Part 1 - First Met

31K 1.6K 87
                                    

"Papa mana?" tanya Dominic dengan nada sinis kepada Saem, orang kepercayaan ayahnya yang sudah mengabdi bahkan sebelum Dominic lahir.

"Pak Herry ada tamu di rumah, makanya tidak ikut datang menjemput, Dominic," balas Saem sambil mengambil alih koper dari putra tunggal bos besarnya.

Hari ini memang hari kepulangan Dominic, setelah menghabiskan setahun di pusat rehabilitasi narkoba dan alkohol di Chiang Mai, Thailand. Dominic memang bukan putra yang membanggakan bagi keluarga Salim. Dominic mengenal narkoba sejak ia berusia 15 tahun, dan menjadi pecandu 6 bulan setelahnya. Sudah tidak terhitung berapa kali Dominic dikeluarkan dari sekolah sejak ia duduk di bangku kelas IX  karena kasus narkoba ataupun perkelahian, namun anehnya Dominic selalu mempunyai izajah dan rapor kelas lengkap sampai dengan sekolah menengah atas (SMA). Padahal, Dominic bahkan belum mengikuti ujian nasional di SMP-nya dulu. Dominic yang saat ini berusia 18 tahun, memang sedikit terlambat dalam hal pendidikan karena tingkat keonarannya.

Bukan hal yang tidak biasa juga bagi keluarga Salim yang merupakan salah satu keluarga berpengaruh di negeri ini. Memang, bisnis yang mereka jalankan kebanyakan masih sesuai standar hukum, namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa sebagian besar pemasukan mereka memang didapatkan dari jalur gelap.

Dominic tahu akan hal itu, dan sebagai putra tunggal keluarga Salim, yang ia bisa lakukan adalah menghabiskan sebanyak mungkin uang yang didapatkan ayahnya untuk kesenangannya sendiri.

"Tamu apa? Sejak kapan Pak Herry yang selalu ditakuti dan disengani semua orang bisa menunggu tamu?"

"Tamu kali ini beda."

Satu kalimat tersebut cukup mengisyaratkan tamu seperti apa yang datang berkunjung di kediaman Salim. Sudah bukan rahasia lagi kalau Ayahnya hobi bermain wanita, dan seringkali Ayahnya melakukan transaksi jual-beli wanita-wanita tersebut di rumah yang ditinggali mereka.

Salah satu alasan juga kenapa Dominic bersikeras pindah dari rumah megah tersebut. Dominic benci melihat Ayahnya mengotori setiap kenangan indah ketika Ibunya masih bersama dengan mereka.

Dominic mendengus, dan berkata dengan nada sinis, "Putar balik ke rumah utama."

"Tapi, Pak Herry mengatakan..."

"Kalau kamu lupa, Saem, aku masih menyandang nama Salim dibelakangku."

"Baik," balas Saem dengan singkat di kursi depan mobil sambil menginstruksikan supir sesuai permintaan tuan mudanya.

---

Sabrina pasrah. Ketika Sabrina pulang ke rumahnya untuk menyerahkan surat-surat yang perlu ditanda tangani ayah tirinya, ia dibawa paksa oleh para orang-orang berpakaian hitam sialan tersebut.

Sepanjang perjalanan Sabrina sudah mencoba untuk memberontak, berteriak bahkan menggigit apapun yang bisa dijangkau oleh mulutnya, semua pertahanannya sia-sia. Bukannya Sabrina tidak tahu kemana ia akan dibawa, dan hal tersebut membuat Sabrina frustasi sekaligus takut. 

Ayah tirinya memang seorang bajingan.

Sabrina menyesal pernah menanggap Ayah tirinya sebagai pengganti Ayah kandungnya yang ia tidak pernah tahu siapa. Salah satu penyesalan terbesar dalam hidup Sabrina selama lima belas tahun adalah menyetujui pernikahan Ibunya dengan Ayah tirinya yang brengsek.

Sejak lahir, Ibu Sabrina adalah orang tua tunggal. Satu-satunya informasi yang diketahui Sabrina hanya nama belakang ayahnya, yang juga menjadi nama belakang Sabrina, yakni Sabrina Tanubrata. Sabrina sendiri kurang mempercayai hal tersebut, mengingat fisiknya yang lumayan berbeda dari orang Indonesia umumnya.

Sabrina mempunyai fisik yang tinggi, lebih tinggi daripada teman-teman sekelasnya dan tingginya bahkan sudah mencapai 165cm di usianya yang dini. Selain itu, warna kedua bola mata dan rambutnya coklat terang, sehingga Sabrina sudah biasa dipanggil bule sejak kecil. Ditambah dengan hidungnya yang mancung dan rahangnya yang tegas, seolah-olah menegaskan bahwa dirinya memang bukan sepenuhnya orang Asia.

Distant Petals (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang