Dua

956 46 47
                                    

Sekolah yang Menyebalkan


"Pak," aku memanggil guru olahragaku pelan.

Guruku itu menoleh, dan sebelum aku sempat berbicara, sudah lebih dulu ia berkata,

"Kalau kamu nggak enak badan, kamu bisa istirahat di kelas atau di UKS, Clareta."

Aku mengangguk lemas, pura-pura lemas, tentunya, sebelum memutar tubuh dan berjalan pelan, –yang ini pura-pura juga, ke arah kelas. Hal pertama yang kulakukan begitu aku tiba di kelasku adalah, menelehkan kepala di atas meja dan memejamkan mata.

Aku tak ingat berapa detik yang kubutuhkan untuk tertidur, tapi begitu aku berada di padang rumput favoritku, aku tersenyum puas. Aku suka tempat ini. Pemandangan indahnya, bau rumputnya yang segar, sinar matahari yang terasa hangat, langit yang bisa kutatap lantang tanpa harus menggunakan kacamata, suasana tenang yang...

"Kamu udah balik lagi?" Suara itu membuatku tersentak duduk.

Aku menoleh ke belakang dan kulihat sosok cowok menyebalkan yang muncul dalam mimpiku semalam, ah, tadi pagi. Beruntun pula. Tapi apa yang dia lakukan di sini? Bagaimana dia bisa...?

"Kamu hobi tidur, atau emang tidur itu penyakitmu?" tanya cowok itu seraya mengambil tempat di sebelahku, sama sekali tak mempedulikan pandangan bingungku.

"Jadi cewek pendek yang galaknya kebangetan, namamu siapa?" Cowok itu menoleh padaku dan tersenyum santai.

Jika aku memejamkan mataku, cowok ini...

"Aku nggak bakal ke mana-mana," ucap cowok itu, membuat keningku berkerut. "Meski ribuan kali kamu nutup matamu, atau gimanapun kamu berusaha ngontrol mimpimu, itu nggak bakal berpengaruh ke aku."

Aku terbelalak. Tapi bagaimana bisa? Cowok ini... siapa dia?

"Aku Kai," cowok itu tiba-tiba menyebutkan namanya. "Sekarang, giliranmu nyebutin nama."

Aku mendengus. Apa dia pikir ini game?

"Kamu kayaknya nggak suka sama aku," ucap cowok yang memperkenalkan diri sebagai Kai itu.

"Emang nggak," jawabku ketus.

"Kenapa?" tuntutnya.

"Karena..." Aku menghentikan kalimatku sesaat, dan melanjutkan cepat, "kamu nyebelin."

Kai tergelak. "Kamu belum kenal aku, sih."

Aku menyipitkan mata. "Aku udah tau namamu, dan nggak ada yang berubah."

Kai tersenyum. "Kalo kamu kenal aku, kamu bakal tau aku tuh temen yang baik, setia, keren, cakep, bahkan..."

"Kamu gila, ya?" potongku tajam.

Kai menatapku protes. "Aku belum selesai," katanya, lalu melanjutkan, "Aku bisa jadi sahabat terbaikmu."

Aku mendengus tak percaya. Tapi sungguh, bagaimana cowok ini bisa ada di dalam mimpiku? Ini sudah yang ketiga kalinya. Apa dia semacam dewa mimpi atau apa?

"Jadi, namamu siapa, Sahabat?" tanya Kai, membuatku mengernyit.

Sahabat?

"Mulai hari ini, kita sahabat, ya?" Kai meraih tanganku dan mengaitkan jari telunjukku dengan jari telunjuknya. Kontan aku menarik tanganku dengan cepat, kaget karena tindakan anehnya barusan.

"Kamu... siapa?" Aku menatap Kai lekat.

Kai menunjuk dirinya sendiri. "Aku?"

Apa aku kelihatan sedang berbicara dengan rumputnya?

The Boy in My Dream (Cinta Tak Pernah Pergi) (Sudah Terbit di Cabaca)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang