Tahun 1844.Hari ini, hari pernikahanku.
Hari di mana seharusnya aku berbagi kebahagiaan dengan para rakyatku karena akan mendapatkan seorang Ratu, kini malah menjadi mimpi terburuk dalam hidupku.Kebahagiaan yang seharusnya terasa itu musnah, dikarenakan aku harus bersanding dengan wanita yang tak pernah kuidam-idamkan sebelumnya, semua ini karena pilihan Ibu.
Yah, Ibuku, Ibu suri yang agung.Aku tahu, tak seharusnya seorang Raja seperti diriku berlaku seperti ini. Tetapi, tak pantaskah seorang Raja memilih pujaan hatinya sendiri untuk bersanding dengannya?
Hari ini, aku menikahi Ratu keduaku, tepat saat aku berusia 17 tahun.
Meskipun ada tradisi bahwa para tetua wanita memilih ratu yang sah untuk raja, namun aku bersikeras memilih pengantinku sendiri. Alasanku sangatlah masuk akal untuk melakukan tindakan seperti itu, tindakan yang setahuku belum pernah terjadi sebelumnya. Alasannya karena salah satu dari kandidat calon pengantinku telah memikat mataku, tidak hanya mataku, hatiku pun telah terpikat saat pertama kali memandangnya.
Dia,
Si gadis keras kepala yang telah merenggut hatiku.Dia,
Si pemilik mata bulat nan jernih yang meneduhkan hati.Dia,
Si pemilik suara pengeyam hati.Dialah,
Sang Ratuku.
Ratu satu-satunya yang bertahta di dalam hatiku.Dia,
seorang gadis yang bernama Kim yang 4 tahun lebih muda dariku.
Kim Eun Woo, anak dari penasehat Raja pada jaman kepemimpinan kakekku, Raja terdahulu, Raja Sunjo.Gadisku itu memiliki kecantikan yang luar biasa dan telah berhasil menarik seluruh perhatian, kasih, sayang dan cintaku. Bukan hanya diriku yang terpikat, para bangsawan pria pun telah banyak yang meminta untuk mempersuntingnya. Gadisku yang sangat memikat banyak hati.
Akan tetapi karena adanya aturan tradisional yang mengatakan bahwasanya Raja tidak diizinkan untuk berpartisipasi dalam proses seleksi pengantin karena keyakinan bahwa Raja yang sedang jatuh cinta tidak mungkin fokus pada pemerintahan negara dikarenakan perasaannya akan mempengaruhi setiap keputusan yang akan diambilnya.
Aturan ini ditaati oleh semua raja dalam sejarah Joseon, sebelum diriku. Meskipun aku yang terkenal sebagai Raja yang keras kepala, juga tetap berupaya untuk memilih pengantinku sendiri. Aku mencintainya, dan aku bertekad bahwa aku hanya akan menikah dengan gadis yang kucintai.
Namun ternyata upayaku tak memuahkan hasil, hari itu, sehari sebelum pernikahan ini berlangsung, aku dengan sangat berhati-hati menyusup keluar istana untuk menemuinya, yah menemui gadisku.
Hari itu, dengan sangat jelas dapat kulihat dari bola mata bulatnya ia nampak bersedih. Sudah jelas bahwa ia juga mencintaiku. Kami sudah sering bertemu seperti ini karena kelakuanku yang sangat suka menyusup keluar istana. Yah, kami bertemu sebelum hari dimana dia datang ke istana sebagai salah satu dari beberapa kandidat calon pengantin yang akan bersanding denganku.
Hari itu, bola mata bulat nan jernih yang selalu nampak berkilauan di mataku itu tak terlihat seperti biasanya. Tak ada lagi binar kebahagiaan yang selalu terpancar dari mata itu. Tak ada lagi senyum indah yang sekalu menyambut kedatanganku.
Yang ada hanyalah mata yang memancarkan kepedihan yang sangat mendalam.Senyumku pudar, melihat kesedihan yang terpancar darinya. Kutahu, sekuat apapun ia mengatakan bahwa ia tak apa, ia akan tetap menangis. Hari itu, hari di mana aku benar-benar mengatakan bahwa aku sungguh mencintainya dengan benar.
Dan hari ini, aku harus menikah dengan pilihan Nenek dan Ibuku, yang tentu saja memilih calon yang berbeda, yaitu gadis dari klan Hong untuk menjadi pengantinku.
KAMU SEDANG MEMBACA
King Hoenjong
Ficção HistóricaThis is King Hoenjong's Story. Tentang pengorbanan, kesetiaan, dan cinta pada era Joseon.