“Aku Park Chanyeol” ucapnya dengan mengembangkan senyuman. Aku hanya menatapnya serius. “lalu, aku harus memanggil mu apa?” sambungnya. “apa kau akan merahasiakan nama mu pada orang yang telah menyelamatkan mu?” tambahnya lagi. Aku berdeham “hm, untuk apa kau menanyakan namaku?” balasku. Ia terkekeh. “baiklah, baiklah.. jika kau bersikeras untuk tidak memberitahu nama mu, aku akan memanggil mu... hm, ‘Mongji’, kurasa itu bagus untuk mu. Hai Mongji, senang bertemu dengan mu” ucapnya dengan melambaikan tangan. Aku mengernyit. “Mong... Mongji?” aku mengulangi nama yang ia sebut dengan sedikit mengerutkan dahi.
***
Hoamm- aku menguap setelah merasakan sinar matahari menyoroti wajah ku. aku terkejut melihat benda bulat yang terletak di meja kecil dekat tempat tidur yang kutiduri menunjukkan angka 07:35, yang seharusnya aku sudah berada di bus menuju sekolah. Aku baru menyadari bahwa aku bukan berada di rumah melainkan di kamar hotel 222. “ah, Park Chanyeol! Benar, Park Chanyeol! Jika saja dia tidak mengganggu aksi bunuh diri ku, pasti sekarang aku tidak berada disini, melainkan di dunia lain” gumamku geram dalam hati.
-
Aku membuka pintu, dan terkejut melihat si Park Chanyeol yang menjulang tingi mengenakan kemeja putih panjang yang dilipat hingga siku dan dengan gaya coolnya sudah berdiri di depan pintu sambil melipat kedua tangannya. Tapi, tiga detik kemuadian dia mengerutkan dahinya. “kenapa kau memakai seragam mu? Kenapa tidak memakai pakaian yang ku berikan? Aku memberikan mu lima pasang pakaian, dan kau malah memilih memakai seragammu?” tanyanya dengan menaikkan satu alisnya. “hm” jawab ku singkat. “apa kau ingin berangkat sekolah? Percuma saja jika kau ke sekolah sekarang, kau tidak akan belajar tapi malah menjalani hukuman” ucapnya dengan tetap menaikkan satu alisnya dan sedikit terkekeh. Aku tidak membalasnya dan melenggang pergi begitu saja. “hei, Mogji! kau mau kemana?” tanyanya. Aku menghentikan langkah ku tanpa membalik tubuh ku ke arahnya yang berada lima langkah dibelakang ku. “seharusnya kau tidak menarik tubuhku saat aku ingin mengakhiri hidupku. Aku menyesal aksi bunuh diri ku gagal karenamu!” aku melanjutkan langkah ku. “yak! Setidaknya, jika kau bicara pada ku, kau harus melihat ke arah ku! yak! Mongji!” ucapnya dengan suara yang dikeraskan.
-
“Kau menunggu di halte bis, memangnya kau membawa ponsel dan uang mu?” tanya Chanyeol padaku, lalu duduk di samping ku. “tidak bisa kah kau tidak mengikuti ku dan berhenti bertanya padaku, tuan muda Park Chanyeol? Memangnya apa pedulimu?” balasku ketus dengan tetap menatap kedepan tanpa menoleh ke arahnya. “kau berbicara dengan siapa?” tanyanya lagi. “tentu saja aku berbicara dengan seseorang yang terus bertanya padaku!” jawabku. “yak! Jika kau bebrbicara dengan seseorang maka kau harus menatapnya!” balasnya dengan penekanan.
-
“heuh? Kenapa kau tidak menaiki buswaynya dari sekian banyaknya busway yang telah lewat?” Chanyeol bertanya dengan heran. Aku berdiri, melangkahkan kaki ku ke trotoar dan berjalan dengan sedikit tergesa agar ia tidak mengikutiku. “yak! Kau selalu meninggalkan ku!” ucapnya sambil berjalan di belakangku. Chanyeol menarik tangan ku dan membawa ku kembali ke halte. “yak! Lepaskan tangan ku! jika tidak aku akan berteriak dan orang-orang akan berfikir bahwa kau adalah seorang penculik!” ancam ku padanya. “heuh? Aku tidak akan melepaskan. Berteriak saja semaumu!” balasnya tak kalah geram. “heuh? Katanya kau ingin berteriak? Mana teriakan mu?” tanyanya setelah menunggu ku berteriak, tapi nyatanya aku hanya menatapnya kesal. Ia menarikku untuk masuk ke dalam busway.
***
“yak! Kau selalu membawa ku ke tempat yang aneh” ucapku sambil melihat sekeliling. “heol, apa menurutmu ini tempat yang aneh? Ini adalah tempat yang paling menyenagkan untuk membolos sekolah!” balas Chanyeol dengan senyum sumringah. “kau membawa ku ke taman hiburan seperti ini? yak! Aku mengenakan seragam sekolah! Apa kau tidak lihat?! Orang-orang akan berfikir aku adalah siswa bodoh yang memilih taman hiburan dari pada sekolah mengejar cita-cita!” aku menanggapi balasannya dengan penuh penekanan. “salahkan dirimu! Kenapa kau malah menggunakan seragam?! Sudah jelas-jelas aku memberikanmu pakaian, tapi nyatanya kau lebih memilih menggunakan itu!” jawabnya dengan tangan yang berdecak di pinggang. “yak! Kau, tuan muda PARK CHANYEOL?! Kau itu, arghh, sial!” geram ku frustasi dengan mengepalkan tangan. “hm, kalau begitu..” ia menatapkau sejenak kemudian tangannya bertengger di pundakku lalu memutar tubuhku yang semula menghadap kearahnya menjadi membelakanginya, setelahnya ia mendorongku untuk masuk ke sebuah toko.
-
Aku keluar dari toko itu dengan menggunakan sailor shirt lengan pendek dan celana jeans diatas lutut. Awalnya aku menolak untuk memakai ini, tetapi seorang Park Chanyeol terus memintaku untuk memakai ini. sungguh kekanak-kanakan. Orang-orang disekitar melihat ku dengan tersenyum malu-malu. Aku mengernyit. Aku melihat diriku sendiri dari ujung kaki hingga atas. “Kurasa tak ada yang salah dengan diriku” gumamku dalam hati.
“apa ada yang salah dengan ku? kenapa mereka memperhatikan ku seperti itu?” tanya ku pada tuan muda Park Chanyeol. “kau sangat cantik. Dan kau juga sangat beruntung bisa bersama lelaki yang terlalu tampan seperti ku. Mereka iri, karena mereka mengira bahwa kau dan aku adalah sepasang kekasih yang bahagia” balasnya dengan senyuman yang mengembang. “Kau terlalu percaya diri, tuan muda PARK CHANYEOL!” aku menanggapi balasannya dengan sedikit terkekeh. “yak! Akui saja jika aku benar-benar tampan! apa kau tahu? Tidak ada wanita yang tidak terpikat dengan pesona seorang PARK CHANYEOL!” Ucapnya dengan memasang tampang keren yang dibuat-buat. “yak! Omong kosong macam apa itu? hentikan! Kau malah terlihat seperti orang bodoh yang tersesat di taman hiburan” balasku lalu melenggang pergi begitu saja. “yak! Mongji! Tunggu aku!” teriaknya lalu menarik tanganku.
***
“apa kau lelah?” tanya Chanyeol. “tidak aku hanya sedikit pusing” jawabku singkat. “baiklah. Tunggu disini, aku akan kembali” balasnya lalu pergi menghilang diantara orang yang berlalu lalang di taman hiburan ini. Tadinya aku menolak untuk menaiki Roller Coaster, tapi, lagi-lagi tuan muda Park Chanyeol yang memaksa ku untuk naik, dan berakhir dengan kepala pusing setelah menaikinya. Tapi, Jujur, untuk kali ini aku melupakan beban hidup ku, dan berniat untuk mengundur waktu bunuh diri yang telah ku rencanakan.
“huuweeee.... bolon ku terbang.. huhuhuu..” Aku berusaha menggapai balon yang terbang itu dengan sedikit bejinjit. “ini. sudah, jangan menangis” ucapku dengan memberikan balonnya sambil mengusap rambutnya. “terimakasih, noona..” ucapnya yang sesekali sesenggukan. Aku tersenyum dan kembali mengacak rambutnya gemas. “siapa nama mu, adik kecil?” tanyaku. “Baekhyun. Byun Baekhyun” ucapnya dengan senyum. “noona, siapa namamu? Kau sangat baik padaku” sambungnya. “ah, dia Mongji” ucap si Park Chanyeol yang tiba-tiba datang dengan membawa dua ice cream di masing-masing tangannya. “yak! Itu bukan namaku!” balas ku dengan sedikit emosi. Chanyeol hanya menaikkan alisnya dan memberikan ku satu ice cream dari tangannya. “ah, ini! ice cream ini untuk mu, adik manis” ucapku sambil memberikan ice cream dan membantunya untuk memegang ice cream itu di tangannya. “terimakasih Mongji noona!” balasnya lalu mulai menjilat ice creamnya yang sudah mulai meleleh. “anak pintar” ucap si lelaki tinggi alias si Park Chanyeol dengan menyeringai. Aku hanya berdecak sebagai balasan. “ini” ucapnya singkat sambil memberikan ku ice cream yang tersisa di tangannya. “cepat, ice creamnya sudah mulai meleleh!” sambungnya. “lalu untukmu?” tanyaku sambil mengambil ice cream dari tangannya. “aku bukan anak kecil yang menangis dan akan berhenti setelah di berikan ice cream” balas Chanyeol dengan nada mengejek.
“oh! Baekhyun-ah!” teriak wanita paruh baya dengan berlari kearah sang pemilik nama. “kau darimana saja? Ibu khawatir pada mu” wanita tadi langsung memeluk putra kecilnya. “aku bersama Mongji noona, eomma. Di sangat baik pada ku” jawabnya dengan tersenyum pada ibunya. “ah, terimakasih. Kukira anakku benar-benar diculik oleh orang jahat. Untungnya dia bersama kalian” ucapnya dengan tersenyum pada ku dan Chanyeol. “ah, dia anak yang pintar dan manis. Mungkin jika tidak bersama kami, dia akan benar-benar diculik. Dia beruntung” ucap Chanyeol, si pria berkaki panjang sambil mencubit pipi Baekhyun yang berada dalam gendongan ibunya. “apa kalian sedang menghabiskan waktu bersama? Kalian terlihat sangat serasi” ucap wanita paruh baya itu. “ah, tidak. kami tidak seperti yang anda kira” balasku dengan berusaha meyakinkannya. “ah, tidak. kami memang seperti yang anda katakan. Hanya saja, dia malu untuk mengakuinya” ucap Chanyeol tiba-tiba. Aku menyikut lengannya dan menatapnya tajam, tapi Chanyeol malah menyeringai sebagai balasan. “ah, aku tahu. Anak remaja saat ini memang begitu” balas ibunya Baekhyun dengan tersenyum. “kalau begitu, aku pergi, aku tidak ingin berlama-lama mengganggu acara kalian. Nikmati harimu! terimakasih” ucapnya sambil melambaikan tangan dan melangkah menjauh, dan tak lupa, Byun Baekhyun, juga ikut melambai dengan satu tangannya dan satunya lagi memegang erat balonnya.
“yak apa maksudmu tadi?” ucapku dengan tatapan tajam ke arah lelaki yang mengenakan kemeja putih yang lengannya di lipat hingga ke siku dan mengenakan celana jeansnya, dan tak lupa gaya rambut warna hitam yang benar-benar cocok untuk dirinya, itulah style dari seorang Park Chanyeol. “kau mau tahu apa maksudnya? Ikuti aku” Chanyeol mengisyaratkan agar aku mengikutinya. “yak! Aku butuh penjelasan! Bukan menuruti perintahmu!” dengan malas aku mengikutinya.
“kita mau kemana?” tanyaku heran. “diam, dan ikuti saja aku. Nanti kau juga kan tahu” bukan Park Chanyeol namanya jika membalas pertanyaan ku tanpa menyeringai. Itulah Park Chanyeol. Ia menaiki busway dan aku mengikutinya. Ia duduk, akupun duduk disampingnya. Aku memandang ke luar busway dengan tatapan kosong dan sesekali melihat jam di busway yang menunjukkan pukul tiga sore.
-
“kenapa kita datang kesini?” tanyaku. Tentu saja yang ditanya tidak akan menjawabnya. Chanyeol hanya mengeluarkan ponselnya dan mengisyaratkan agar aku mendekat di sampingnya. “senyum!” ucapnya sambil memberiku contoh. Aku hanya tersenyum terpaksa. “tidak. bukan seperti itu, tapi seperti ini” lagi-lagi ia tersenyum agar aku menirunya. Tak ada gunanya jika aku menolak. ‘cekrek’ “hasilnya bagus” ucap Chanyeol setelah melihat ke layar ponselnya yang meperlihatkan hasil jepretan dengan latar belakang Namsan Tower.
-
“Yang mana gembok yang kau suka?” tanyanya yang sesekali melihat gembok-gembok cantik yang terpajang. “heuh? Untuk apa? Apa kau akan menculik ku dan menggembok tangan ku?” tanyaku dengan membulatkan mata. Chanyeol terkekeh. “aku tidak sejahat itu, Mongji” balasnya. “lalu untuk apa?” tanya ku lagi. “apa kau benar-benar tidak tahu Namsan Tower?” di berbalik tanya. Aku menundukkan kepala lalu menggeleng. “aku terlalu sibuk kerja paruh waktu” jawabku pelan. “oh, maaf. Aku tidak bermaksud” balasnya. “kalu begitu, pilih gembok yang menurutmu bagus” sambungnya. Aku melihat-lihat sejenak “ini” ucapku sambil menunjuk gembok yang berwarna pink berbentuk hati. “bukankah itu terlalu kekanak-kanakkan?” tanya Chanyeol dengan menaikkan satu alisnya. “bukankah kau yang menyuruhku untuk memilih?” tanyaku dengan mengangkat satu alis ku sama seperti apa yang Chanyeol lakukan barusan. “ah, baiklah, baiklah” akhirnya seorang Park Chanyeol mengalah. Setelah mebeli gembok itu, ia menyeuruhku untuk mengikutinya dengan berjalan di sampingnya. Aku pasrah menurutinya permintaannya.
-
“bukankah ini indah?” tanya Chanyeol. “hm, sungguh indah” balas ku dengan tetap memandangi pemandangan sunset kota Seoul dari Namsan Tower yang dihiasi berjuta-juta gembok nan indah. Merasa diperhatikan oleh tuan muda Park Chanyeol, aku pun menoleh ke arahnya. “ada apa? Kenapa kau melihatku dengan tatapan seperti itu?” tanyaku heran. Chanyeol tidak menjawab, ia masih menatapku dalam. Ia mendekat ke arah ku dan ...
[To Be Continued] Thanks for Reading! :)
KAMU SEDANG MEMBACA
PINKY PROMISE
FanfictionKetika jari kelingking telah dikaitkan, maka terciptalah sebuah janji. Janji yang harus di tepati dan tidak boleh diingkari. Sebuah janji yang mengikat dua orang untuk saling mencintai. Namun, bagaimana jika salah satunya melupakan janjinya?