Silent Faith

223 9 15
                                    


Sebuah fanfiksi Vampire Knight

Disclaimer ; Vampire Knight adalah milik Hino Matsuri


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~oOo~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~


O Love, whose lordly hand

Has bridled my desires,

And raised my hunger and my thirst

To dignity and pride,

Let not the strong in me and the constant

Eat the bread or drink the wine

That tempt my weaker self.

Let me rather starve,

And let my heart parch with thirst,

And let me die and perish,

Ere I stretch my hand

To a cup you did not fill,

Or a bowl you did not bless.

(Love – Kahlil Gibran)


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~oOo~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~


Sesosok gadis berambut cokelat gelap melintas diantara pepohonan. Wajahnya tidak terlihat karena tertutup payung warna merah muda. Meskipun wajahnya tidak tampak, aku tahu pasti siapa dia. Ini masih siang. Tidak semestinya dia keluar dari asrama. Terlebih karena hari ini begitu cerah.

Aku mengawasinya melangkah. Langkahnya masih segesit dulu. Namun dulu dia tidak pernah menggunakan payung. Sinar matahari hangat di hari secerah ini adalah yang paling disukainya.

Sembari mendengus pelan, merasa bodoh karena telah berpikir demikian, aku mencoba untuk mengabaikannya. Apapun yang dia lakukan sekarang bukanlah urusanku. Itu juga berarti bahwa aku bukanlah orang yang berhak mengkhawatirkan dirinya. Selama ini – dan sejak dahulu, bahkan sebelum peristiwa satu setengah tahun lalu – aku memang bukanlah orang yang berhak untuk mengkhawatirkannya. Dia bisa berbuat sekehendaknya, selama itu tidak melanggar peraturan.

Saat aku hendak melangkah pergi dari tempatku, merasa tidak ingin melihatnya lebih lama lagi, langkah kaki gadis itu berhenti. Lalu dia memutar badannya dan menengadahkan payungnya. Sementara aku masih tetap terpaku, dan terpaksa harus menatap wajahnya yang tidak ingin kulihat.

Untuk sesaat, kami saling menatap. Kesunyian yang memanggil gema dari masa lalu. Menyakitkan. Namun rasa sakit dari luka itu hanya tersuarakan oleh desau angin yang melewati pepohonan.

Kini akulah orang yang membalikkan badan dan melangkah pergi. Dia telah memilih keputusannya sendiri. Dia berhak memperoleh kebahagiaan yang diinginkannya. Aku hanya mengiyakan apapun keputusannya waktu itu, meskipun itu berarti aku harus memilih untuk menjadi musuhnya.

Takdir selalu membuat jalan kami bersinggungan. Sementara aku masih tetap terjebak dalam belitan masa lalu. Bagaimanapun dia tetap ada dalam pikiranku, karena perasaan yang kumiliki untuknya terlanjur tumbuh. Perasaan itu menguasai sekaligus menyakiti. Apapun itu, telah menjadi permanen. Membekas seperti tato di leherku.

Aku tidak pernah bisa menghilangkan bagian dirinya yang telah ada padaku. Bagian diriku yang masih terhubung dengannya, yang telah menciptakan dahaga yang tidak akan pernah terpuaskan karena ketidakhadirannya. Hingga setiap saat teringat padanya dan setiap saat kami bertemu terasa seperti hukuman yang terlampau menyakitkan.

Silent FaithTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang