gimana? Lo ada saran?" tanya Harry setibanya Alena di depan mereka.

Dia melipat kedua tangannya di dada, melihat mereka dengan wajah datar. "Saran gue? Lo semua nggak usah ngurusin hidup orang lain. Emang lo-lo baik, mau perhatian sama mereka. Tapi please, deh! Mereka udah besar. Mau pacaran di manapun itu urusan mereka dan mereka yang tanggung risiko itu sendiri. Ngapain lo segenk yang sewot?"

"Puas sama saran gue?" tambahnya.

Jika saja Jordan tidak bermain-main dengan Alena, jika saja Jordan tahu Alena akan menjawab seperti itu, maka sekarang Alena tidak akan kena masalah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 15, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RelenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang