" lo yakin sama keputusannya si lena?" tanya keyhan disela mengunyah bakso mang amat. Mereka sekarang sedang berkumpul di kantin, tapi bel berbunyi 10 menit yang lalu. Mereka sering bolos untuk mengikuti pelajaran jam pertama di hari rabu, karena yang mengajar seorang guru killer.
"tapi gue gak yakin lo bakal lepasin itu, secara lo stress dikit langsung isep, pusing dikit langsung isep. Lah besok besok waktu lo deket sama si lena tau tau stress, lo mau isep apa?" ejek dino. Setelah si lena memberi syarat kepada rendi, rendi diam dan tidak menggubris. Rendi yang biasanya teriak-teriak di kantin untuk memesan makanannya sekarang hanya diam selagi mengaduk-aduk es tehnya dengan sedotan.
"ren, lo kenapa sih? Kalo misalnya gak bisa, ya udah lo ngomong aja sama si lena misalnya kalo lo ngak bisa nglepas rokok. Rokok itu udah sepa-"
"gue mau berusaha han, lagian kenapa sih lo pada gak setuju sama syaratnya si lena. Lagian dengan gue lepas tuh ya rokok, mungkin gue gak dapet semacam penyakit yang membahayakan buat gue." sela rendi dengan suara yang tegas tapi tidak lantang
"gue setuju kalo lo nglepas rokok." usul tian dengan mata yang masih fokus kepada ponselnya
"lah, lah ini tian kenapa lagi coba?.Yan lo kenapa juga, daritadi diem sekarang ngomong tapi kok" gidik ngeri dino
"kata lo tadi suruh kasih saran kek atau kritikan kek, giliran gue kasih saran kok lo yang bacot" sergah dingin tian
"ahh!! Lo pada bisa diem gak sih gue pusing tau gak ya, daripada lo berantem mendingan bantu gue gimana caranya lepasin tuh rokok" ucap rendi frustasi dengan mengacak rambutnya dengan kasar.
***
"rin, gue nanti malam ke rumah lo yak" ujar lena yang sedang membuka lokernya untuk meletakkan buku pelajaran yang sudah tidak ada jamnya lagi dan sekarang waktunya istirahat setelah 4 jam pelajaran
"yoi. Eh lo tadi pagi kemana, kok gue liat lo ngekorin si dino ke belakang taman? Jangan jangan lo sama dino ada apa apa coba?" tuduh rina yang sudah menutup kembali pintu lokernya
"paan sih, gue gak ngapa-ngapain sama si dino. Cuma tadi si rendi ngajakin gue ngomong sesuatu tapi pakek embel-embel si dino buat nyamperin gue gitu." jawab acuh lena
"ngomongin apa hayo? Lo gitu sih gak mau cerita ke gue, lo anggep gue apa??" tanya rina dengan suara dramatis
"nanti gue ceritain ke lo waktu di rumah lo, mendingan sekarang ayo ke kantin gue udah laper banget. Gara-gara abang gue, nafsu sarapan gue ilang." Ajak lena dan mengapit lengan rina menuju kantin
"emang abang lo ngapain? Teriak-teriak lagi kek tarzan?" tanya rina lagi
"abang gue emang sukanya teriak-teriak, tapi tadi lebih menjijikannya bukannya bangun tidur cuci muka eh malah main comot ambil roti di meja makan pakek tangan kiri lagi. Kan gue nya jijik gimana gitu, secara lo tau kan tangan kiri digunakan untuk apa?" Jawab panjang lebar lena, dan rina hanya membentuk mulutnya dengan huruf "o" dan menganggukkan kepalanya
***
"mang bakso dua, yang satu gak pakek bawang goreng, yang satunya lagi gak seledri. Minumnya es teh satu, es jeruk nya satu." pesan rina, sedangkan si lena sedang mencari tempat duduk, karena tempat duduk yang biasanya mereka gunakan sudah ditempati
"siap neng! Ditunggu atau dianter?" tanya mang amat
"anter aja deh mang, takut nanti tumpah lagi" jawab rina
"oke"
Setelah memesan bakso, rina menuju ketempat yang sudah di cari sama lena. Dilain waktu tapi masih tempat sama, rendi sedang memerhatikan perempuan yang selama ini membuatnya gundah. Diliatnya perempuan itu sedang tertawa bersama temannya, tanpa dia sadari dia juga ikut tersenyum sendiri
"eh ren, lo gak papa kan?" tanya dino
"eh- eh.. apaan?" jawab rendi linglung dan malah bertanya balik
"lo ya kalau udah liat si lena senyum atau ketawa, dunia yang ada disekitar lo gak lo anggap. Lo kira kita itu hantu gitu?" cerocos keyhan, jangan bingung dengan keberadaan si tian. Dia sedang diam dan memainkan game di ponselnya di samping rendi
"enggak lah bro, lo kan tetep bestfriend gue. Tapi kalo senyumnya si lena jangan dibandingin senyumnya lo..lo... pada deh" tunjuk nya kepada keyhan dan dino dengan dagu
"kalo ada lena mah gua apa atuh, cuma butiran debu dimatanya si rendi" ucap dino dengan mengelus dada nya seperti orang yang selalu bersabar
"eh gue samperin si lena dulu ya, lo semua kalo pada mau balik ke kelas balik duluan aja." Ucap rendi dan berlalu pergi dari hadapan teman-temannya
"moga si lena mau sama lo ren" bisik tian yang mungkin hanya dapat di dengar oleh dirinya sendiri
"hai lena..." sapa rendi dan mengambil duduk di sebelah lena
"oh, hai juga rendi" jawab lena yang kaget akan kehadiran rendi di sebelahnya
"oh ya ren gimana lo mau terima syarat gue gak? Kalo lo bakal lepasin itu yang namanya rokok." tanya lena untuk mencairkan suasana yang tiba tiba hening
"itu ya... gue mau berusaha kok lepasin rokok, ya mungkin dengan cara dosisnya bakal gue kurangin dulu yang tadinya seminggu 3 kotak, mungkin jadi 1 kotak. Nanti kalo gue udah bisa handle gue kurangin seminggu jadi 5 batang gitu terusnya sampek gue bener bener bisa lepas" jawab rendi dengan mata menuju arah lurus
"terserah lo ya ren, yang penting kalo lo mau jadi sahabat gue intinya itu. Gak ada rokok di hadapan gue, dan gak ada rokok di kehidupan lo." Ucap lena dengan memperhatikan wajah rendi dari samping
"ganteng juga ya si rendi kalo diliat dari samping, apalagi kalo serius gitu" batin lena
"oke lena sayang... gue bakal ngelakuin semua yang menurut lo itu gak baik buat gue, oh ya lo hari ini naik apa?" tanyanya dan mata mereka bertemu hingga si lena memutuskan kontak mata itu dan fokus pada bakso yang ada di depannya
"gue naik mobil sendiri, kenapa?"
"enggak cuma tanya aja, kalo besok gue yang antar jemput lo gimana?" tanya rendi lagi
"hah?! Antar jemput gue?"
"iya?"
"gimana ya? gue tanya papa, mama gue dulu ya diijinan gak gitu maksud gue"
"oke, gue tunggu jawaban lo ya. nanti line gue ok?"
"ehemm...ehemmmm" sela rina, yang merasa tidak dianggap
"eh ada arina toh, lupa gue kalo ada lo" cengir rendi dengan gaya bahasanya yang bercanda
"gue udah biasa kok jadi pendengar setia ya.. walaupun yang ketiga sih" sindir halus rina dengan mata yang menunjuk kearah lena
"hehehe.... Sorry rin gue gak bermaksud gitu" ucap lena sambil menggenggam tangan kanan rina seperti orang yang meminta maaf
"iya gue gak papa kok, masuk yuk len udah bel ni habis ini kan jam nya bukil" ajak rina selagi mengelap mulutnya bekas makan bakso
"ok!"
"ren gue balik duluan ya, entar gue chat ke lo kalo udah dapet ijin dari papa mama gue. Bye ren.." ujarnya dengan tangan yang melambaikan ke arah rendi, dan tersenyum manis kepada rendi
"oh yaa gue tungguu.." teriak rendi
"lena gue bakal deketin lo dengan cara apapun, dan buat lo cinta kepada gue dengan cara apapun. Dan gue gak bakal bikin lo sedih atau ngeluarin satu tetes pun air mata lo yang menurut gue berharga, gue janji." batin rendi yang melihat punggung lena semakin menjauh dari kantin dan menghilang ketika berbelok
"gue janji" ucapnya lirih dengan tangan yang mengepal di atas meja
***
N.B. = bukil : bu killer
hai... hai... aku update nihh... membawa cerita lena dan rendi kembali *apaansihalay
typo? abaikan atau dikritik ok?
oh ya next part ditunggu 20+ comment ya..
makasih
KAMU SEDANG MEMBACA
is it too late, to say Goodbye?
Teen Fictionwaktu yang diberikan tuhan kepada kita memang sangat singkat, serasa baru saja kita bertemu tetapi sekarang harus dipisahkan. semua memang salahku yang tidak memberitahu mu dari awal, aku hanya ingin agar diri ini sendiri yang mengetahui serta tuhan...